Proses Lahirnya Bulan: Objek Sebesar Planet Tubruk Bumi, Lalu...

Senin, 30 Juli 2018 10:33 WIB

Peserta melintas di depan gambar bulan dalam fase merah atau blood moon saat kegiatan Edukasi Pemantauan Gerhana Bulan dan Planet di Universitas Machung, Malang, Jawa Timur, Jumat, 27 Juli 2018. Kegiatan tersebut bertujuan memberi edukasi kepada siswa SMA serta mahasiswa untuk makin mengenal ilmu astronomi dengan melihat fase gerhana bulan dan pergerakan planet. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

TEMPO.CO, Bandung - Para ilmuwan selama lebih dari empat dekade meyakini, sebagian massa padat di bumi ikut berperan dalam penciptaan bulan. Sekitar 4,5 miliar tahun lalu, sebuah objek langit berukuran sebesar planet Mars menyerempet bumi dengan kecepatan rendah.

Baca juga: Penampakan Gerhana Bulan Juli 2018 di Berbagai Negara

"Objek langit ini mengambil sebagian massa padat di bumi yang kemudian menjadi bulan," kata pengajar di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Mirzam Abdurrachman, Jumat, 27 Juli 2018. Teori ini didukung oleh kemiripan batuan basalt yang ada di bumi maupun di bulan.

Dari kejadian tumbukan bumi dengan benda angkasa itu, cerita perjalanan tektonik lempeng bumi dimulai. Menurut Mirzam, ruang kosong yang ditinggalkan oleh objek langit itu membuat lempeng di bumi bergerak leluasa di atas astenosfer.

Baca juga: Sungai Bengawan Solo Jadi Tempat Favorit Lihat Gerhana Bulan

Advertising
Advertising

Astenosfer merupakan lapisan bumi di bawah lapisan litosfer atau di atas lapisan mantel bumi. Lapisan itu bersifat plastis dan memungkinkan litosfer yang bersifat padat bergerak mendekat, menjauh, atau sekadar berpapasan.

"Pergeseran ini menghasilkan palung, punggungan di tengah samudera, pegunungan, atau patahan," kata dosen yang masuk Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia ITB itu.

Ilmuwan juga mempunyai beberapa teori pembentukan bulan. Salah satu di antaranya tentang skenario tumbukan dasyat (violent collision) antara objek langit sebesar Mars dengan bumi menciptakan temperatur yang sangat ekstrem panas. Suhu ini menghasilkan kabut asap yang mengembang hingga 500 kali ukuran bumi. "Kemudian mendingin, menggumpal, dan menghasilkan bulan seperti sekarang," katanya.

Baca juga: Bukan Merah Darah, Gerhana Bulan Total Pernah Berwarna Gelap

Teori itu berlandaskan rekaman sebuah isotop batuan yang ada di bulan. Ilmuwan memanfaatkan temuan Heavy Potassium Isotope atau isotop dengan kandungan potasium yang tinggi untuk menceritakan bagaimana pecahan 4,5 miliar tahun yang lalu tersebut memisah dari bumi.

"Isotop dengan kandungan potasium yang tinggi mengindikasikan perlunya suhu yang sangat tinggi untuk memisahkan pecahan cikal bakal bulan tersebut dari bumi," kata Mirzam.

Baca juga: BMKG: Gerhana Bulan Berdampak pada Gelombang Tinggi

Simak artikel menarik lainnya tentang bulan hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Berita terkait

Siang Ini Amerika dan Kanada Alami Gerhana Matahari Total, Begini Tahapan Terjadinya

41 hari lalu

Siang Ini Amerika dan Kanada Alami Gerhana Matahari Total, Begini Tahapan Terjadinya

Walaupun Indonesia tidak alami gerhana matahari total yang terjadi hari ini, tetapi ini merupakan fenomena menarik di dunia.

Baca Selengkapnya

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

45 hari lalu

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

Sistem yang disebut dengan kode astronomi TYC 2505-672-1 memecahkan rekor alam semesta untuk gerhana matahari terlama.

Baca Selengkapnya

Proses Warna Bulan Jadi Merah Saat Terjadi Gerhana, Berikut Penjelasannya

19 Maret 2024

Proses Warna Bulan Jadi Merah Saat Terjadi Gerhana, Berikut Penjelasannya

Bulan tampak berwarna merah selama Gerhana Bulan Total terjadi. Hal ini disebabkan karena proses yang disebut hamburan Rayleigh.

Baca Selengkapnya

Penetapan 1 Ramadan, Pengamatan di 134 Titik Buktikan Posisi Bulan Masih Sangat Rendah

11 Maret 2024

Penetapan 1 Ramadan, Pengamatan di 134 Titik Buktikan Posisi Bulan Masih Sangat Rendah

Pemerintah telah menetapkan 1 Ramadan 1445 H jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Pendaratan Odysseus di Bulan, Misi Perdana Pesawat Ruang Angkasa Buatan Swasta

26 Februari 2024

Pendaratan Odysseus di Bulan, Misi Perdana Pesawat Ruang Angkasa Buatan Swasta

Pesawat ruang angkasa besutan Intuitive Machines berhasil mendarat di bulan. Misi yang menentukan kelancaran penerbangan ke bulan di masa depan.

Baca Selengkapnya

AS Mendarat Lagi di Bulan, Sempat Absen Lebih dari Lima Dekade

23 Februari 2024

AS Mendarat Lagi di Bulan, Sempat Absen Lebih dari Lima Dekade

Ini merupakan pendaratan pertama AS di permukaan bulan dalam lebih dari setengah abad dan yang pertama dicapai oleh sektor swasta.

Baca Selengkapnya

Sempat Hilang Sinyal, Wahana SLIM Jepang Pulih Usai 9 Hari Tanpa Daya di Bulan

29 Januari 2024

Sempat Hilang Sinyal, Wahana SLIM Jepang Pulih Usai 9 Hari Tanpa Daya di Bulan

Pulihnya perangkat dan panel surya SLIM akibat perubahan arah sinar matahari di bulan.

Baca Selengkapnya

Pendaratan Wahana Antariksa Jepang SLIM di Bulan Bermasalah

22 Januari 2024

Pendaratan Wahana Antariksa Jepang SLIM di Bulan Bermasalah

Panel surya macet, wahana antariksa Jepang SLIM di Bulan bergantung masa hidup baterai. Saat ini sudah hilang sinyal.

Baca Selengkapnya

Mengapa Pendaratan SLIM Milik Jepang di Bulan Penting?

20 Januari 2024

Mengapa Pendaratan SLIM Milik Jepang di Bulan Penting?

Mengapa misi pendaratan 'penembak jitu di bulan' Jepang penting?

Baca Selengkapnya

NASA Tunda Misi Artemis Berawak Pertama ke Bulan hingga September 2025

10 Januari 2024

NASA Tunda Misi Artemis Berawak Pertama ke Bulan hingga September 2025

Artemis 2, yang tadinya dijadwalkan untuk diluncurkan pada November 2024, kini menargetkan September 2025.

Baca Selengkapnya