BJ Habibie Mau Direkrut Presiden Marcos, sebelum Ditarik Soeharto

Reporter

Tempo.co

Editor

Yudono Yanuar

Rabu, 11 September 2019 21:07 WIB

Seorang pelajar melintas di depan mural mantan Presiden RI Soeharto dan BJ Habibie di Sukun, Malang, Jawa Timur, Senin 12 Agustus 2019. Mural presiden dan mantan presiden tersebut digambar warga setempat untuk menyambut HUT Kemerdekaan RI Ke-74. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum menerima panggilan Presiden Soeharto untuk pulang kampung, BJ Habibie pernah ditawari Presiden Filipina Ferdinand Marcos membangun industri pesawat di sana pada 1974.

Hal itu diceritakan BJ Habibie kepada Tempo, yang menuliskan memoar tentang dirinya di Majalah Tempo edisi 28 Mei 2012.

"Usia saya 36 tahun saat diminta CEO Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB), Ludwig Bolkow, pergi menemui Presiden Filipina Ferdinand Marcos. Saya tiba di ruang tamu Istana Malacanang awal Januari 1974," kata BJ Habibie.

"Saya dipersilakan masuk ke ruang kerja Presiden Marcos. Ruangan itu besar, dingin, dan gelap. Cahaya di tengah ruangan menyorot meja tulis besar dan Presiden Marcos yang berdiri di belakangnya. Dia mengulurkan tangan, ”My son, welcome back to your country, Dr Habibie!” Saya kaget. ”Mr President, saya bukan orang Filipina!” kata Habibie pada Marcos.

”Ah, you are son of this region,” kata Marcos seperti ditirukan Habibie.

Advertising
Advertising

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Marcos menawari Habibie mengembangkan industri dirgantara di Manila. ”Bagaimana kalau kamu pindah kemari? Saya kasih semua fasilitas. Kamu bisa membantu Indonesia dari sini,” kata Marcos.

"Saya bilang tidak bisa. Mr President, saya datang kemari untuk membuktikan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah hak prerogatif umat manusia. Tidak tergantung warga negara. Dua minggu kemudian, permintaan itu resmi saya tolak," kata Habibie.

Menurut Habibie, beberapa bulan kemudian, Presiden Soeharto bertemu dengan Presiden Marcos di Manado. Marcos sedikit melagak dan mengatakan akan membangun pusat pengembangan teknologi dan dirgantara.

”Saya punya uang dan ahlinya,” kata Marcos. ”Siapa namanya?” ujar Pak Harto. ”Bacharuddin Jusuf Habibie,” jawab Marcos. ”Lho, itu Rudy! Saya kenal dia dari kecil,” kata Pak Harto.

"Ya, saya memang mengenal Pak Harto sejak berumur 14 tahun," kata Habibie.

Setelah mendengar cerita Marcos ini, Soeharto mengutus Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo menemui Habibie di Jerman. "Saya sedang mengikuti rapat di kantor MBB saat ditelepon Duta Besar RI untuk Jerman, Achmad Tirtosudiro—yang belakangan menjadi Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia."

Habibie mengaku tidak kenal dengan Ibnu Sutowo, yang ingin bertemu dengan dia di Dusseldorf.

Berikutnya: Dibentak Ibnu Sutowo

<!--more-->

Esoknya, Habibie pergi ke Dusseldorf. Pertemuan itu terjadi di Presidential Suite Hotel Hilton. Baru saja masuk ruangan, dia dimaki-maki Ibnu Sutowo dengan bahasa Belanda. ”Saudara Rudy, jij moet shaamen, als Indonesier! Saudara Rudy, Anda harus malu kepada diri sendiri sebagai orang Indonesia. Kenapa Anda membangun negara lain?” kata Ibnu Sutowo.

"Saya terdiam karena ucapannya pedas tapi tepat sekali. Saya malu," kata Habibie.

Hari itu juga Ibnu Sutowo meminta Habibie pulang ke Jakarta. Habibie pun diangkat sebagai penasihat Direktur Utama Pertamina. Sebelumnya, sekitar 1970, di Jerman, Soeharto pernah meminta Habibie pulang sewaktu-waktu jikalau diperlukan.

"Saya bersedia pulang setelah menyelesaikan urusan pekerjaan di Blohm dan mendapat restu Ludwig Bolkow. Saya memboyong keluarga pulang ke Tanah Air pada Maret 1974, hanya dua bulan setelah pertemuan dengan Marcos," katanya.

Setahun kemudian, Presiden Soeharto dan Ibnu Sutowo membentuk Divisi Advanced Technology dan Teknologi Penerbangan Pertamina. Divisi ini adalah cikal-bakal Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio, yang kemudian menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Industri ini resmi beroperasi pada 26 April 1976. Pada 1989, Soeharto memberikan kepercayaan untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan IPTN.

