INUKI Versus BRIN di Obyek Vital Nuklir: dari Temuan BPK sampai Nasib Pasien

Minggu, 21 Agustus 2022 10:00 WIB

Direktur Utama PT INUKI Heri Heriswan dan jajaran karyawan beberapa saat setelah diusir paksa dari gedung kantornya oleh BRIN pada Jumat, 19 Agustus 2022. YouTube

TEMPO.CO, Jakarta - Konflik antara Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN dengan institusi atau peneliti yang terkait dengan lembaga riset sebelum era integrasi BRIN kembali mencuat. Kali ini konflik melibatkan PT INUKI (Industri Nuklir Indonesia), perusahaan yang dilahirkan oleh Batan Tenaga Nuklir atau Batan untuk membantu memasyarakatkan produk teknologi nuklir yang bisa dikomersilkan.

Dalam video berjudul INUKI versus BRIN yang diunggah di media sosial YouTube pada Jumat 19 Agustus 2022 diketahui telah terjadi penutupan paksa gedung kantor perusahaan itu yang berada di ring 1 kawasan Science Techno Park Habibie, Serpong, Tangerang Selatan. Seluruh orang yang berada di dalamnya diusir dan dilarang membawa serta barang selain milik pribadi.

Video juga disertai keterangan yang turut beredar dari Direktur Utama PT INUKI, Heri Heriswan, yang dikutip mengatakan, "Kami diusir dan dibajak secara biadab." Heri menyebutkan yang terjadi adalah episode baru ribut Inuki-BRIN. "Jika semula tidak boleh produksi, kemudian dilanjutkan barang tidak boleh keluar-masuk. Kali ini, orang gak boleh masuk," kata dia.

Sedangkan dalam video berdurasi sekitar 9 menit 25 detik dia memaparkan distribusi radio isotop dan radiofarmaka untuk sejumlah rumah sakit terdampak oleh penutupan gedung kantor secara tiba-tiba tersebut. Menurutnya, BRIN harus bertanggung jawab jika nyawa pasien tak tertolong karenanya. "Jadi ini bukan lagi kepetingan INUKI saja," katanya.

Pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran BRIN, Muhammmad Subekti, menyatakan mengetahui isi video serta penyataan-pernyataan dari Heri tersebut. Dalam penuturan yang disampaikannya saat dihubungi, Sabtu 20 Agustus 2022, ribu-ribut tak lepas dari temuan BPK RI pada tahun ini tentang utang piutang antara PT INUKI dan eks Batan yang kini telah melebur menjadi BRIN.

Utang piutang disebutnya terakumulasi sejak 2014, atau periode kelahiran PT INUKI dari sebelumnya bernama PT Batan Teknologi. Saat itu INUKI menerima hibah dari Batan berupa pengalihan tiga pusat penelitian yang mempunyai potensi komersial yaitu fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka, fasilitas produksi elemen bakar nuklir serta fasilitas jasa teknik yang ada di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang kini menjadi Science Techno Park Habibie.

Advertising
Advertising

Gedung yang digunakan PT INUKI di kawasan fasilitas ketenaganukliran yang termasuk obyek vital negara di Serpong, Tangerang Selatan. Dok. INUKI

Dalam catatan Tempo.co, temuan BPK pada tahun ini menyebut kebijakan pengelolaan piutang jangka panjang lainnya dari eks Batan menimbulkan kewajiban jangka pendek kepada PT INUKI (Persero) sebesar Rp. 8.975.788.800. Subekti membenarkannya, dan menyebut INUKI memiliki kewajiban yang hampir setara terhadap Batan atau kini BRIN.

"Mereka tidak melakukan perawatan atas modal dasar fasilitas-fasilitas yang telah mereka terima dan gunakan. BPK juga menemukan mereka yang tidak membayar sewa. Itulah yang menimbulkan utang kepada Batan sejak 2014," tutur Subekti. Adapun utang Batan muncul karena menunda pembayaran produksi elemen bakar atau bahan bakar untuk tiga reaktor riset miliknya dari INUKI dengan harapan piutang didapat terlebih dulu.


