Jepang Tunda Buang 1,2 Juta Ton Air Terkontaminasi Radioaktif
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 26 Oktober 2020 06:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jepang menunda keputusannya menentukan nasib sekitar 1,2 juta ton air terkontaminasi bahan radioaktif dalam 1.000-an tangki di bekas kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi. Opsi yang sudah disiapkan adalah akan membuang air itu ke laut di Samudera Pasifik.
"Kami harus mendengarkan suara-suara yang menentang," kata Menteri Industri Jepang, Hiroshi Kajiyama, dalam rapat gugus tugas, Jumat 23 Oktober 2020
Air tersebut bekas digunakan untuk mendinginkan reaktor pasca tsunami merusak pembangkit itu pada 2011--kecelakaan nuklir terburuk kedua setelah Chernobyl pada 1986. Jumlahnya diperhitungkan mendapat tambahan setiap hari karena air hujan dan air tanah yang memasuki situs PLTN juga menjadi terkontaminasi.
Dengan laju penambahan rata-rata 160 ton per hari sepanjang tahun lalu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) memperkirakan kapasitas eksisting akan penuh pada pertengahan 2022. Ini sebabnya Pemerintah Jepang dilaporkan hendak menyetujui strategi mengalirkan air itu ke laut, seperti yag direkomendasikan para ilmuwannya. Pelepasan akan dimulai sekitar 2022 dan akan berlanjut selama puluhan tahun.
Laporan itu segera memicu keberatan dari kelompok nelayan Jepang dan telah mengundang ancaman Cina melarang impor makanan laut dari Jepang. Lalu, kenapa Pemerintah Jepang sampai senekat itu? Seperti apa dampaknya untuk lingkungan dan kesehatan manusia?
Sebagian besar dari air eksisting dalam tangki-tangki itu disebutkan telah mengalami penyaringan dari 62 macam bahan kontaminan radioaktif. Pemerintah Jepang dan operator PLTN Fukushima Daiichi yaitu Perusahaan Listrik Tokyo (TEPCO) meyakinkan bahwa bahan radionuklida utama yang tersisa adalah tritium.
Francis Livens dari University of Manchester, Inggris, menjelaskan sangat sulit menyaring tritium yang merupakan isotop radioaktif hidrogen dari air. TEPCO mengaku telah mencari teknologi yang bisa menyaring tritium, tapi mereka mendapati kebanyakan metode tidak efektif untuk konsentrasi tritium yang rendah di dalam tangki. Livens malah mengatakan sebagian besar PLTN melepas begitu saja isotop ini.
Baca juga:
Pembuang Limbah Radioaktif di Perumahan BATAN Indah Masih Teka Teki
Ken Buesseler di Woods Hole Oceanographic Institution, Falmouth, Massachusetts, mengatakan tritium ringan sehingga diperkirakannya dari Fukushima, Jepang, bisa mencapai jarak sejauh pantai barat Amerika dalam dua tahun. Untungnya, kata dia, tritium relatif tak berbahaya untuk kehidupan di laut karena paparan partikel energi rendahnya tak banyak merusak sel-sel hidup.