20 Tahun Radar Jepang di Kototabang, Peran Penting Mitigasi Bencana

Reporter

Antara

Senin, 20 September 2021 20:24 WIB

Radar Atmosfer Khatulistiwa di Kototabang, Sumatera Barat. dok.LAPAN

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengakui Radar Atmosfer Khatulistiwa atau Equatorial Atmosphere Radar (EAR) yang dibangun Jepang di Kototabang, Agam, Sumatera Barat, telah berperan penting memantau dinamika atmosfer di Indonesia. Radar itu bisa memberikan informasi dalam memperkuat kemampuan mitigasi bencana hidrometeorologi.

"Kolaborasi riset khususnya terkait EAR ini sangat penting bagi kita untuk bisa memahami atau meningkatkan pemahaman atas dinamika cuaca dan iklim di negara kita yang berada di khatulistiwa," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam Simposium Internasional Lapan BRIN - Kyoto University dalam rangka HUT ke-20 EAR di Jakarta, Senin 20 September 2021.

Dalam simposium mengangkat tema tentang Atmosfer Khatulistiwa itu, Handoko menjelaskan bahwa EAR adalah radar atmosfer yang dioperasikan pada frekuensi tengah sebesar 47 MHz. EAR dirancang untuk mengukur kecepatan angin dan turbulensi vertikal dan horizontal di troposfer dan stratosfer bawah. Batasnya adalah hingga ketinggian 20 kilometer dengan resolusi waktu dan ketinggian tinggi masing-masing kurang dari 1 menit dan 150 meter.

Handoko menuturkan, manfaat dari penggunaan EAR sangat signifikan bagi masyarakat karena pemahaman mitigasi bencana hidrometeorologi memerlukan kajian dan studi berbasis ilmu pengetahuan yang sangat komprehensif. Infrastruktur riset EAR disebutnya membantu menyediakan kajian dan studi tersebut. "Selain itu, EAR yang sudah beroperasi sejak 2001 juga telah menyediakan data yang bersifat jangka panjang," katanya.

Pelaksana tugas Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Erna Sri Adiningsih mengungkap kalau berbagai riset dan hasil ilmiah serta data telah dihasilkan melalui pemanfaatan fasilitas riset EAR sejak peluncuran operasionalnya pada 2001. Masyarakat, kata dia, bisa merasakan manfaatnya melalui perbaikan di dalam konteks metode untuk memprediksi perubahan iklim global, "dan dinamika atmosfer secara global khususnya yang punya karakteristik daerah-daerah tropis seperti Indonesia."

Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) Kyoto University, Jepang, membangun Radar Atmosfer Ekuator itu tepatnya di Observatorium Atmosfer Khatulistiwa di Kototabang. Pengoperasian EAR didasarkan pada nota kesepahaman antara RISH dan Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, yang sebelumnya bernama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Presiden Kyoto University Nagahiro Minato menyebutkan EAR ini adalah fasilitas riset terbesar dari RISH Kyoto University yang berada di luar Jepang. "Terima kasih, ini semua terwujud berkat kolaborasi yang kuat dengan LAPAN,” katanya dalam simposium melalui pesan video, seperti dikutip dari website LAPAN.

Dituturkan pula dalam laman itu bahwa RISH sedang mempromosikan proyek penelitian besar terbarunya “Study of the coupling processes in the solar-terrestrial system”. Studi bertujuan mempelajari respons terhadap input energi matahari di magnetosfer, ionosfer, atmosfer tengah, dan troposfer di atas wilayah Indonesia.

RISH dan BRIN berencana memasang The Equatorial Middle and Upper Atmosphere (EMU) Radar yang bertujuan untuk mempelajari dan menangkap aliran energi dan material yang terjadi di semua rentang ketinggian atmosfer khatulistiwa atau dikenal sebagai air mancur khatulistiwa tersebut. Hasil pengamatan akan diarsipkan dalam database, yang akan dibuka secara luas kepada masyarakat internasional dengan memanfaatkan sistem pertukaran metadata yang dinamakan Inter-University Upper Atmosphere Global Observation NETwork (IUGONET).

"RISH dan BRIN akan melanjutkan kolaborasi ilmiah ini untuk jangka waktu yang lama, dan akan menghasilkan manfaat dari penelitian kami yang berkontribusi pada studi lingkungan Bumi," bunyi keterangan yang menyertai rencana tersebut.

Advertising
Advertising

ANTARA, LAPAN

Baca juga:
Pantas Nelayan Takut, Begini Kemampuan Radar dan Rudal Kapal Perang Kunming Cina

Berita terkait

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

9 jam lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Jepang Kucurkan Rp4,7 Miliar untuk Bantu Dukung Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Narapidana Teroris di Nusakambangan

17 jam lalu

Jepang Kucurkan Rp4,7 Miliar untuk Bantu Dukung Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Narapidana Teroris di Nusakambangan

Jepang berharap bisa memperkuat dukungan rehabilitasi yang tepat bagi para narapidana terorisme di Lapas Nusakambangan.

Baca Selengkapnya

Jangan Coba Kasih Tip ke Staf Hotel atau Restoran di Dua Negara Ini, Bisa Dianggap Tak Sopan

17 jam lalu

Jangan Coba Kasih Tip ke Staf Hotel atau Restoran di Dua Negara Ini, Bisa Dianggap Tak Sopan

Layanan kepada pelanggan di restoran dipandang sebagai bagian dari makanan yang telah dibayar, jadi tak mengharapkan tip.

Baca Selengkapnya

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

1 hari lalu

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

1 hari lalu

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat

Baca Selengkapnya

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

1 hari lalu

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.

Baca Selengkapnya

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

2 hari lalu

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

Kawasan Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi diisi 10 ribu spesies tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

2 hari lalu

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN melakukan penelitian untuk mengidentifikasi indikator potensi gempa bumi di Sumatera bagian paling selatan.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

2 hari lalu

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

Menurut peneliti BRIN, suhu panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini kategorinya suhu tinggi, bukan gelombang panas atau heatwave.

Baca Selengkapnya

'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

2 hari lalu

'Bintang Jatuh' Terlihat di Yogyakarta dan Sekitarnya, Astronom BRIN: Itu Meteor Sporadis

Aastronom BRIN menyebut fenomena adanya bintang jatuh di Yogyakarta dan sekitarnya itu sebagai meteor sporadis.

Baca Selengkapnya