Asteroid Punahkan Dinosaurus, Rusak Ekosistem Laut Jutaan Tahun

Senin, 30 September 2019 17:26 WIB

Peneliti Jepang menemukan fosil kerangka dinosaurus baru di Kota Mukawa. NDTV/Global.Hokudai.ac.jp

TEMPO.CO, Jakarta - Menurut penelitian yang diterbitkan jurnal Nature, jatuhnya asteroid ke Bumi yang memusnahkan dinosaurus, juga menyebabkan lautan di dunia terganggu selama jutaan tahun.

Para ilmuwan meneliti fosil berumur 13 juta tahun dan menemukan bahwa spesies plankton di dasar ekosistem lautan terganggu selama 2 juta tahun setelah serangan asteroid besar di Bumi. Dan butuh 8 juta tahun lagi untuk pulih.

"Peristiwa itu terkenal karena membunuh dinosaurus, tapi juga mengganggu makhluk hidup yang jauh lebih kecil, seperti plankton. Menghilangkan sumber makanan penting dari dasar ekosistem laut yang penting untuk pemulihan spesies besar," kata juru bicara Universitas Southampton, dikutip Independent, akhir pekan lalu.

Sekitar tiga-perempat spesies tumbuhan dan hewan di Bumi punah ketika asteroid merusak lingkungan global 66 juta tahun yang lalu. Para peneliti dari universitas Southampton, Bristol, UCL, Frankfurt dan California menemukan setelah meneliti bagaimana ekosistem laut "reboot".

Temuan juga menunjukkan bagaimana hilangnya keanekaragaman hayati dapat mempengaruhi efektivitas ekosistem. Sarah Alvarez, penulis utama penelitian menjelaskan bahwa ilmuwan menganalisis catatan plankton laut menggunakan nannofossil berkapur.

Advertising
Advertising

"Kami mengukur kelimpahan, keragaman dan ukuran sel dari lebih 700.000 fosil, mungkin dataset fosil terbesar yang pernah dihasilkan dari satu situs," kata Alvarez, yang bekerja di University of Gibraltar.

Rekan Alvarez, ahli paleobiologi Samantha Gibbs menambahkan bahwa penelitian ini menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh hilangnya keanekaragaman, seperti kepunahan spesies yang saat ini terjadi di seluruh dunia. "Kehilangan spesies saat ini berisiko menghilangkan makhluk penting dalam ekosistem," kata Gibbs.

Pada 2017, para ilmuwan memperingatkan bahwa kepunahan massal keenam dalam sejarah Bumi sedang berlangsung. Karena hilangnya satwa liar dalam beberapa dekade terakhir yang disebabkan oleh kelebihan populasi manusia dan konsumsi berlebihan.

Sebuah studi terpisah pada 2018 mengatakan bahwa perlu waktu antara 3 dan 5 juta tahun untuk memulihkan tingkat keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan hilang selama 50 tahun ke depan.

"Saat ini, dengan mengurangi keanekaragaman hayati, kita menghadapi risiko kehilangan pemain ekosistem penting kita, yang banyak di antara mereka yang peran pentingnya belum kita hargai sepenuhnya."

INDEPENDET | NATURE

Berita terkait

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

2 hari lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Didukung Mahasiswa dari 104 Kampus, KOBI Himpun 11.137 Data Keanekaragaman Hayati Indonesia

5 hari lalu

Didukung Mahasiswa dari 104 Kampus, KOBI Himpun 11.137 Data Keanekaragaman Hayati Indonesia

Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) himpun 11.137 data keanekaragaman hayati Indonesia dengan dukungan mahasiswa dari 104 kampus.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Khawatirkan Kelestarian Pesut, Bekantan, dan Orang Utan Akibat Pembangunan IKN

38 hari lalu

Greenpeace Khawatirkan Kelestarian Pesut, Bekantan, dan Orang Utan Akibat Pembangunan IKN

Greenpeace menyatakan pembangunan IKN Nusantara mengancam kelestarian 3 satwa yang sudah kritis, yaitu orang utan, bekantan, dan pesut mahakam.

Baca Selengkapnya

Pengamat: IKN Bukan Smart Forest City, tapi Kota dalam Kebun Kayu

40 hari lalu

Pengamat: IKN Bukan Smart Forest City, tapi Kota dalam Kebun Kayu

Pemerintah menyatakan 177 ribu Ha area IKN berupa kawasan lindung, namun menurit peneliti Auriga hanya 42 ribu Ha yang berupa hutan permanen.

Baca Selengkapnya

Siapkan Platform Kolaborasi Biologi Struktur, BRIN Kenalkan Mikroskop Aquilos 2 Cryo-EM

48 hari lalu

Siapkan Platform Kolaborasi Biologi Struktur, BRIN Kenalkan Mikroskop Aquilos 2 Cryo-EM

Platform BRIN ini meliputi keanekaragaman hayati tumbuhan, mikroba dan hewan.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Detail Deforestasi dan Perubahan Lahan Proyek IKN Nusantara yang Direkam NASA

3 Maret 2024

Bagaimana Detail Deforestasi dan Perubahan Lahan Proyek IKN Nusantara yang Direkam NASA

Dua foto satelit NASA menggambarkan perubahan lahan dan hutan di lokasi proyek IKN Nusantara. Memantik kekhawatiran dampak deforestasi.

Baca Selengkapnya

Cek Lagi, Berikut 5 Ciri Populer T-Rex yang Ternyata Cuma Mitos

21 Februari 2024

Cek Lagi, Berikut 5 Ciri Populer T-Rex yang Ternyata Cuma Mitos

Sejumlah pengetahuan populer mengenai Tyrannosaurus Rex alias T-Rex ternyata hanya mitos belaka. Berikut fakta-faktanya menurut studi.

Baca Selengkapnya

Ilmuwan Temukan 5 Asteroid Paling Bahaya Bagi Bumi, Bisa Memusnahkan Manusia

25 Januari 2024

Ilmuwan Temukan 5 Asteroid Paling Bahaya Bagi Bumi, Bisa Memusnahkan Manusia

Para ilmuwan dan pakar tata surya mendeteksi lima asteroid yang paling berbahaya bagi bumi dan memusnahkan manusia.

Baca Selengkapnya

Para Ilmuwan Temukan Asteroid Dekat Bumi Beberapa Jam Sebelum Meledak di Atas Berlin

25 Januari 2024

Para Ilmuwan Temukan Asteroid Dekat Bumi Beberapa Jam Sebelum Meledak di Atas Berlin

Asteroid ini bisa dilihat masyarakat di sekitar Berlin, Jerman, dengan bentuk seperti pancaran sinar bola api.

Baca Selengkapnya

Memiliki Kenakeragam Hayati, Liberia Menjadi Rumah Hutan Hujan Lebat Dunia

17 Januari 2024

Memiliki Kenakeragam Hayati, Liberia Menjadi Rumah Hutan Hujan Lebat Dunia

Berbagai ragam hayati yang dimiliki oleh negara Liberia, negara ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang melimpah

Baca Selengkapnya