"Program teknologi Pak Harto sebetulnya hanya melanjutkan idealisme Sukarno. Indonesia harus melek dan mandiri teknologi. Pengalaman kerja di Blohm membuat saya memilih berfokus pada pesawat angkut komersial. Saya memang tidak berminat membuat pesawat tempur. Saya yakin bangsa ini lebih membutuhkan pesawat komersial. Saya butuh waktu satu tahun untuk menyiapkan industri pesawat terbang Indonesia," katanya.

BJ Habibie lalu menggandeng CASA Spanyol membuat NC-212 Aviocar twin turboprop (Aviocar berbaling-baling ganda) dan CN-235 Tetuko. "Saya juga menggandeng MBB—kantor lama saya—membuat helikopter BO-105 dan Aerospatiale di Prancis untuk membuat helikopter Super Puma berkapasitas 20 orang," katanya.

MAJALAH TEMPO

Berita terkait

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

5 hari lalu

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

Pensiunan Puspitek menyatakan Menristek saat itu, BJ Habibie, menyiapkan rumah dinas itu bagi para peneliti yang ditarik dari berbagai daerah.

Baca Selengkapnya

BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

5 hari lalu

BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan pada BRIN Arywarti Marganingsih mengatakan perumahan Puspitek, Serpong, tak bisa jadi hak milik.

Baca Selengkapnya

Selain Dian Sastro - Reza Rahadian, Pasangan di Film Lain Reza Rahadian dan BCL Setidaknya di 5 Film Ini

46 hari lalu

Selain Dian Sastro - Reza Rahadian, Pasangan di Film Lain Reza Rahadian dan BCL Setidaknya di 5 Film Ini

Selain Dian Sastro dan Nicholas Saputra, Indonesia punya pasangan aktor Reza Rahadian dan BCL yang kerap dipasangkan dalam film.

Baca Selengkapnya

Profil Promotor Musik Adrie Subono, Java Musikindo Akan Comeback?

53 hari lalu

Profil Promotor Musik Adrie Subono, Java Musikindo Akan Comeback?

Adrie Subono adalah promotor musik yang berpengalaman menghadirkan konser penyanyi dalam dan luar negeri. Ia juga merupakan keponakan dari B.J. Habibie.

Baca Selengkapnya

Laporan Investigasi dan Cover Majalah Tempo Pernah Dilaporkan, Ada Soal Soeharto Sampai Jokowi

6 Maret 2024

Laporan Investigasi dan Cover Majalah Tempo Pernah Dilaporkan, Ada Soal Soeharto Sampai Jokowi

Beberapa kali laporan investigasi dan cover Majalah Tempo pernah dilaporkan ke Dewan Pers oleh berbagai pihak. Soal apa saja, dan siapa pelapornya?

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

6 Maret 2024

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Solihin GP Berpulang, Menjadi Gubernur Jawa Barat di Usia 44 Tahun

6 Maret 2024

Solihin GP Berpulang, Menjadi Gubernur Jawa Barat di Usia 44 Tahun

Selain sempat menjadi orang kepercayaan Soeharto, Solihin GP berperan dalam Agresi Militer Belanda pada 1947. Ini karier militer dan politiknya.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tetapkan Prabowo Jenderal Kehormatan TNI, Mengapa Dulu Dia Diberhentikan dari Militer?

28 Februari 2024

Jokowi Tetapkan Prabowo Jenderal Kehormatan TNI, Mengapa Dulu Dia Diberhentikan dari Militer?

Prabowo Subianto dapat pangkat jenderal kehormatan TNI dari Jokowi. Bagaimana kisahnya dulu ia diberhentikan dari militer? Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Masa-masa Akhir Jabatan Presiden RI dari Sukarno hingga Jokowi, Beberapa Berakhir Tragis

13 Februari 2024

Masa-masa Akhir Jabatan Presiden RI dari Sukarno hingga Jokowi, Beberapa Berakhir Tragis

Tujuh Presiden RI miliki cerita pada akhir masa jabatannya. Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi punya takdirnya.

Baca Selengkapnya

Peristiwa Besar Mengiringi Lengsernya Soeharto, Termasuk 14 Menteri Mundur Bersama-sama

27 Januari 2024

Peristiwa Besar Mengiringi Lengsernya Soeharto, Termasuk 14 Menteri Mundur Bersama-sama

Beberapa peristiwa besar libatkan Soeharto hingga proses lengsernya, pada 21 Mei 1998. Termasuk kerusuhan Mei 1998 dan 14 menteri mundur bersama-sama.

Baca Selengkapnya