Lonjakan Covid-19 di Sejumlah Daerah, Dua Ahli Menilai Berbeda Capaian Vaksinasi

Senin, 7 Juni 2021 16:23 WIB

Seorang pasien berbaring di kursi menunggu masuk ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah, Rabu, 2 Mei 2021. Angka kasus positif Covid-19 di Kudus melonjak pasca Lebaran dan membuat keterisian tempat tidur rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) di Kudus juga sudah penuh. ANTARA /Yusuf Nugroho

TEMPO.CO, Jakarta- Beberapa wilayah di Indonesia dilaporkan mengalami lonjakan kasus Covid-19, salah satunya di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Juru bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito menyebut kenaikan kasus positif Covid-19 di wilayah tersebut meningkat lebih dari 30 kali dalam sepekan.

Selain di Kabupaten Kudus, wilayah lain di Jawa Tengah yang mengalami lonjakan infeksi Covid-19 adalah Kota Semarang, Demak, Kendal. Kemudian Kabupaten Tegal, Karanganyar, Wonogiri, Purbalingga, Pati, Grobogan, dan Jepara.

Guru besar biologi molekuler dari Universitas Airlangga (Unair) Chairul Anwar Nidom menjelaskan beberapa kemungkinan penyebab melonjaknya kasus infeksi yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu. “Varian baru, tapi belum tahu apakah dominasi dari varian dari luar negeri atau ada varian dalam negeri yang belum terungkap atau baru,” ujar dia saat dihubungi, Senin, 7 Juni 2021.

Yang lebih jelas, menurutnya adalah longgarnya pelaksanaan protokol kesehatan yang disebabkan karena jenuhnya masyarakat dalam menghadapi pandemi. Juga perihal tidak jelasnya kebijakan pemerintah yang saling tumpang tindih serta penggunaan vaksin—yang awalnya dihiperbolakan bahwa vaksin suatu pengendalian yang mujarab untuk pandemi, yang menyebabkan masyarakat abai karena merasa sudah vaksinasi.

Nidom juga mengkritik program vaksinasi yang ditujukan untuk memgejar herd immunity (jumlah suntikan), tanpa memperhatikan kualitas kekebalan yang ditimbulkan. “Anehnya, Kemenkes malah mengimbau masyarakat tidak perlu menguji antibodi vaksinasi secara mandiri.”

Advertising
Advertising

Pimpinan dari laboratorium Profesor Nidom Foundation itu juga menilai vaksinasi saat ini sudah kurang efektif mengendalikan virus Covid-19. Alasannya, kecepatan munculnya varian-varian baru. Para peneliti international pun disebutnya mulai memperhatikan adanya faktor antibody dependent enhanchement (ADE).

Tidak ada cara lain, menurut Nidom, masyarakat harus kembali memperketat protokol kesehatan #pakaimasker yang standar, juga #jagajarak dan rajin #cucitangan. Dia juga meminta agar mulai memperhatikan komorbid—penyakit penyerta—yang dimiliki masing-masing, dan memperkuat sistem pertahanan tubuh dengan rempah empon-empon.

“Sebaiknya masyarakat juga uji antibodi dan protektivitas hasil vaksinasi secara mandiri. Agar tahu kualitas vaksunasi yang diterima,” katanya menyarankan.

Untuk pemerintah, Nidom meminta agar memperkuat kembali 3T (testing, tracing, dan treating), dan memberdayakan semua laboratorium dalam mengawal pengendalian pandemi. Selain itu, dia juga menyarankan agar para pejabat kesehatan dan kepala daerah banyak membaca literatur dan sigap mengambil langkah.

Dimulai dari pejabat dan kepala daerahnya, dia mengatakan, “Masyarakat menjadi paham dengan varian virus.”

Nidom juga menyarankan agar pemerintah jeda program vaksinasi untuk melakukan evaluasi antibodi yang dihasilkan dari progam vaksinasi menggunakan vaksin-vaksin selama ini. “Kalau hasilnya terlalu kecil atau sedikit, ganti dengan platform vaksin yang sesuai,” tutur Nidom.

Sejumlah pasien COVID-19 yang dijemput dari desa-desa tiba di rusun karantina bakalankrapyak Kudus, Jawa Tengah, Minggu, 6 Juni 2021. Sebanyak 90 pasien COVID-19 di Kudus yang melakukan isolasi mandiri di rumah dipindahkan ke tempat karantina terpusat di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah guna mendapatkan penanganan yang lebih terarah. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Epidemiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Tonang Dwi Ardyanto, berpendapat lonjakan bahkan ledakan kasus di beberapa daerah tempat justru harus mendorong program vaksinasi Covid-19 lebih kuat. Menurutnya, vaksinasi di Indonesia masih belum seberapa dibandingkan total penduduk.

Untuk itu, dosen tetap ilmu patologi klinik di UNS itu menyarankan, sebaiknya Kementerian Kesehatan menampilkan data-data secara rinci, agar meminimalkan salah paham. Selama ini, yang ditampilkan baru data target tahapan, bukan target program atau total penduduk.

“Dengan menjelaskan rincian data, akan jelas tergambar bahwa faktor vaksinasi belum kuat pengaruhnya dalam penanggulangan Covid-19. Sebaliknya, kita juga bisa belajar ke kondisi India,” tutur Tonang.

Berita terkait

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

7 jam lalu

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

Kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2024 di ITB memuncaki Top 3 Tekno Tempo hari ini, Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

18 jam lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

1 hari lalu

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

Peneliti Unair berhasil mengukir namanya di kancah internasional dengan meraih best paper award dari jurnal ternama Engineered Science.

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

1 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

1 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Menteri Nadiem: Unair PTN Terbaik Pertama Sebagai Badan Hukum

1 hari lalu

Menteri Nadiem: Unair PTN Terbaik Pertama Sebagai Badan Hukum

Universitas Airlangga (Unair) meraih penghargaan terbaik pertama kategori Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum dari Mendikbud-Ristek.

Baca Selengkapnya

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

2 hari lalu

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

Arab Saudi mewajibkan jemaah calon haji memenuhi kriteria vaksinasi dan mendapatkan izin resmi.

Baca Selengkapnya