'Adu' Inovasi Lindungi Petugas Medis dari Indonesia, Israel, AS
Reporter
Tempo.co
Editor
Zacharias Wuragil
Minggu, 19 April 2020 22:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi penyakit virus corona 2019 atau COVID-19 tak hanya memacu kerja para ilmuwan di sejumlah laboratorium vaksin dan obat di dunia. Tapi juga para peneliti dan teknisi di bengkel-bengkel robotik di banyak negara. Jika fokus di laboratorium virus adalah menyelamatkan pasien, di bengkel robotik pekerjaan tertuju pada keselamatan petugas medis.
Petugas medis mendapat sorotan tersendiri dalam pandemi. Di Amerika, Indonesia, atau negara lain, situasinya serupa: risiko tertular cukup tinggi pada para perawat dan dokter yang menangani para pasien COVID-19. Terlebih dengan masalah keterbatasan alat pelindung diri. Korban pun sudah berjatuhan.
Itu sebabnya inovasi dilakukan untuk melindungi para petugas medis. Bantuan robot hanya satu dari sejumlah inovasi yang telah ditawarkan. Lainnya adalah berupa perangkat atau cara yang bisa digunakan petugas medis untuk bekerja.
Berikut ini beberapa inovasi tersebut seperti yang terekam dalam pemberitaan Tempo.co,
- COROBOT di Israel
Ini adalah satu di antara solusi robot yang dikembangkan di Israel. COROBOT bisa dioperasikan dari jarak jauh oleh staf medis menggunakan joystick atau aplikasi smartphone, dengan bantuan kamera video yang terpasang pada robot. Prototipe pertama dapat mengambil tugas-tugas seperti memindahkan obat-obatan, makanan atau peralatan.
"Pada tahap selanjutnya robot akan menggabungkan sistem komunikasi yang mencakup layar, kamera, mikrofon dan speaker, serta akan bisa bergerak dari pasien ke pasien dan mengirimkan informasi ke staf medis secara real time," kata Gil Yudilevitch dari Fakultas Teknik Aerospace Engineering.
Yudilevitch adalah ketua tim teknik mahasiswa dan alumni FIRST Program Robotika dari Reali School di Haifa, yang merancang bangun COROBOT. Dia berharap, masih akan bisa menambahkan fitur yang akan membantu dengan perawatan yang sebenarnya, seperti sensor yang akan memeriksa denyut nadi pasien dan kadar oksigen darah.
-Robot RAISA dari ITS
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berkolaborasi dengan Rumah Sakit Universitas Airlangga telah meluncurkan Robot Medical Assistant ITS-Airlangga (RAISA). Seperti yang dikembangkan di tempat lain, robot itu bisa digunakan untuk meminimalisir kontak antara petugas medis dengan pasien COVID-19 serta mengurangi kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD).
RAISA juga dikendalikan dari jarak jauh dengan joystick. Robot ini merupakan gabungan teknologi yang ada pada empat robot milik ITS sebelumnya, yakni robot sepakbola beroda (Iris), robot kapal tanpa awak (Barunastra), robot humanoid (Ichiro), dan robot untuk Kontes Robot Indonesia (KRI).
"Dengan menggandeng orang-orang medis dari RSUA, semakin melengkapi fitur pada robot yang akan dibutuhkan pasien nantinya," kata Mochamad Ashari, Rektor ITS yang juga guru besar Teknik Elektro itu.
<!--more-->
- APD Pemurni Udara Dites di UI
Alat ini melindungi bagian wajah yang dilengkapi teknologi Respirator Pemurni Udara Bertenaga Baterai atau Powered Air Purifying Respirator. Rencananya, prototipe APD RPUBB ini akan diuji coba di Rumah Sakit UI (RSUI)
"Alat ini mampu bekerja selama enam jam secara terus-menerus dan dapat disematkan pada tas atau ikat pinggang khusus dalam pengoperasiannya," katanya Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi UI, Profesor Abdul Haris dalam keterangan tertulisnya, Kamis 18 April 2020.
APD dibuat dilengkapi dengan modul pemurni udara, panel data sebagai indikator pengukur tingkat kualitas udara yang sudah tersaring, masker full face, lengkap dengan selang udara, dan modul baterai sebagai catu daya alat. Alat pelindung ini diinisiasi oleh tim peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) berkolaborasi dengan tim peneliti dari Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK).
- Bilik Swab dari Dosen UGM
Dosen Fakultas Pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Jaka Widada mengembangkan Bilik Swab untuk digunakan petugas medis memeriksa pasien terduga terinfeksi COVID-19. Dengan bilik tersebut, tenaga medis tidak perlu lagi menggunakan alat pelindung diri (APD).
Mengaku terinsipirasi daru Korea Selatan, Jaka yang memiliki bidang keahlian bioteknologi lingkungan itu melengkapi bilik dengan lampu pencahayaan di bagian dalam dan lampu center untuk swab, dan blower yang disaring dengan hepa filter—yang biasa digunakan untuk membuat ruangan bersih dan steril seperti di lab. Selain itu, Jaka juga melengkapi amplifier sederhana lengkap dengan speakernya untuk berkomunikasi dengan pasien. Sarung tangan panjang yang dipasang pun sudah berstandar medis dan dilapisi dengan handscoon yang sekali pakai.
“Penggunaannya, tenaga medis melakukan swab, kemudian handscoon itu hanya sekali pakai lalu dibuang ke tempat sampah medis, dan sarung tangan panjang dibersihkan dengan disinfektan,” kata Jaka sambil menambahkan, “karena yang harus diperhatikan itu keamanan tenaga medis dan pasien, dua-duanya harus aman.”
- Cukup Tes Sampel dari Liur di Amerika
Peneliti dari Rutgers University telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat untuk melakukan tes diagnosa penyakit virus corona 2019 atau COVID-19 melalui sampel liur atau ludah. Ini adalah sebuah pendekatan baru untuk melindungi para pekerja kesehatan atau petugas medis dari infeksi virus itu saat mengambil sampel dari setiap oranguntuk diuji.
Dengan tes liur, pasien cukup diberikan kantong plastik tempat mereka meludah beberapa kali. Kemudian, mereka menyerahkannya kembali ke petugas perawatan kesehatan untuk diproses di laboratorium. "Ini mencegah para profesional perawat kesehatan dari harus benar-benar berada di hadapan seseorang yang simtomatik ketika bekerja," ujar Andrew Brooks dari Rutgers University, Selasa 14 April 2020.
Rutgers University telah menguji keakuratan metodenya dengan mengambil sampel saliva dan swab dari 60 pasien. Hasil dari sampel air liur pasien memiliki kecocokan 100 persen dengan hasil dari penyeka atau sampel apus (swab) dari tenggorokan.