Amerika Pilih Tes Covid-19 Deteksi Antigen, Ini Bedanya dari Antibodi dan PCR
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Sabtu, 26 September 2020 23:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini, Amerika Serikat masih yang terdepan dalam hal jumlah kematian Covid-19 dan terbelakang dalam hal kapasitas tes sampel untuk memetakan dan mengurangi tingkat penularan. Tapi itu mungkin akan segera berubah. Pada akhir Agustus lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah mengizinkan penggunaan alat tes Covid-19 seukuran kartu kredit.
Alat seharga $ 5 itu bisa mengeluarkan hasil tes hanya dalam 15 menit dan tidak perlu laboratorium ataupun mesin untuk pemrosesan sampelnya. Amerika Serikat membelanjakan uangnya senilai $ 760 juta untuk pengadaan 150 juta alat tes ini dari perusahaan kesehatan Abbott Laboratories yang bermarkas di Abbott Park, Illinois. Abbott, berdasarkan kontrak, sudah harus menyediakan 50 juta pertama dari alat itu per Oktober nanti.
Alat tes itu bekerja dengan cara mendeteksi keberadaan protein spesifik--yang disebut antigen--asal permukaan virus corona Covid-19. Alat ini juga bisa mengidentifikasi bila seseorang sedang di fase puncak infeksi, yakni ketika virus di dalam tubuhnya berada dalam jumlahnya yang tertinggi.
Sebagian kalangan meyakini penggunaan alat tes ini secara massif bisa mengubah takdir AS dalam pandemi Covid-19. Rapid test antigen telah berperan kunci dalam strategi menahan penularan Covid-19 di negara lain seperti Italia dan India.
“Membuat tes lebih cepat, murah, mudah adalah tujuan saat ini--dan saya kira tes antigen adalah cara menuju ke sana," kata Martin Burke, seorang kimiawan di University of Illinois, Urbana-Champaign, yang juga mengembangkan rapid test. Dia menambahkan, “Ini memang bukan solusi yang sempurna, tapi ini yang tercepat yang kita dapatkan saat ini."
Pemeriksaan antigen memang jauh lebih cepat dan murah daripada tes paling sempurna dengan cara deteksi RNA virus langsung menggunakan teknik yang disebut reaksi rantai polimerase (PCR). Kelemahannya, tes antigen tak se-sensitif PCR yang mampu mendeteksi jumlah SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-19, dalam jumlah yang sangat kecil.
Perbedaan di antara keduanya menerbitkan peringatan dari sebagian ahli yang khawatir tes antigen tak akan banyak membantu di banyak negara di mana penularan telah terjadi luas. Tapi yang lain memandang sensitivitas yang lebih rendah bisa digunakan sebagai pelengkap.
Baca juga:
Hasil Uji Awal Vaksin Covid-19 Novavax Paling Dipuji Ilmuwan
Selama ini, beberapa orang yang terkonfirmasi positif terinfeksi Covid-19 melalui tes PCR diketahui tidak lagi mampu menularkan virusnya kepada orang lain. Jadi, tes antigen dianggap bisa menggeser fokus untuk mengidentifikasi orang-orang yang mampu menulari yang lain (infectious).
<!--more-->
Hingga saat ini, metode tes Covid-19 dibagi menjadi dua kategori. Pertama, tes diagnostik seperti PCR dan antigen. Keduanya bekerja dengan mendeteksi bagian-bagian dari virus.
Kedua, tes antibodi. Tes ini mencari molekul yang biasa dihasilkan tubuh ketika ada infeksi virus. Banyak antibodi butuh beberapa hari berselang dari kedatangan infeksi untuk terbentuk dan sering sekali masih tinggal dalam darah selama beminggu-minggu setelah infeksi berlalu atau sembuh. Jadi tingkat akurasi tes ini terbatas.
Sebaliknya dengan tes PCR sensitivitas tinggi yang hampir 100 persen akurat dalam mendeteksi seseorang terinfeksi virus corona Covid-19 atau tidak. Tapi tes dengan alat ini membutuhkan profesional, reagen yang spesifik, dan mesin mahal yang butuh berjam-jam untuk mengeluarkan hasilnya.
Tes antigen bisa memberi hasil kurang dari 30 menit, tak butuh laboratorium, dan murah. Sama seperti tes PCR, sampelnya diambil dari swab atau usap lendir di hidung maupun tenggorokan. Beberapa perusahaan bahkan mengembangkan cara untuk bisa memeriksa sampel dari air ludah yang lebih memudahkan.
Sampel lalu dicampur dengan larutan yang berfungsi memecah virus dan membuat protein spesifiknya terlepas. Campuran larutan dan sampel lalu diteteskan ke atas kertas berisi antibodi yang telah didesain akan mengikatkan diri ke protein-protein itu--jika ada di sana. Hasil tes positif bisa dideteksi dari ikatan yang terbentuk yang biasa ditandai dengan kemunculan warna fluoresens ataupun pita gelap pada kertas.
Tapi kecepatan mengorbankan sensitivitas. Kalau tes PCR dapat mendeteksi satu molekul RNA dalam setiap mikroliter larutan, tes antigen butuh satu sampel mengandung ribuan, bahkan puluhan ribu, partikel virus per mikroliter larutan untuk bisa menyatakan hasil positif. Jadi, jika seseorang memiliki virus dalam jumlah sedikit dalam tubuhnya, hasil tes negatif yang diberikan bisa saja palsu.
Baca juga:
UGM Kembangkan Alat Tes Covid-19 Lewat Napas, Akurasi Uji 97 Persen
Sebagai ilustrasi, ketika digunakan pada sampel dari orang-orang yang sudah terkonfirmasi positif menggunakan tes PCR, alat tes antigen Abbott bisa sesuai 95-100 persen jika sampel diambil dalam seminggu sejak gejala muncul. Tapi jika sampel diambil lebih dari seminggu, hasil positif yang diberikan turun ke 75 persen. Itu sebabnya deteksi antigen bisa memberi hasil negatif palsu tapi bisa cukup bisa digunakan untuk identifikasi masa puncak infeksi.
MUHAMMAD AMINULLAH | ZW | NATURE | FDA