Kenapa Anak-anak Kebal Efek Mematikan SARS, MERS, dan COVID-19?

Reporter

Terjemahan

Senin, 16 Maret 2020 06:00 WIB

Pegawai sekolah melakukan pengecekan suhu badan siswa dengan thermometer sebagai upaya pencegahan virus Corona atau Covid-19 di Sekolah Tunas Global, Depok, Jawa Barat, Selasa, 3 Maret 2020. Kegiatan tersebut sebagai upaya penyuluhan penyebab, gejala dan langkah pencegahan virus Corona atau Covid-19 bagi siswa. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Sejauh ini tidak ada anak-anak yang sakit parah, apalagi meninggal, akibat penyakit virus corona 2019 atau COVID-19. Studi terhadap 44.672 pasien infeksi virus itu mendapati kalau jumlah anak-anak tak sampai satu persen, dan nol persen untuk 1.023 kematian yang terjadi.

"Penyakit ini ternyata tidak seperti flu," ujar Akiko Iwasaki di Yale University, Amerika Serikat. Kalau flu, Iwasaki menerangkan, anak-anak dan orang tua yang biasanya terserang paling parah.

Lalu kenapa virus corona jenis baru ini berbeda? Yang bisa langsung di jelaskan adalah sifat anak-anak yang bisa tahan infeksi pertama yang menyerang kekebalan tubuhnya. Tapi para peneliti merasa bukan itu jawabannya karena sebuah studi menemukan anak-anak sama seperti orang dewasa yang bisa terinfeksi COVID-19 setiap saat.

Hanya, di banyak kasus, anak-anak yang terinfeksi tersebut tetap saja tidak sakit apalagi meninggal. Tren serupa terlihat saat wabah SARS atau MERS merebak, dua penyakit parah lainnya yang disebabkan virus corona. Jadi, apa yang sebenarnya melindungi anak-anak itu?
"Belum ada yang punya jawabannya," kata Iwasaki. Tapi dia dan para peneliti lain menduganya terkait dengan keunikan sistem imun tubuh anak dalam merespons virus-virus tersebut.
Komplikasi yang umum terjadi dalam kasus infeksi COVID-19, SARS maupun MERS pada orang dewasa adalah apa yang disebut acute respiratory distress syndrome. Ini adalah kondisi di mana sistem pertahanan tubuh bereaksi berlebihan merespons kehadiran virus-virus itu yang malah menyebabkan kerusakan paru-paru.
Chris van Tulleken dari University College London mengatakan, reaksi itu menyebabkan paru-paru banjir air dan sel-sel imun. "Bahkan jika respons imun mencoba menolong dengan menyerang virus, mereka hanya akan berakhir mengeblok pengambilan oksigen di paru-paru," katanya.

Menurut Chris, anak-anak mungkin menimba manfaat dari minimnya riwayat paparan virus corona secara umum. Karena mereka sudah hidup lebih lama, orang dewasa cenderung lebih sering menghadapi infeksi virus corona sepanjang hidupnya, seperti yang menyebabkan batuk atau flu.

Sedang sistem imun anak-anak masih berkembang, sehingga diduga mereka terlindungi dari tipe respons imun yang berbahaya itu--dikenal dengan istilah badai sitokin. Saat wabah SARS, dua studi menemukan anak-anak memproduksi sitokin penyebab peradangan dalam jumlah yang rendah, yang diduga melindungi paru-paru anak dari kerusakan serius saat terinfeksi COVID-19 atau penyakit serupa.

Advertising
Advertising

Namun itu belum menjelaskan kenapa sistem imun anak-anak bereaksi berbeda terhadap virus corona dan flu biasa. Ini, Iwasaki mengatakan, mungkin lebih karena perbedaan tipe respons sitokin yang dihasilkan terhadap setiap virus yang datang.

Diduga, antibodi-antibodi yang sudah ada yang membuat kondisi orang dewasa memburuk, karena antibodi itu tidak pas untuk virus corona yang baru. "Kadang antibodi yang tidak sesuai seperti itu malah merugikan dan membahayakan," kata Wendy Barclay dari Imperial College London.

Tapi, hanya karena anak-anak tidak sakit parah bukan berarti mereka tidak berperan dalam penyebaran wabah COVID-19. Iwasaki mengingatkan, sudah ada beberapa indikasi kalau orang dewasa yang terinfeksi tanpa gejala pun bisa menyebarkan virus yang sama. Itu bisa berlaku pula untuk kasus anak-anak. "Sudah tepat tindakan preventif menutup sekolah-sekolah untuk mencegah penyebaran wabah lebih luas," katanya.

NEWSCIENTIST

Berita terkait

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

23 menit lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

6 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

12 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

15 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

1 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

8 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

11 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

15 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya