Studi Simpulkan Bakteri Pembunuh Sesungguhnya di Pandemi Flu 1918
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 28 Oktober 2020 18:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti dan dokter kini setuju kalau bakteri, bukan virus influenza, penyebab utama kematian di pandemi flu 1918. "Upaya-upaya untuk menangkal pandemi flu ke depannya--flu burung maupun yang lain--harus memperhitungkan dan menyiapkan stok antibiotik," kata John Brundage, ahli mikrobiologi medis di Armed Forces Health Surveillance Center di Silver Spring, Maryland, Amerika Serikat.
Brundage dan timnya memilah di antara jumlah, catatan medis, dan pola infeksi dari periode 1918 dan 1919 lalu. Pandemi yang dikenal sebagai flu Spanyol itu hingga kini dikenang sebagai yang paling mematikan sepanjang sejarah manusia modern karena menjangkiti sepertiga penduduk dunia saat itu dan puluhan juta orang meninggal.
Seperti dipaparkan dalam makalah yang telah dipublikasikan dalam jurnal Emerging Infectious Disease edisi Agustus lalu, Brundage dkk benar menemukan tersebarnya infeksi jenis turunan virus flu yang menyapu banyak bagian dunia saat itu. Tapi, mereka tidak mendapati virus itu di balik sebagian besar kasus kematian yang ada.
Penelitian Brundage dan timnya mendapati bakteri penyebab pneumonia yang 'menunggangi' kasus flu yang ringan yang jadi penyebab kematian mayoritas dari 20-100 juta korban pandemi itu.
"Kami setuju sepenuhnya kalau bakteri pneumonia memainkan peran besar dalam angka kematian pandemi 1918," kata Anthony Fauci, Direktur National Institute for Allergy and Infectious Disease di Bethesda, Maryland, AS.
Fauci adalah juga penulis artikel ilmiah lain yang dipublikasikan dengan kesimpulan sama. Penelitiannya dilakukan timnya terhadap jaringan paru-paru yang diawetkan milik 58 korban pandemi flu Spanyol 1918.
Sudah dipahami selama ini bahwa pneumonia menyebabkan kebanyakan kematian dalam sebuah wabah flu. Infeksi sekunder, begitu istilahnya. Para dokter mulai menyadari hal itu pada akhir abad ke-19. Penggunaan antibiotik seperti penisilin kemudian mulai digunakan para dokter untuk membantu menekan angka kematian pasien wabah flu sejak 1942, setelah penemuannya pada 1928.
Baca juga:
Kasus Covid-19 India Nyaris 8 Juta, yang Meninggal Hampir 120 Ribu
"Tapi ini tidak berarti virus flu tidak berbuat apa-apa," kata Jonathan McCullers, ahli infeksi bareng bakteri-virus influenza di St Jude Children’s Research Hospital di Memphis, Tennessee, AS.
Dari risetnya, McCullers mengungkapkan, influenza menghancurkan sel di saluran pernapasan, menyediakan rumah dan makanan untuk bakteri yang datang menjajah sel kemudian. Puncaknya, ketika sistem imun sudah kewalahan melawan infeksi virus, bakteri merajalela.
<!--more-->
Meskipun begitu, jumlah korban yang sangat besar pada 1918 membuat banyak ahli mikrobiologi mempertimbangkan ulang peran dari bakteri itu. Beberapa menunjuk yakin kepada virus sebagai pembunuh utama.
Terbukti ketika ilmuwan yang bekerja untuk pemerintah AS membangkitkan kembali jenis virus flu 1918 pada 2015 lalu, virus itu mampu membunuh sel-sel dalam cawan petri di laboratorium dan membuat tikus percobaan jatuh sakit. "Pandemi 1918 memang dan jelas sekali unik dan telah diyakini luas sebagai peristiwa alami paling mematikan yang terjadi sepanjang sejarah manusia," kata Brundage.
Tapi, untuk mengkaji ulang kesimpulannya, Brundage dan Dennis Shanks dari Australian Army Malaria Institute di Enoggera, Queensland, menguliti literatur dan rekam medis dari 1918 dan 1919. Hasilnya, semakin mereka teliti, semakin bakteri muncul sebagai pembunuh sesungguhnya.
Sebagai contoh, jika memang supervirus bertanggung jawab untuk kematian terbesar, seseorang yang terinfeksi seharusnya meninggal dengan cepat. Atau, setidaknya untuk kebanyak kasus mengikuti progres yang serupa.
Namun, Shanks dan Brundage menemukan sedikit yang meninggal di hari ketiga gejalanya muncul. Kebanyakan berahan lebih dari seminggu. "Intinya adalah kami berpikir virus influenza diperlukan--tapi tidak cukup--untuk menyebabkan sebagian besar kematian itu sendirian," kata Brundage.
Saat ini, sebagian ahli kesehatan dunia bersiap menghadapi pandemi flu berikutnya dengan menggunakan pandemi 1918 sebagai panduan. Artinya, mereka mengantisipasi kehadiran supervirus yang mematikan.
Baca juga:
Melonjak, Hampir 500 Ribu Orang Amerika Tertular Covid-19 dalam Seminggu
Virus flu burung H5N1 diduga mampu membunuh manusia tanpa bantuan bakteri, tapi itu dipandang karena jenis virus ini belum sepenuhnya beradaptasi dalam tubuh manusia. "Jika H5N1 bisa melakukan adaptasi itu, bakteri mungkin memainkan peran yang lebih besar untuk angka kematiannya," kata McCullers sambil menyarankan para ahli jangan berfokus hanya kepada virus.
Anthony Fauci yang berada dalam satuan tugas bentukan Pemerintah AS untuk menyiapkan diri menghadapi pandemi flu di masa depan mengakui mempertimbangkan yang sama. "Ide untuk menimbun vaksin dan antibiotik untuk bakteri sedang dikaji secara serius."
NEW SCIENTIST | CIDRAP | LIVESCIENCE