Pakar Sebut Mutasi Virus Covid-19 Menggila Karena Diprovokasi, Apa Maksudnya?

Senin, 21 Juni 2021 23:01 WIB

Ambulans bersiap memasuki Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin, 14 Mei 2021. Total pasien Covid-19 di RSD Wisma Atlet pada hari Senin mencapai 5.028 orang. ANTARA/M Risyal Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Covid-19 'menggila' karena provokasi yang dilakukan terhadap SARS-CoV-2, virus corona penyebab penyakit itu. Dampak lonjakan kasus yang terjadi tak terkecuali tampak pada anak-anak.

Pendapat itu disampaikan Guru Besar Biologi Molekuler dari Universitas Airlangga (Unair), Chairul Anwar Nidom. “Provokasi ini maksudnya adalah upaya membunuh virus, misalnya dengan vaksinasi atau pemberian disinfeksi,” ujar dia saat dihubungi, Senin 21 Juni 2021.

Nidom menerangkan bahwa saat ini Covid-19 seperti seolah-olah ditantang, sehingga mengalami mutasi yang tidak terkendali. Selain itu, kata Ketua Tim Laboratorium Professor Nidom Foundation (PNF), virus ini masih baru dan belum stabil, sehingga belum ada satu pun cara yang diketahui bisa betul-betul mengatasinya.

“Semakin panik menghadapi situasi saat ini, akan semakin marak virus ini,” tutur profesor dari Fakultas Kedokteran Hewan Unair ini mengingatkan.

Nidom menyarankan beberapa langkah di antaranya menghentikan sementara vaksinasi dengan alasan virus merasa terancam yang membuatnya bermutasi tidak terkendali. Tujuannya, untuk evaluasi total melibatkan semua bidang keilmuan dengan harapan melahirkan strategi baru program vaksinasi yang lebih efektif.

Advertising
Advertising

Dia merujuk kepada terminologi vaksin saat ini yang sudah melekat pada masyarakat bahwa itu senjata pamungkas, sehingga menjadikan masyarakat longgar dan abai. "Apalagi ditambahi ucapan-ucapan pejabat yang berkonotasi vaksin untuk menuntaskan," katanya.

Selain itu, Nidom juga menyarankan agar dilakukan lockdown total. Kalau pun tidak memungkinkan, dia meminta agar pemerintah melakukan lockdown kepulauan, khususnya untuk pulau Jawa-Madura, dan Bali. “Dan tentunya tetap menerapkan protokol kesehatan 5 M secara ketat dan disiplin—masker, masker, masker, masker, dan mpon-mpon,” kata Nidom menambahkan.

Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menanggapi pendapat Nidom dengan menyatakan tak mungkin menghentikan vaksinasi meski hanya sementara. "Saya rasa ini kondisi pandemi dan vaksinasi adalah salah satu upaya menurunkan angka kematian dan kesakitan," katanya.

Nadia menambahkan, WHO sebagai badan kesehatan dunia juga merekomendasikan tetap melakukan vaksinasi dan malah meminta untuk dipercepat. "Kita mau seperti Eropa dan Amerika Serikat yang vaksinasinya sudah hamipr 90 persen, dan membuat kasus turun dari 300 ribu sampai hanya 12 ribu sehingga sudah bisa buka masker."

Pernyataan Nadia sejalan dengan sejumlah publikasi studi terbaru dari Inggris Raya--kawasan yang telah dilanda penularan Covid-19 varian baru Alpha dan kini Delta. Studi-studi itu menyebut vaksin Covid-19 yang ada saat ini memang tak mampu sepenuhnya melindungi dari re-infeksi, tapi peluangnya berhasil ditekan dan efektif melindungi dari gejala infeksi yang berat (rawat inap). Terutama untuk pemberian dosisnya yang lengkap.

Adapun lonjakan kasus baru Covid-19 di tanah air saat ini mulai terjadi selepas libur Lebaran yang lalu. Pemerintah telah berusaha mengantisipasinya lewat larangan mudik dan penertiban di tempat-tempat wisata juga pusat belanja.

Lonjakan yang tetap terjadi tampak di antara dalam data Kementerian Kesehatan pada 8 Juni 2021 yang mencatat sebanyak 229.079 anak Indonesia yang terinfeksi Covid-19 dan 620 orang meninggal. Jika berdasarkan umur, 0-5 tahun dengan kasus 52.482 dan meninggal 292 anak. Kemudian 6-18 tahun dengan kasus 176.597 dan meninggal 328.

Berdasarkan data nasional saat ini, proporsi kasus positif Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun sebesar 12,5 persen. Artinya, 1 dari 8 kasus konfirmasi itu adalah anak dengan 50 persen kasus kematian Covid-19 anak adalah balita.

Baca juga:
Covid-19 pada Anak Meningkat Pesat, Pakar Beri Peringatan

Catatan:
Artikel ini telah diperbarui pada Selasa 22 Juni 2021, pukul 12.00 WIB, dengan menambahkan keterangan dari Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi. Terima kasih

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

18 jam lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

2 hari lalu

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

Kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2024 di ITB memuncaki Top 3 Tekno Tempo hari ini, Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

2 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

2 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

2 hari lalu

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

Peneliti Unair berhasil mengukir namanya di kancah internasional dengan meraih best paper award dari jurnal ternama Engineered Science.

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

3 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

3 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

3 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

3 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Menteri Nadiem: Unair PTN Terbaik Pertama Sebagai Badan Hukum

3 hari lalu

Menteri Nadiem: Unair PTN Terbaik Pertama Sebagai Badan Hukum

Universitas Airlangga (Unair) meraih penghargaan terbaik pertama kategori Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum dari Mendikbud-Ristek.

Baca Selengkapnya