Grup Dosen ITB Anjurkan Hindari Kunyit dan Temulawak, Benarkah?

Kamis, 19 Maret 2020 07:30 WIB

Penjual rempah-rempah melayani pembeli di pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, Rabu 4 Maret 2020. Pasca pengumuman pasien positif terjangkit virus Corona COVID-19 di Indonesia, pedagang mengaku berbagai jenis rempah mulai dari jahe, kunyit hingga temulawak dagangannya mengalami peningkatan permintaan hingga tiga kali lipat dibandingkan sebelumnya. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

TEMPO.CO, Bandung - Viral di grup-grup percakapan tentang anjuran menghindari konsumsi kunyit dan temulawak sepanjang COVID-19 masih mewabah. Pesan itu mengutip arahan dari dua ahli di Institut Teknologi Bandung (ITB), yakni Taufikurrahman, doktor di Kelompok Penelitian Ilmu Tanaman dan Bioteknologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, dan Daryono Hadi Tjahjono, profesor di Sekolah Farmasi.

Keduanya mengutip hasil penelitian yang dimuat jurnal ilmiah yang menyatakan adanya senyawa protein ACE2 (Angiotensin-converting-enzyme2) sebagai reseptor virus corona COVID-19. Sedang curcumin diketahui meningkatkan pula ekspresi enzim yang sama. "Sehingga sebagai kesimpulan, untuk sementara kunyit dan temulawak justru dihindari khusus untuk tipe virus ini," bunyi unggahan itu.

Pesan itu segera memicu kebingungan di tengah masyarakat yang sebelumnya menerima informasi khasiat empon-empon, termasuk kunyit dan temulawak, untuk menambah daya tahan tubuh melawan wabah virus corona. Khasiat seperti yang dinyatakan tim peneliti di Surabaya.

Dihubungi terpisah, Taufikurahman mengakui pesan berasal dari grup percakapan dosen ITB yang ada di media sosialnya. Bahan percakapan itu menjadi viral setelah ada rekan yang menyebar via Instagram. Namun dia mengatakan, hasil penelitian dan anjuran yang dibuat perlu penelitian lebih lanjut.

“Tentunya masih debatable,” kata Taufikurahman, Rabu 18 Maret 2020. Meski dia juga mengaku merasa perlu menyampaikan kepada masyarakat tentang hasil penelitian tersebut. "Supaya masyarakat tidak berlebihan dan tetap waspada,” kata dia.

Advertising
Advertising

Daryono pun menyatakan, hasil diskusi itu tidak melarang penggunaan senyawa curcumin seperti dalam kunyit dan temulawak atau empon-empon. Dia menerangkan, reseptor ACE2 memang bisa menjadi pintu masuk bagi virus SARS dan 2019-nCoV atau COVID-19 ke tubuh manusia.

Ilustrasi teh curcumin. shutterstock.com

Tapi, dia menambahkan, reseptor ACE2 ada dua jenis. Pertama reseptor yang menempel pada sel seperti COVID-19 di paru-paru. “Yang menempel itu berbahaya karena memudahkan infeksi virus Corona,” kata Daryono.

Kedua, jenis reseptor ACE2 yaitu yang tidak menempel di sel sehingga virus Corona tidak akan berkembang lalu bakal mati. Curcumin, menurut Daryono, bisa memburu reseptor ACE2 yang kedua ini. "Soal apakah seseorang lebih banyak reseptor ACE2 yang lepas atau menempel di sel seperti pada paru-paru atau jantung perlu riset lagi."

Lagian, Daryono menambahkan, pada bahan kunyit, temulawak, jahe atau empon-empon tidak hanya mengandung senyawa curcumin melainkan puluhan hingga ratusan senyawa lainnya. Beberapa yang telah diteliti akademisi seperti di Universitas Airlangga misalnya senyawa di empon-empon terbukti meningkatkan imunitas.

“Memang campuran senyawa itu juga minyak atsiri bertindak sebagai imunomodulator yang meningkatkan imunitas tubuh untuk melindungi dari bakteri, virus,” kata Daryono.

Curcumin bisa sebagai anti oksidan, anti jamur, dan ada yang meneliti sampai antivirus namun bukan COVID-19. Juga anti inflamasi yang berfungsi melindungi dari virus, antikanker, antikelupaan (Alzheimer). Dari sekian banyak hasil riset curcumin itu menurutnya para peneliti punya sudut pandang berbeda. “Kesimpulan antar riset belum tentu saling mendukung.”

Dari kontroversi curcumin itu Daryono mengatakan tidak melarang masyarakat mengkonsumsi curcumin yang berasal dari tanaman herbal.” Masyarakat kan tidak pakai curcumin murni tapi pakai rebusan berbagai zat jadi aman-aman saja karena meningkatkan imunitas,” ujarnya.

Berita terkait

Kisah Hieronimus Jevon Valerian, Wisudawan ITB dengan IPK Sempurna 4

10 jam lalu

Kisah Hieronimus Jevon Valerian, Wisudawan ITB dengan IPK Sempurna 4

Begini cerita Hieronimus Jevon Valerian yang kerap mengorbankan waktu luang untuk belajar dan memanfaatkan waktu selama berkuliah di ITB.

Baca Selengkapnya

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

1 hari lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Inovasi Desain Jembatan dari Unej Menang di Singapura, Ungguli UGM, ITS, NTU, dan ITB

1 hari lalu

Inovasi Desain Jembatan dari Unej Menang di Singapura, Ungguli UGM, ITS, NTU, dan ITB

Tim mahasiswa Teknik Sipil Universitas Jember (Unej)menangi kompetisi gelaran Nanyang Technological University (NTU) Singapura.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

1 hari lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

2 hari lalu

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

Kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2024 di ITB memuncaki Top 3 Tekno Tempo hari ini, Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

2 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

ITB Naikkan UKT Mahasiswa 2024, Segini Perkiraan Besarannya

3 hari lalu

ITB Naikkan UKT Mahasiswa 2024, Segini Perkiraan Besarannya

ITB menaikkan UKT untuk para mahasiswa angkatan 2024. Kenaikannya berkisar 15 persen dibanding angkatan sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

3 hari lalu

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

Nila Armelia Windasari, dosen muda ITB menceritakan pengalamannya meraih gelar doktor di usia 27 tahun.

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

3 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

3 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya