Pandemi COVID-19 Diprediksi Bertahan Sampai Dua Tahun

Reporter

Terjemahan

Sabtu, 2 Mei 2020 12:11 WIB

Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Virus corona COVID-19 diperkirakan masih akan terus menyebar setidaknya 1,5 sampai 2 tahun ke depan. Wabah penyakitnya belum akan terhenti sebelum 60 hingga 70 persen populasi penduduk di Bumi terjangkit virus itu.

Prediksi terbaru ini dikeluarkan tim di Pusat Riset dan Kebijakan Penyakit Menular di University of Minnesota, Amerika Serikat, Kamis 30 April 2020. Mereka merekomendasikan Amerika Serikat dan negara-negara lain di dunia bersiap untuk skenario terburuk bahwa gelombang kedua pandemi akan terjadi di akhir tahun nanti, musim gugur dan dingin.

Di skenario terbaik sekalipun di mana wabah virus sporadis saja selepas musim panas tahun ini dan terus berkurang mulai tahun depan, tim itu memperingatkan kalau angka kematian masih akan terjadi. “Masalah ini tidak akan berhenti sampai mereka menginfeksi 60-70 persen manusia,” kata Mike Osterholm, direktur pusat riset itu.

Prediksi, kata dia, dibuat berdasarkan pemodelan serta mengikuti pola yang terjadi dengan pandemi Fu Spanyol pada 1918. “Mereka yang mengatakan wabah sekarang ini akan cepat berlalu telah mengabaikan ilmu mikrobiologi,” kata Osterholm yang telah menulis tentang risiko pandemi selama 20 tahun terakhir dan menjadi penasihat sejumlah Presiden Amerika Serikat.

Untuk laporan tebarunya tentang pandemi COVID-19, Osterholm menulisnya bersama ahli epidemiologi dari Harvard School of Public Health, Marc Lipsitch, yang juga terkenal kepakarannya soal pandemi; eks epidemiolog di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) yang kini bergabung dengan Osterholm di University of Minnesota, Kristine Moore; dan sejarawan penulis buku “The Great Influenza" tentang pademi flu 1918, John Barry.

Advertising
Advertising

Mereka menuliskan kalau virus corona COVID-19 adalah virus baru di mana manusia belum memiliki sistem kekebalan tubuh untuk menghadapinya. Disebutkan, “Panjangnya masa pandemi sepertinya 18-24 bulan seiring dengan herd immunity (tingkat kekebalan tubuh minimal yang harus dimiliki untuk sebuah populasi akhirnya kebal infeksi virus ) berkembang di tengah populasi manusia.”

Lipsitch menambahkan, pemodelan saja tidak cuku untuk memahami bagaimana penyakit menular bisa dipatahkan. Tapi perlu juga mempelajari sejarah. Dia mencontohkan untuk pemahaman sebagian kalangan bahwa pandemi akan terhenti karena datang musim panas.

<!--more-->

Menurutnya, virus corona penyebab COVID-19 berbeda dengan virus flu musiman. "Karena masa inkubasinya yang lebih panjang, kasus penyebaran tanpa gejala yang lebih tinggi, dan angka reproduksi virus R0 yang juga lebih besar, virus ini sepertinya menyebar lebih mudah daripada flu,” kata Lipsitch.

Dalam laporannya, tim meminta pemerintah berhenti mengatakan kepada masyarakat kalau pandemik segera berakhir. Sebaliknya, diminta mempersiapkan masyarakatnya untuk wabah yang bertahan lebih lama. Tentang hal ini mereka menulis tiga skenario yang paling mungkin terjadi versi studi yang sudah dilakukan,

Skenario pertama adalah gelombang wabah sekarang ini hanya akan diikuti gelombang yang lebih kecil secara konsisten dan terus bergerak turun mulai 2021. Skenario 2, pandemi gelombang kedua akan terjadi pada akhir tahun ini, diikuti gelombang lebih lemah pada 2021—pola yang mirip dengan pandemi 1918-19 lalu.

Skenario 3 adalah apa yang disebut 'slow burn' di mana penularan terus terjadi tanpa pola yang jelas. Skenario ini belum pernah terjadi di pandemi sebelumnya. “Virus terus menjangkiti penduduk dunia tanpa perlawanan dan ke depannya belum bisa diprediksi seperti apa yang akan terjadi,” bunyi laporan tersebut.

Osterholm dkk merekomendasikan negara-negara di dunia membuat rencana berdasarkan sknario ke-2 yang disebut terburuk. Dan bukannya mengendurkan cepat-cepat pembatasan-pembatasan aktivitas sosial yang sudah dilakukan untuk mengendalikan penyebaran virus.

“Saya kira ini sebuah eksperimen yang akan mengorbankan banyak nyawa terutama di wilayah yang melakukan pelonggaran itu tanpa hati-hati dan sembrono,” kata Lipsitch.

Sebuah vaksin yang sudah teruji bisa membantu penanganan pandemi, namun laporan itu menyatakan tidak bisa cepat. “Dan kita tidak tahu tantangan apa lagi yang mungkin muncul selama pengembangan vaksin itu yang bisa menambah molor akhir pandemi.”

CNN | USA TODAY

Berita terkait

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 jam lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

6 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

13 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

15 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

1 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

8 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

9 hari lalu

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

Riset menyatakan bahwa preferensi konsumen belanja offline setelah masa pandemi mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 kali lipat.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

11 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya