Studi: Angka Kematian Kasus Serangan Jantung IMA-EST Menurun
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Zacharias Wuragil
Selasa, 27 Oktober 2020 20:12 WIB
Berdasarkan studi yang dilakukan, keberhasilan itu diukur dari penurunan angka kematian dini dari pasien dengan penyakit tersebut. Indikasinya adalah peningkatan jumlah tindakan kateterisasi jantung dan berkurangnya angka keterlambatan terapi pembukaan sumbatan pembuluh darah koroner atau terapi reperfusi.
"Peningkatan performa tersebut berhubungan dengan penurunan tingkat kematian dini pasien IMA-EST," ujar Surya Dharma, ketua tim studi itu, dalam keterangan tertulis, Selasa 27 Oktober 2020. Surya dan tim melakukan pengamatan selama 8 tahun di Rumah Sakit Pendidikan, Jakarta, dan hasilnya dipublikasikan dalam jurnal Coronary Artery Disease pada Agustus 2020.
IMA-EST merupakan salah satu jenis sindrom koroner akut, kondisi berupa penyumbatan pembuluh darah arteri jantung sehingga jantung menjadi kekurangan oksigen. Pada IMA-EST, pembuluh darah pasien tersumbat secara total. Jika tidak segera ditangani, maka kerusakan serius pada otot-otot jantung dapat terjadi.
Ada 7.208 pasien IMA-EST yang dirawat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita antara 2011 dan 2018, tapi hanya 6.016 pasien yang dilibatkan dalam studi hingga analisis akhir atau sekitar 83 persen. Rata-rata pasien itu berusia 56 tahun, 86 persennya berjenis kelamin laki-laki, dan 64,3 persen memiliki faktor risiko merokok.
Dibandingkan dengan periode 2011-2014, pasien pada periode 2015-2018 lebih banyak yang masuk rawat di luar jam kerja (68 persen vs 39 persen). Kelompok pasien yang sama memiliki onset gejala 7-12 jam (29,7 persen vs 24,2 persen), datang tanpa disertai gagal jantung akut (73,7 persen vs 68,4 persen), serta dirujuk melalui proses transfer antar rumah sakit (51 persen vs 15,1 persen).
Selama sewindu pengamatan di RS tersebut, penggunaan kateterisasi jantung meningkat secara bermakna dari 37,9 persen pada 2011 menjadi 71 persen pada tahun 2018. "Tidak hanya itu, proporsi pasien yang tidak mendapat terapi pembukaan sumbatan pembuluh darah koroner menurun dari 56,2 menjadi 29 persen," kata Surya.
Baca juga:
Truk Proyek Bikin Viral, Komodo Tak Selalu Hidup di Pantai
Rata-rata waktu yang dibutuhkan sejak pasien datang ke rumah sakit hingga tindakan kateterisasi (door to device time) juga lebih singkat pada periode 2015-2018 (72 menit) dibandingkan periode 2011-2014 (97 menit). Hal ini membuktikan bahwa tindakan kateterisasi jantung mampu meningkatkan angka survival pasien IMA-EST yang tampak dari penurunan angka kematian rumah sakit dari 7,9 menjadi 6,5 persen.
Studi yang juga mengikutsertakan Frans Van de Werf, penulis tamu dari Department of Cardiovascular Sciences, KU Leuven, Belgia, ini menyebutkan, sekitar 30 persen pasien IMA-EST datang dengan onset keluhan 7-12 jam. "Pada pasien kelompok onset lanjut ini, sebaiknya segera dilakukan terapi fibrinolitik ketika masih berada di rumah sakit asal dengan onset gejala lebih dini," kata Surya.
Sama seperti kateterisasi, terapi fibrinolitik ini juga bertujuan untuk mengembalikan aliran darah pada pembuluh darah yang tersumbat. Namun, jika kateterisasi merupakan terapi pembukaan sumbatan pembuluh darah koroner mekanik, fibrinolitik termasuk terapi dengan menggunakan obat.
"Terapi fibrinolitik umumnya digunakan di rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas kateterisasi sebelum akhirnya pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas tersebut," kata lulusan dokter dari Universitas Sumatera Utara itu.
Menurut studi, ada beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan penggunaan dan kualitas terapi pembukaan sumbatan pembuluh darah koroner pada rumah sakit tanpa fasilitas kateterisasi jantung. Upaya tersebut antara lain mengedukasi pada dokter jaga dan perawat yang bekerja di IGD agar mampu melakukan terapi fibrinolitik, serta mempercepat waktu door-in to door-out (waktu yang dihabiskan pasien selama berada di rumah sakit asal) sehingga periode iskemik total dapat diminimalkan.
Mengingat luaran klinis pasien IMA-EST sangat dipengaruhi oleh waktu, Surya mengingatkan, program kampanye kepada publik mengenai tanda dan gejala serangan jantung akut, serta sosialisasi nomor kegawatdaruratan medik (119) harus dilakukan sebagai bagian dari program sistem jejaring IMA-EST. Itu semua memungkinkan pasien untuk mendapat pertolongan medis sesegera mungkin.
Baca juga:
6 Dosen Ekonomi Positif Covid-19 di Universitas Ini, Satu Meninggal