Tim Dokter Riset Unpad Temukan Cara Baru Obati TB Meningitis

Senin, 27 Agustus 2018 11:38 WIB

Kantor Rektor Universitas Padjajaran Jatinangor. Universitas Padjadjaran merencanakan akan membangun Taman Sains dan Teknologi di sebelah utara Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor. Sumber : unpad.ac.id KOMUNIKA ONLINE

TEMPO.CO, Bandung - Riset terbaru ini mungkin bisa jadi kabar baik untuk para penderita TB meningitis (tuberkulosis meningitis) alias tuberkulosis selaput otak di Indonesia. Tim dokter ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung menemukan metode baru pengobatan penyakit tersebut.

Baca juga: Benarkah Anak-anak Lebih Kuat dari Atlet? Simak Riset Ini

Metodenya ialah dengan meningkatkan dosis obat kaplet rifampisin hingga tiga kali lipat. Cara ini diklaim aman bagi pasien. Penelitian yang dirintis sejak 2010 itu mencuri perhatian dunia.

Riset metode pengobatan itu kini sampai di fase ketiga untuk uji klinis di Indonesia, Afrika Selatan, dan Uganda, dengan kolaborasi saintis dari Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris. Riset tahap akhir bersama peneliti dari konsorsium peneliti tuberkulosis internasional ini akan dibiayai penuh oleh Medical Research Council (MRC) di Inggris.

Baca juga: Migrasi Penduduk Indonesia Terungkap Lewat Virus, Simak Riset Ini

Advertising
Advertising

Riset gagasan Rovina Ruslami itu melibatkan kolega alumni Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran sekaligus dokter di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai tim inti. Mereka adalah dokter spesialis saraf Ahmad Rizal Ganiem, serta dokter spesialis penyakit dalam Bachti Alisjahbana yang mengajaknya untuk meneliti pengobatan tuberkulosis.

Tuberkulosis meningitis merupakan ragam dari penyakit tuberkulosis akibat serangan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Riset itu dirintis setelah Rovina meraih gelar Doktor Filsafat (PhD) di Radbound University Medical Center, Nijmegen Belanda pada 2009.

Di Indonesia, kata lulusan Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Unpad 2001 itu, jumlah penderita TB selama ini belum ada catatan resminya dari pemerintah. Diperkirakan berjumlah satu persen dari total kasus global, atau berkisar 90-100 ribu orang.

Baca juga: Ternyata Ada Cara Mudah Cegah Depresi, Simak Riset Ini

TB meningitis merupakan penyakit tuberkulosis yang terberat dengan angka kematian dan kecacatan pada 50 persen pasien. Sejauh ini tidak ada pengobatan khusus berdasarkan penelitian, melainkan ikut dengan TB paru, termasuk jenis, dosis obat, dan lamanya pengobatan. Obat yang digunakan bernama rifampisin.

Padahal kata Rovina, organ tubuh yang diserang berbeda. Karakter farmakologi rifampisin memperlihatkan hanya 10 persen dari obat di dalam darah yang dapat mencapai lokasi infeksi di otak.

"Rifampisin sifatnya sukar menembus selaput pembungkus otak, kalau paru bisa 100 persen tembus," kata dia, akhir pekan lalu. Karena itu, dengan cara biasa, TB meningitis selama ini sulit disembuhkan pun diagnosis gejalanya karena mirip penyakit umum seperti sakit kepala dan demam.

Memakai rifampisin kaplet yang jadi obat utama untuk penyembuhan tuberkulosis di Indonesia, Rovina dan tim peneliti mencoba menaikkan dosis secara bertahap dan hati-hati kepada sampel 60 pasien. Dosis standard 450 miligram ditambah jadi 600 miligram per hari. Hasilnya, cara injeksi dengan rifampisin 600 miligram terbukti mampu menekan kematian setengahnya dari pengobatan biasa.

Baca juga: Riset: Orang Temperamen Kerap Merasa Diri Mereka Cerdas

Walaupun menjanjikan, tim peneliti tetap harus memikirkan alternatif pengganti rifampisin injeksi yang nihil di Indonesia pada riset tahap kedua. Tim hanya menggunakan obat rifampisin kaplet lalu menaikkan dosisnya secara bertahap ke sampel pasien yang berjumlah 30 orang via oral. Secara hati-hati, kata Rovina, dosis awalnya dinaikkan dua kali lipat atau 900 miligram per hari.

Pada riset ketiga yang didanai oleh hibah penelitian dari program PEER Health (USAID-NAS) Amerika Serikat dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, tim menaikkan dosis tiga kali lipat atau 1350 miligram per hari.

"Hasilnya tetap tidak ada perbedaan kejadian efek samping, dan terdapat adanya tren penurunan kematian," kata Rovina. Hasil riset terbaru itu yang tengah disiapkan diuji di dua negara lain.

Baca juga: Hubungan Seks Bisa Bikin Pria Depresi, Kok Bisa? Simak Riset Ini

Simak riset menarik lainnya tentang TB Meningitis hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Berita terkait

Kapan Sebaiknya Jemaah Haji Disuntik Vaksin Meningitis?

7 hari lalu

Kapan Sebaiknya Jemaah Haji Disuntik Vaksin Meningitis?

Vaksin meningitis sebaiknya diberikan 14 hari sebelum keberangkatan ke Arab Saudi demi menghindari penyakit itu selama ibadah haji.

Baca Selengkapnya

Penyebab Meningitis pada Anak Sering Sulit Didiagnosis

9 hari lalu

Penyebab Meningitis pada Anak Sering Sulit Didiagnosis

Meningitis sering sulit didiagnosis dan bisa berkembang sangat pesat. Kalau anak-anak tidak tertolong dalam waktu 24 jam bisa meninggal

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

15 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

20 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

17 Maret 2024

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.

Baca Selengkapnya

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

17 Maret 2024

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.

Baca Selengkapnya

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

17 Maret 2024

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut

Baca Selengkapnya

Jangan Sepelekan Sakit Kepala, Bisa Jadi Gejala Stroke dan Tumor Otak

3 Februari 2024

Jangan Sepelekan Sakit Kepala, Bisa Jadi Gejala Stroke dan Tumor Otak

Sakit kepala parah bisa disebabkan tekanan pada otak karena pendarahan, gumpalan darah. Sakit kepala juga bisa menjadi sinyal stroke atau tumor otak.

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.

Baca Selengkapnya

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.

Baca Selengkapnya