Dianggap ancaman di obyek vital negara

Dari penyelesaian terhadap temuan BPK itu, BRIN kemudian sekaligus mengevaluasi keberadaan PT INUKI. BUMN itu dipersyaratkan meneken nota kesepahaman baru, kali ini dengan BRIN, sebagai dasar atau payung hukum kerja sama pasokan bahan bakar reaktor ataupun bidang lain ke depannya.

Nota kesepahaman tentu membawa kewajiban baru untuk PT INUKI yang dalam penuturan Subekti harus ada tanggung jawab tentang pengelolaan infrastruktur yang ada di kawasan BRIN. Peraih gelar doktor dari Kyushu University, Jepang, ini merujuk misalnya terhadap masalah keamanan nuklir di kawasan obyek vital negara tersebut. Juga dalam hal pengusahaan secara komersial dan penyelesaian kewajiban oleh PT INUKI.

Kesediaan INUKI untuk tunduk kepada MoU baru yang dijalin dengan BRIN itulah, yang menurut Subekti, yang masih ditunggu hingga akhirnya penutupan paksa dilakukan. Alasannya, tanpa ada dasar atau payung hukum kerja sama tersebut, INUKI dianggap tak semestinya berada dan beraktivitas di gedung kantornya yang sekarang.

"Jadi bukan hanya soal utang-piutang, tapi posisi INUKI dalam kawasan menjadi ancaman bagi kami juga," katanya sambil menambahkan, "Ini perusahaan tidak ada sangkut pautnya dengan BRIN, tapi berada di dalam kawasan...mereka tidak mau kerja sama dengan BRIN, jadi kami melihat itu sebagai ancaman...karena obyek vital nuklir itu kan harus strict."

Kawasan obyek vital nuklir di Puspiptek atau kini Science Techno Park, Serpong, Tangerang Selatan. Dok. Bapeten


BRIN mencari alternatif

Subekti mengklaim telah berusaha membawa INUKI ke kesepakatan yang baru dengan memberikan opsi-opsi terkait penyelesaian utang piutang. Termasuk dengan tindakan tegas menutup pengiriman radioisotop untuk industri yang menggunakan perusahaan ketiga. Lalu, izin pengusahaan zat farmaka INUKI dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) juga telah dicabut per Januari lalu. Namun, INUKI belum bersedia meneken MoU dengan BRIN.

Subekti mengaku tidak tahu alasannya. "Padahal kalau mau menandatangani MoU, besok juga bisa kerja lagi." Kata dia, proyek pemerintah untuk fabrikasi bahan bakar reaktor juga bisa kembali didapat INUKI. Menurutnya, BRIN bisa mengimpor sendiri bahan bakar itu dari Rusia, Amerika, Argentina, Korea dan banyak alternatif negara lain jika putus hubungan dengan INUKI.

Sedangkan produksi radiofarmaka dan radioisotop untuk medis akan dialihkan ke BUMN lainnya, Kimia Farma, ataupun perusahaan swasta murni karena Kimia Farma tak mencakup produksi radioisotop yang untuk industri. "Sudah ada yang tertarik, dan kami bisa saja berikan kepada INUKI," katanya mengaku masih berharap hubungan bisa dijalin kembali. Ditambahkannya, "Bagaimanapun kami sedih juga dengan situasi ini karena INUKI berasal dari Batan."

Soal pencabutan izin INUKI oleh Bapeten, Subekti menambahkan, "Jadi kalau mereka masih distribusi ke rumah sakit, untuk kebutuhan pasien, seperti yang disebutkan dalam video di media sosial, mereka pasti impor dari luar negeri."

Baca juga:
Konflik juga pernah terjadi antara BRIN dengan peneliti di Eijkman


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

10 jam lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

13 jam lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

1 hari lalu

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

1 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

1 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

2 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

2 hari lalu

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

Penghuni rumah dinas Psupiptek Serpong mengaku pernah melaporkan BRIN ke Kejaksaan Agung atas dugaan penyalahgunaan aset negara

Baca Selengkapnya

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

3 hari lalu

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

Pensiunan Puspitek menyatakan Menristek saat itu, BJ Habibie, menyiapkan rumah dinas itu bagi para peneliti yang ditarik dari berbagai daerah.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

3 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

3 hari lalu

BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan pada BRIN Arywarti Marganingsih mengatakan perumahan Puspitek, Serpong, tak bisa jadi hak milik.

Baca Selengkapnya