Ini Sebab Vaksin Pfizer Sulit Sampai ke Pelosok Indonesia
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 16 November 2020 16:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak rumah sakit dan pemerintah negara bagian di Amerika Serikat telah mulai memburu freezer ultradingin. Mereka bersiap untuk vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin yang dikembangkan Pfizer yang telah menyodorkan klaim awal efektivitas lebih dari 90 persen.
Vaksin Pfizer, yang berbasis mRNA, memang mensyaratkan penyimpanan -70 derajat Celsius. Suhu ini jauh lebih dingin daripada yang dibutuhkan dalm penyimpanan kebanyakan jenis vaksin lainnya, yang cukup disimpan dalam kulkas (2-8 derajat Celsius).
Gelombang pembelian freezer ultradingin itu sudah mulai terlihat meski Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), pada Kamis 12 November 2020 mengumumkan, kedatangan pertama vaksin itu masih dalam jumlah sangat terbatas. Itu artinya dosis bisa langsung digunakan untuk vaksinasi, belum perlu fasilitas freezer itu.
Di banyak negara di luar Amerika Serikat, Michael Head, peneliti senior di Global Health, University of Southampton, Inggris, memprediksi, distribusi adalah satu faktor yang bakal menjadi kompleks dari kandidat Vaksin Covid-19 buatan Pfizer karena spesifikasi freezernya itu.
Dia menjelaskan bahwa vaksin adalah produk yang rapuh. "Vaksin perlu disimpan pada suhu spesifik, dan beberapa bahkan sensitif terhadap cahaya sehingga menuntut dikemas dalam ampul berkaca gelap sepanjang transportasi dilakukan," katanya seperti dikutip dari The Conversation, 10 November 2020.
Kondisi penyimpanan yang tepat harus dijaga sepanjang perjalanan sampai ke titik lokasi penyuntikan di mana penerima sudah siap dengan lengan bajunya yang sudah digulung. Saat itu petugas vaksinasi atau perawat akan membuka pintu kulkas atau wadah pendingin untuk ekstrak dosis imunisasi yang dibutuhkan.
Sebagai contoh, katakanlah vaksin harus dikirim ke sebuah kampung atau desa di Papua, dan vaksin datang dari Amerika Serikat. Rantai distribusi dingin sudah harus dilakukan sejak meninggalkan pabriknya, dimuat ke kendaraan transportasi, dan dibawa ke sebuah lokasi penyimpanan dekat bandara di mana pesawat akan bertolak menuju Indonesia.
Vaksin dalam media penyimpan ultradinginnya lalu masuk pesawat dan ikut terbang. Sesampainya di Jakarta, dipindahkan lagi ke sebuah lokasi penyimpanan dekat Bandara Soekarno-Hatta. Dari sana, vaksin diangkut lagi ke Papua, dan dipindahkan lagi ke lokasi penyimpanan dekat bandara di sana.
Baca juga:
Indonesia Buka Peluang Gunakan Calon Vaksin Covid-19 dari Pfizer
Dari sini, vaksin didistribusikan lebih jauh dengan kendaraan, atau bahkan harus menyambung dengan berjalan kaki sebelum sampai ke kampung yang dimaksud.
Rute distribusi ini tidak baru dan mungkin pernah dijalani pula. Masalahnya, jumlah lokasi penyimpanan ultradingin yang dibutuhkan untuk menjaga kualitas vaksin itu.
<!--more-->
Itu memberi tantangan ekstra untuk urusan transportasi dan logistik karena membutuhkan peralatan khusus yang dikenal sebagai freezer suhu ultradingin--seperti yang biasa didapati di fasilitas riset khusus atau bank biologi. Belum lagi, ada dua kali penyuntikan yang harus dilakukan di dua periode berbeda.
Kalau penyimpanan tidak sesuai dengan suhu yang direkomendasikan, Kusnandi Rusmil, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, yang juga ketua tim riset uji klinis vaksin Sinovac di Bandung, memperingatkan, "Vaksin bakal rusak."
Perlengkapan wajib yang harus disediakan termasuk kotak pendingin portable di kabin belakang truk atau minibus 4x4, atau sebuah tas dengan pendingin yang bisa dijinjing. Mereka berisi kantong pembeku atau freezer packs untuk menjaga vaksin tetap berada di suhu ultradingin sebelum siap untuk diberikan kepada warga yang membutuhkan.
Menurut Head, sebagian pemerintahan di dunia akan sangat berhitung tentang berapa banyak jenis fasilitas itu yang akan mereka butuhkan dan beli. Dia menghitung harga per unit fasilitas itu di kisaran beberapa ribu poundsterling (di retail di AS dilaporkan harganya 5-15 ribu dollar) plus ongkos operasional 500-750 poundsterling per tahun.
Sebagai ilustrasi, 1 Poundsterling hampir setara Rp 19 ribu saat ini. "Jumlah keseluruhannya bisa sangat besar dan mungkin di luar jangkauan pemerintahan tertentu," kata dia.
Secara terpisah, Pfizer mengumumkan akan memproduksi 1,3 miliar dosis vaksinnya itu bekerja sama dengan perusahaan Jerman, BioNTech, pada akhir 2021. Tapi, kelompok The Global Justice Now mengungkapkan, sebanyak lebih dari 80 persen di antaranya telah diijon kepada sejumlah negara kaya di dunia.
"Sebanyak satu miliar dosis telah dibeli pemerintahan kaya yang hanya mewakili 14 persen penduduk global," kata kelompok yang berbasis di Inggris itu pada pekan lalu.
Pemborongnya adalah Uni Eropa yang telah meneken kontrak pembelian 200 juta dosis dan opsi untuk tambahan 100 juta dosis, Inggris Raya dengan 40 juta dosis, dan Amerika Serikat dengan 100 juta dosis dan opsi 500 juta dosis lagi.
Baca juga:
Harapan dari Vaksin Pfizer, Ini 4 Pertanyaan yang Belum Terjawab
“Pfizer akan menawarkan sebagian dosis yang diproduksinya untuk negara berkembang lewat fasilitas COVAX global, tapi ini hanya mewakili sebagian kecil produksinya," kata Global Justice Now.
BUSINESS INSIDER | FIERCEPHARMA | ANADOLU