Diteliti, Pengaruh Hindu-Budha pada Makam Muslim di Palembang
Reporter
Antara
Editor
Zacharias Wuragil
Sabtu, 5 September 2020 19:32 WIB
TEMPO.CO, Palembang - Tim Balai Arkeologi Sumatera Selatan meneliti pengaruh Hindu dan Budha pada makam-makam Muslim di Kota Palembang. Lewat penelitian itu, mereka hendak menelusuri jejak interaksi dan toleransi masyarakat pada masa awal-awal masuknya Islam di Palembang.
Arkeolog Retno Purwati mengatakan bahwa agama-agama lain tetap eksis saat Islam berkembang di Palembang pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya. Dalam perjalanannya terjadi interaksi dan akulturasi budaya yang terlihat dari ragam hias makam raja-raja Palembang.
"Meski makamnya bernuansa Islam, namun pada nisannya terdapat corak atau ornamen yang menggambarkan simbol-simbol Hindu dan Budha," kata Retno di kompleks pemakaman bersejarah Kawah Tengkurep Palembang, Sabtu 5 September 2020.
Menurutnya, makam-makam bersejarah di Palembang dari masa awal berkembangnya Islam banyak memiliki ragam hias. Yang menarik, Retno menambahkan, ragam hias tersebut memiliki corak yang sama dengan corak ornamen pada candi atau arca-arca di Jawa Timur, baik dari peninggalan Kerajaan Singasari maupun Majapahit.
Tim Balai Arkeologi Sumatera Selatan berencana melakukan penelitian hingga 15 September dengan mendatangi tujuh lokasi pemakaman bersejarah. Lokasi-lokasi menyimpan Makam Sultan Agung, Makam Panembahan, Makam Geding Suro, Makam Sabo Kingking, Makam Sultan Mansur, Makam Talang Kerangga, Makam Sultan Abdurrahman, Makam Panembahan Hamim dan Makam Pangeran Nangling.
Sejauh ini tim baru meneliti Kawah Tengkurep yang dibangun pada 1728 dan menjadi Kompleks Pemakaman Sultan Mahmud Badaruddin beserta empat isteri serta guru besarnya yakni Imam Sayid Al Idrus. Ragam hias yang ditemukan, disebutkan Retno, menggambarkan simbolisasi dari ajaran Hindu-Budha, seperti terdapat nisan bertipologi Demak Troloyo yang memiliki ornamen Surya Majapahit berupa corak sinar matahari.
"Surya Majapahit yang sebenarnya terdapat simbol matahari di tengah suryanya sebagai penggambaran dewa, namun di makam Kawah Tengkurep ini tampak suryanya lebih disesuaikan dengan ajaran Islam yakni simbol matahari diganti dengan bunga-bunga," ujarnya.
Baca juga:
Penggalian Situs Kumitir Berdasarkan Cerita Naskah Kuno, Seperti Apa?
Pada nisan makam juga ditemukan jejak kebudayaan Cina berupa motif garis-garis. Diduga, corak tersebut karena akulturasi budaya sudah cukup kuat pada masa itu. "Para pendatang dari Cina pada masa awal kesultanan lebih memilih ikut dengan budaya lokal dibandingkan menguatkan budaya yang mereka bawa," kata Retno.