Di Lab, Protein Paku Virus Corona Ketahuan Bisa Berubah 10 Bentuk
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Zacharias Wuragil
Selasa, 29 September 2020 11:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi baru melaporkan bahwa protein paku pada virus corona Covid-19 bisa berubah setidaknya menjadi 10 bentuk berbeda untuk menempel dan menginfeksi sel manusia. Sejak awal pandemi lalu, para ilmuwan sudah bisa dengan cepat mengidentifikasi struktur berbentuk seperti paku itu sebagai taget pengembangan vaksin atau obat lain.
Namun, masih banyak ilmuwan yang tidak tahu tentang interaksi antara spike protein itu dan 'doorknob' di bagian luar sel manusia yang disebut protein ACE2 tersebut. Misalnya, mereka tidak yakin langkah perantara apa yang diambil protein untuk memulai proses peleburan, dan kemudian membuka sel, yang akhirnya membuang materi virus ke dalam sel.
Peneliti pascadoktoral dari Structural Biology of Disease Processes Laboratory, Francis Crick Institute, Inggris, Donald Benton, mengatakan kalau protein paku virus corona adalah fokus dari begitu banyak penelitian saat ini. "Memahami bagaimana fungsinya sangat penting, karena ini adalah target dari sebagian besar upaya vaksinasi dan banyak pekerjaan diagnostik juga," ujar dia seperti dilaporkan Live Science, Senin, 28 September 2020.
Untuk memahami proses infeksi, Benton dan timnya mencampur protein ACE2 manusia dengan spike protein di laboratorium. Mereka kemudian menggunakan etana cair yang sangat dingin untuk membekukan protein dengan cepat sehingga menjadi tersuspensi dalam bentuk es khusus.
Sampel tersebut kemudian diletakkan di bawah mikroskop cryo-elektron dan memperoleh puluhan ribu gambar resolusi tinggi dari spike protein yang dibekukan pada berbagai tahap pengikatan ke reseptor ACE2. Yang terlihat adalah spike protein mengalami perubahan bentuk.
Setelah spike protein mengikat pertama, strukturnya menjadi lebih terbuka yang memungkinkan lebih banyak pengikatan--analoginya seseorang akan lebih mudah memeluk orang jika membuka lengannya. Spike protein akhirnya mengikat ACE2 di ketiga situs pengikatannya yang mengungkapkan 'inti pusatnya'. Struktur akhir ini memungkinkan virus untuk bergabung dengan membran sel.
Baca juga:
Mutasi Virus Corona Bikin Cepat Menyebar, Pakar: Bukan Lebih Ganas
Benton menjelaskan, hal itu merupakan proses pengikatan reseptor yang sangat rumit dibandingkan dengan kebanyakan spike protein virus lain. Dia membandingkan dengan virus flu biasa dan HIV yang disebutnya memiliki proses aktivasi yang lebih sederhana.
<!--more-->
"Virus corona ditutupi spike protein, dan kemungkinan hanya sebagian kecil yang mengalami perubahan konformasi ini, mengikat sel manusia dan menginfeksi," kata Benton.
Antoni Wrobel, juga penulis utama penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada 17 September 2020 ini, menerangkan, spike protein bisa mengadopsi semua keadaan. "Tetapi apakah masing-masing paku mengadopsi semuanya, kami tidak dapat mengatakannya karena kami hanya dapat melihat jenis foto," kata dia.
Menurut Wrobel, spike protein sangat cepat berubah di laboratorium. Senyawa itu dapat berubah menjadi semua konformasi berbeda dalam waktu kurang dari 60 detik. Namun, dia memberi catatan, ini akan sangat berbeda dalam infeksi yang sebenarnya. "Semuanya akan lebih lambat karena reseptor akan menempel di permukaan sel sehingga pasien harus memberikan waktu bagi virus untuk berdifusi ke reseptor ini."
Namun mengapa spike protein mengalami banyak perubahan konformasi untuk menginfeksi sel? Menurut Benton, ini mungkin cara virus melindungi dirinya sendiri dari pengenalan oleh antibodi. "Ketika spike protein dalam keadaan tertutup, ia menyembunyikan situs yang mengikat reseptor, mungkin untuk menghindari antibodi masuk dan mengikat situs itu," katanya.
Tapi, kali ini Wrobel berpendapat, itu juga masih sangat sulit untuk diketahui. Bagaimanapun, dia menambahkan, penelitian ini mengungkapkan lebih banyak permukaan pada spike protein yang terpapar selama infeksi--karena berbagai bentuk mengungkapkan permukaan yang pernah dianggap tersembunyi.
Dengan itu, para peneliti kemudian berpotensi mengembangkan vaksin untuk menargetkan permukaan virus itu. "Kami kemudian dapat mulai memikirkan tentang terapi yang akan cocok di suatu tempat baik di permukaan reseptor atau di suatu tempat di spike itu sendiri yang kemudian bertindak sebagai obat," kata Wrobel menjelaskan.
Baca juga:
Mutasi Virus Corona Jadi Lebih Menular Terdeteksi di Indonesia
Baik Benton maupun Wrobel juga berharap dengan mencari tahu mengapa virus corona mengalami begitu banyak perubahan konformasi, bagaimana perbandingannya dengan virus corona lain dan apakah perubahan ini, dapat membantu menjelaskan mengapa virus baru ini menyebar dengan mudah.
LIVE SCIENCE | NATURE