3 Bukti Studi Virus Corona Li-Meng Yan, Platform Media Sosial Beda Sikap

Jumat, 18 September 2020 10:05 WIB

Peneliti tunjukkan kepada polisi tentang gejala Ebola, di laboratorium bandara Qingdao, Shandong, Cina, 11 Agustus 2014. REUTERS/China Daily

TEMPO.CO, Jakarta - Facebook dan Instagram memperingatkan kepada penggunanya mengenai video wawancara virolog Cina, Li-Meng Yan, dalam Fox News Tucker Carlson Tonight pada Selasa, 15 September 2020. Isi wawancara tentang virus corona Covid-19 mungkin dari laboratorium militer di Cina itu dilabeli memuat informasi yang salah setelah melalui proses pemeriksaan fakta independen.

Video berjudul 'Chinese whistle-blower to Tucker: This virus was made in a lab & I can prove it' itu telah dilihat lebih dari 478 ribu kali di Instagram dan dibagikan lebih dari 62 ribu kali di Facebook per Rabu. Li-Meng Yan, dalam video wawancara itu, menunjukkan kartu anggota staf di School of Public Health, University of Hong Kong.

Berbeda dari Facebook dan Instagram, Twitter memutuskan tak 'menyentuh' peredaran video yang sama di platformnya. Twitter mengaku telah meninjau unggahan serupa oleh Li-Meng dan memutuskan itu tidak melanggar kebijakannya tentang informasi yang salah mengenai Covid-19.

Terpisah, otoritas di Cina dan juga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) senada membantah teori Li-Meng yang menyatakan bahwa virus corona baru, yang kini menyebarkan wabah infeksinya di dunia, itu tidak berasal dari alam. Keduanya secara konsisten menyatakan Covid-19 melakukan lompatan dari inang hewan, yang kemungkinan besar kelelawar, di pasar basah di Wuhan.

Keyakinan itu didukung di antaranya laporan hasil penelitian yang dipublikasikan Nature Medicine, Maret lalu. "Dengan membandingkan data urutan genom jenis-jenis virus corona yang sudah diketahui, kami dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami," ujar Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute di La Jolla, California, Amerika Serikat.

Advertising
Advertising

Dr. Li-Meng Yan pada acara 'Tucker Carlson Tonight.' Kredit: Tucker Carlson Tonight

Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat, Anthony Fauci, juga meragukan pemikiran virus itu artifisial. Pada Mei 2020, dia mengatakan bahwa fakta evolusi virus pada kelelawar sangat condong ke arah virus tidak mungkin sengaja dimanipulasi. "Cara mutasinya telah berevolusi secara alami," kata penasihat virus corona Gedung Putih itu.

Baca juga:
Ahli Virologi Cina Sebut Virus Covid-19 dari Kelelawar Tapal Kuda

Sementara itu, Li-Meng membeberkan bukti dari klaimnya lewat hasil studi yang diaku dikerjakan bersama koleganya Shu Kang, Jie Guan dan Shanchang Hu. Hasil studi disebutkannya pula diterbitkan di bawah pengawasan Rule of Law Society & Rule of Law Foundation di New York, Amerika Serikat.

Simak 3 bukti yang diajukan Li-Meng Yan di halaman berikutnya

<!--more-->

Dalam studi berjudul 'Unusual Features of the SARS-CoV-2 Genome Suggesting Sophisticated Laboratory Modification Rather Than Natural Evolution and Delineation of Its Probable Synthetic Route' itu, mereka menuliskan bahwa SARS-CoV-2 menunjukkan karakteristik biologis yang tidak sejalan dengan virus zoonosis yang terjadi secara alami.

"Bukti menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 seharusnya merupakan produk laboratorium yang dibuat dengan menggunakan virus corona kelelawar ZC45 dan atau ZXC21 sebagai kerangka," tulis penelitian yang terbit di jurnal Zenodo, 14 September 2020, lalu.

Li-Meng bahkan mendalilkan, menurut bukti yang didapatnya, rute sintetis untuk SARS-CoV-2 dapat diselesaikan dalam waktu sekitar enam bulan. Apa yang kemudian direkomendasikan oleh laporan setebal 26 halaman itu adalah menekankan perlunya penyelidikan independen ke dalam laboratorium penelitian yang relevan.

Ada tiga bukti virus berbasis laboratorium berdasarkan studi itu. Pertama, urutan genomik SARS-CoV-2 mirip dengan virus corona kelelawar yang ditemukan oleh laboratorium militer di Third Military Medical University (Chongqing, Cina) dan Research Institute for Medicine of Nanjing Command (Nanjing, Cina).

Kedua, motif pengikat reseptor (RBM) di dalam protein Spike SARS-CoV-2, yang menentukan spesifisitas inang virus, mirip dengan SARS-CoV dari epidemi 2003.

Baca juga:
Masih Berpikir Virus Corona Buatan Lab? Simak Studi Baru Ini

Ketiga, SARS-CoV-2 mengandung situs pembelahan furin yang unik dalam protein Spike-nya, yang dikenal sangat meningkatkan infektivitas virus dan tropisme sel. Namun, situs pembelahan ini sama sekali tidak ada dalam kelas khusus virus corona yang ditemukan di alam.

AS | ZENODO | NEW YORK TIMES | FOX NEWS | DAILY BEAST


Berita terkait

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

10 jam lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

15 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

16 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

17 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

20 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

23 jam lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

1 hari lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya