Hacker Terus Serang Industri Kesehatan di AS, Ini yang Terjadi

Kamis, 4 Juni 2020 21:15 WIB

Ilustrasi hacker. (e-propethic.com)

TEMPO.CO, Jakarta - Serangan siber tanpa henti terhadap organisasi bidang kesehatan di Amerika Serikat selama dua tahun terakhir telah menyebabkan kerugian lebih dari US$ 1,8 triliun. Serangan hacker tersebut dikabarkan telah menyebabkan sebanyak lebih dari 7,8 miliar catatan konsumen bobol.

Situasi tersebut terungkap dalam laporan Consumer Identity Breach Report ForgeRock 2020. Dalam sebuah wawancara dengan Fox News,
Chief Technology Officer di ForgeRock Eve Maler menjelaskan bahwa bentuk utama serangan siber--yakni sebanyak 40 persen dari pelanggaran data tahun lalu--terjadi sebagai apa yang disebut serangan akses tidak sah.

"Akses tidak sah berarti penjahat siber benar-benar masuk ke akun online menggunakan nama pengguna dan kata sandi yang sebelumnya dicuri atau mungkin data pribadi lainnya tentang mereka," kata Maler.

Dia juga menggarisbawahi bahwa industri perawatan kesehatan adalah yang paling terpukul, dengan 45 persen serangan terjadi di sektor ini pada 2019. Hingga kini, Maler menyayangkan catatan perawatan kesehatan di Amerika dinilainya masih rentan.

"Data semakin buruk untuk kuartal pertama 2020, dan industri perawatan kesehatan sekali lagi menjadi target besar," kata Maler. Dia menambahkan, "Bahkan lebih dari 50 persen pelanggaran data sejauh ini pada 2020 adalah untuk industri perawatan kesehatan."

Data baru ini, Maler berujar, dapat meresahkan terutama karena meningkatnya permintaan untuk telemedicine dan perawatan jarak jauh di tengah pandemi Covid-19. Pakar keamanan siber mencatat bahwa peretas biasanya mengambil informasi pengenal pribadi selama serangan siber, seperti catatan perawatan kesehatan.

Menurut Maler, catatan perawatan kesehatan sangat menarik bagi penjahat dunia maya karena itu adalah data fisik. "Ini data digital. Ini data tentang tubuh Anda. Ini data tentang tempat tinggal Anda. Ini tanggal lahir Anda, informasi yang sangat berharga," kata dia.

Untungnya, Maler mengatakan, ada langkah-langkah yang dapat diterapkan konsumen untuk melindungi informasi mereka, termasuk verifikasi dua faktor. Itu berarti memberikan kata sandi dan membuktikan identitas konsumen dengan cara alternatif untuk mendapatkan penggunaan data.

Maler menyarankan konsumen untuk tidak hanya meningkatkan penggunaan otentikasi dua faktor saja, tapi juga untuk mencari penyedia yang menawarkan kesempatan menggunakan otentikasi multifaktor. Saat pandemi seperti ini dan banyak orang memulai hubungan baru dengan penyedia layanan baru, karena mereka melakukan hal-hal baru dari rumah, ini dilihat sebagai peluang untuk menopang kekuatan dan metode perlindungan.

"Anda dapat membalik lembaran baru dan memastikan mengaktifkan metode perlindungan baru yang lebih kuat dari kejahatan siber. Dan mencari cara untuk melakukannya dengan nyaman dengan penyedia layanan server yang Anda percayai," ujar Maler.

FORGEROCK'S EVE | FOX NEWS

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

6 jam lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

15 jam lalu

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

Mahasiswa Irlandia mendirikan perkemahan di Trinity College Dublin untuk memprotes serangan Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

1 hari lalu

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

Israel belum menyampaikan kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ihwal "rencana komprehensif" untuk melakukan invasi terhadap Rafah.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

1 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

1 hari lalu

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

Kepolisian Los Angeles mengkonfirmasi bahwa lebih dari 200 orang ditangkap di LA dalam gejolak demo mahasiswa bela Palestina. Bagaimana kronologinya?

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

1 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

1 hari lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

1 hari lalu

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

Seorang detektif swasta Israel yang dicari oleh Amerika Serikat, ditangkap di London atas tuduhan spionase dunia maya

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

1 hari lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya

Hamas dan CIA Bahas Gencatan Senjata Gaza di Kairo

1 hari lalu

Hamas dan CIA Bahas Gencatan Senjata Gaza di Kairo

Para pejabat Hamas dan CIA dijadwalkan bertemu dengan mediator Mesir di Kairo untuk merundingkan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya