BMKG Lapor Presiden: Cuaca Tak Bisa Bendung COVID-19 Karena ....

Sabtu, 4 April 2020 15:52 WIB

Seorang warga menggunakan payung saat cuaca terik di pedestrian Jalan Juanda, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa 22 Oktober 2019. Menurut BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) suhu udara Kota Bekasi yang mencapai 38 derajat celcius disebabkan kondisi atmosfer yang masih cukup kering sehingga potensi awan yang menghalangi terik matahari juga sangat kecil. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Bandung - Pengaruh faktor cuaca Indonesia terhadap upaya menangkal wabah virus corona COVID-19 telah menjadi perdebatan sejak awal virus itu dikhawatirkan menyebar dari Cina pada awal tahun ini. Sejumlah dokter meyakini cuaca tropis tak ramah virus corona itu--seperti halnya virus penyebab flu musiman, tapi para peneliti virus menolak mempercayainya begitu saja karena fakta virus yang masih misterius dan fakta infeksi virus yang sudah lebih dulu ditemukan di negara tetangga Indonesia.

Belakangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bergabung dengan keyakinan yang pertama. Menyatakan melakukan riset bersama Universitas Gadjah Mada (UGM), BMKG menilai kondisi cuaca atau iklim dan bahkan kondisi geografi kepulauan di Indonesia relatif lebih rendah untuk risiko berkembangnya wabah COVID-19.

Lalu kenapa ditemukan kasus infeksinya di Indonesia? Hingga saat artikel ini disiapkan terhitung setidaknya hampir 2.000 angka kasus infeksi dan 181 orang meninggal karenanya. Angka-angka itu diyakini sebagian kalangan sebenarnya jauh lebih besar lagi.

Tim peneliti gabungan BMKG-UGM menduga itu akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat. Tim merekomendasikan, apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial benar-benar dapat dibatasi disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam mitigasi atau mengurangi risiko penyebaran COVID-19.

Advertising
Advertising

Warga berjemur di bawah sinar matahari di Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 3 April 2020. Hal tersebut dilakukan warga untuk memperkuat imunitas tubuh selama wabah virus Corona. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati lewat siaran pers yang dibagikannya Sabtu, 4 April 2020, mengatakan bahwa riset tim diperkuat sebelas doktor di bidang Meteorologi, Klimatologi dan Matematika, Mikrobiologi, dan Kesehatan Masyarakat UGM. Mereka melakukan kajian berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis, dan studi literatur tentang pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran COVID-19.

“Hasil kajian telah disampaikan kepada Presiden dan beberapa kementerian terkait pada 26 Maret 2020,” katanya.

Hasil kajian menunjukkan sebaran kasus COVID-19 saat outbreak gelombang pertama berada pada zona iklim yang sama yaitu pada posisi lintang tinggi atau wilayah subtropis. Kesimpulan sementara menyatakan bahwa negara-negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis.

<!--more-->

Lalu, kondisi udara ideal untuk virus corona diketahui adalah temperatur sekitar 8-10 Celsius dan kelembapan 60-90 persen. Artinya dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi merupakan kondisi lingkungan yang kurang ideal untuk penyebaran penyakit itu. Para peneliti itu menyimpulkan bahwa kombinasi dari temperatur dan kelembapan relatif sudah cukup memiliki pengaruh dalam penyebaran transmisi COVID-19.

Penelitian lain juga menemukan penyebaran optimum COVID-19 pada suhu yang sangat rendah 1–9 Celsius. Artinya semakin tinggi temperatur, maka kemungkinan adanya kasus COVID-19 harian akan semakin rendah.

"Serupa dengan virus influenza, virus Corona ini cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara dingin dan kering. Kondisi udara seperti itu juga dapat melemahkan host immunity seseorang dan mengakibatkan kerentanan terhadap virus," bunyi hasil riset.

Peneliti yang memprediksi dengan model matematis dan memasukkan kondisi demografi manusia dan mobilitasnya juga menyimpulkan bahwa iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus tersebut. Model yang sama juga menjelaskan bahwa terhambatnya penyebaran virus dikarenakan kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil.

"Akibatnya penularan virus corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung terhambat, dan akhirnya kapasitas peningkatan kasus terinfeksi untuk menjadi pandemik juga akan terhambat."

Sayangnya, semua itu bukan penentu jumlah temuan kasus infeksi terutama setelah outbreak gelombang kedua. Tim BMKG-UGM menyatakan meningkatnya kasus pada gelombang kedua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial.

Indonesia yang terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27-30 derajat Celsius dan kelembapan udara berkisar antara 70–95 persen sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk outbreak COVID-19. Namun fakta menunjukkan bahwa kasus Gelombang ke-2 COVID-19 telah menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020.

Berita terkait

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi hingga 2,5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

2 jam lalu

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi hingga 2,5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

Potensi gelombang tinggi di beberapa wilayah tersebut dapat berisiko terhadap keselamatan pelayaran.

Baca Selengkapnya

UTBK Dimulai Serentak 30 April, BMKG Prediksi Lokasi Ujian di Bandung Hujan

3 jam lalu

UTBK Dimulai Serentak 30 April, BMKG Prediksi Lokasi Ujian di Bandung Hujan

UTBK yang berlangsung dalam satu hingga dua gelombang mulai 30 April-7 Mei 2024, kemudian 14-20 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Gempa M3,7 Guncang Pangandaran Sampai Garut Pagi ini, Belum Ada Laporan Kerusakan

8 jam lalu

Gempa M3,7 Guncang Pangandaran Sampai Garut Pagi ini, Belum Ada Laporan Kerusakan

Gempa tektonik bermagnitudo 3,7 mengguncang wilayah sekitar Priangan Timur bagian selatan.

Baca Selengkapnya

Di Balik Rekor MURI Gang 8 Malaka Jaya, UTBK UNS, dan Waspada Pasca-Gempa Garut di Top 3 Tekno

9 jam lalu

Di Balik Rekor MURI Gang 8 Malaka Jaya, UTBK UNS, dan Waspada Pasca-Gempa Garut di Top 3 Tekno

Nama ketua RT ini ikut mencuat bersama inisiatif Pusat Percontohan Pencegah Krisis Planet di jalan gang di permukimannya yang dicatat MURI.

Baca Selengkapnya

Tanah Bergerak Lalu Diguncang Gempa, Garut Tetapkan Tanggap Darurat

10 jam lalu

Tanah Bergerak Lalu Diguncang Gempa, Garut Tetapkan Tanggap Darurat

Dampak gempa M6,2 di Garut tersebar di 24 kecamatan. Kerugian lebih dari Rp 2 miliar.

Baca Selengkapnya

Prediksi Cuaca BMKG untuk Jabodetabek Hari Ini, Waspada Potensi Hujan di Mana?

12 jam lalu

Prediksi Cuaca BMKG untuk Jabodetabek Hari Ini, Waspada Potensi Hujan di Mana?

BMKG memprediksi seluruh wilayah Jakarta memiliki cuaca cerah berawan sepanjang pagi ini, Senin 29 April 2024.

Baca Selengkapnya

BMKG Prakirakan Hujan Lebat Disertai Petir di Sejumlah Wilayah di Jawa Barat Sepekan Ini

18 jam lalu

BMKG Prakirakan Hujan Lebat Disertai Petir di Sejumlah Wilayah di Jawa Barat Sepekan Ini

BMKG memprakirakan adanya potensi hujan lebat disertai petir 29 April - 5 Mei 2024 di wilayah Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Usai Gempa Garut M6.2, BMKG Peringatkan Potensi Longsor dan Banjir

20 jam lalu

Usai Gempa Garut M6.2, BMKG Peringatkan Potensi Longsor dan Banjir

BMKG meminta masyarakat Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung dan Garut dan mewaspadai potensi bencana susul usai gempa bumi magnitudo 6.2.

Baca Selengkapnya

BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2.5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

21 jam lalu

BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2.5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

BMKG mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi yang berpotensi terjadi di beberapa wilayah perairan pada 28 - 29 April 2024.

Baca Selengkapnya

Gempa Mengguncang dari Laut Selatan, Wisatawan Ramai Tinggalkan Pantai Pangandaran

1 hari lalu

Gempa Mengguncang dari Laut Selatan, Wisatawan Ramai Tinggalkan Pantai Pangandaran

Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran membantah banyak wisatawan pulang mendadak dan sebabkan kemacetan pasca-guncangan gempa pada dinihari tadi.

Baca Selengkapnya