Konvensi Biodiversitas PBB: Ini Seruan dan Harapan Masyarakat Adat di Dunia

Senin, 12 Desember 2022 20:05 WIB

Orpha Yosua (duduk paling kiri), perwakilan masyarakat adat dari Papua, dalam konferensi pers di Hotel10 Montreal, Kanada, paralel dengan agenda Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB atau CBD COP15, Jumat 9 Desember 2022. Foto: Greenpeace

TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan masyarakat adat Papua dan Papua Barat menghadiri Konvensi Biodiversitas PBB (CBD COP15) yang sedang berlangsung di Montreal, Kanada, 3-17 Desember 2022. Bersama masyarakat adat dari sejumlah negara seperti Brasil, Republik Demokratik Kongo, Kanada, dan Kamerun, mereka menyerukan perlindungan keanekaragaman hayati dan hak-hak masyarakat lokal atau masyarakat adat di dalamnya.

“Kami yang paling tahu betapa berharganya hutan kami dan bagaimana cara menjaganya," kata Orpha Yosua, perempuan dari suku Namblong, Papua, dalam konferensi pers bersama yang mereka gelar di Hotel10 Montreal, 9 Desember 2022, paralel dengan agenda CBD COP15--dikutip dari siaran pers Greenpeace Indonesia.

Bca juga: Seruan dari Lahan Food Estate Singkong untuk Pemimpin Dunia di COP27 dan G20

Advertising
Advertising

Dalam kesempatan itu Orpha menyuarakan perjuangan masyarakat adatnya melawan PT Permata Nusa Mandiri (PNM), perusahaan kelapa sawit yang hendak berinvestasi di Distrik Nimbokrang, Jayapura. Perusahaan tersebut ditengarai secara ilegal membabat hutan yang menjadi sumber hidup masyarakat adat.

"Pemerintah harus mengakui hak-hak kami, dan kami akan melanjutkan menjaga hutan dan tanah kami. Bukan hanya untuk kami, tapi juga makhluk lainnya di bumi,” kata Orpha lagi.

Dari konferensi pers bersama itu diungkap kalau sejak zaman dahulu kala, komunitas masyarakat adat telah hidup dalam harmoni dengan alam. Masyarakat adat, yang jumlahnya hanya 5 persen dari seluruh populasi dunia, berkontribusi melindungi 80 persen keanekaragaman hayati dunia yang masih tersisa–-terlepas dari berbagai kekerasan dan kriminalisasi terhadap praktik-praktik tradisional mereka.

Mereka juga menyerukan negara-negara menggeser paradigma kolonial yang berpusat pada ekstraksi alam, dan mengubah pendekatan kebijakan ke arah perlindungan alam dengan menjunjung hak-hak masyarakat adat. Mereka berharap masyarakat adat selalu dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan, terlebih yang menyangkut tanah tempat tinggal mereka.

“Kami berharap COP15 akan mengakui hak-hak kami dan akan membuka lebih banyak ruang untuk kami bisa terlibat dalam proses pembuatan kebijakan,” kata Dinamam Tuxá, perwakilan masyarakat adat dari Brasil.

Pengurus Dewan Adat Knasaimos Papua Barat, Arkilaus Kladit, juga berharap Konvensi Biodiversitas COP15 dapat menjadi forum yang mendukung perjuangan hak-hak masyarakat adat. Arkilaus sebelumnya memperjuangkan status hutan desa di Sorong Selatan demi melawan pembalakan.

Dari perjuangan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan status hutan desa pada 2014. “Prinsip kami adalah hutan itu terbatas. Seketika hutan rusak, anak-anak kami ke depan tidak bisa hidup,” kata Arkilaus.

Sekar Banjaran Aji, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia dan hadir di Montreal, menilai Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB tahun ini menjadi momen yang akan menentukan bagaimana kebijakan negara-negara dalam satu dekade ke depan melindungi alam dan keanekaragaman hayati. Dia mengingatkan kepada isi laporan PBB bahwa ada satu juta spesies yang terancam punah di seluruh dunia saat ini.

“Alam kita dalam kondisi krisis dan membutuhkan perlindungan," katanya sambil menambahkan, "Dan indikator suksesnya negosiasi adalah seberapa besar mereka menempatkan masyarakat adat dan pengetahuan mereka sebagai inti dari setiap kebijakan dan aksi.”

Baca juga: Yang Gagal, Berhasil, dan yang Baru dari COP27 Mesir

Dalam konteks Indonesia, Sekar melanjutkan, pemerintah mestinya memperkuat perlindungan masyarakat adat. Salah satunya dengan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang pembahasannya mandek sejak 2009. Tapi, sayangnya, dalam CBD COP15, delegasi Pemerintah Indonesia sudah lebih dulu menyatakan tak setuju dengan prinsip 30×30, atau target global untuk melindungi setidaknya 30 persen daratan dan 30 persen area laut hingga 2030.


Berita terkait

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

6 jam lalu

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

Kawasan Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi diisi 10 ribu spesies tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Perjalanan Bisnis Sepatu Bata hingga Tutup Pabrik, Kawasan IKN Kebanjiran

17 jam lalu

Terpopuler: Perjalanan Bisnis Sepatu Bata hingga Tutup Pabrik, Kawasan IKN Kebanjiran

Terpopuler: Perjalanan bisnis sepatu Bata yang sempat berjaya hingga akhirnya tutup, kawasan IKN kebanjiran.

Baca Selengkapnya

Massa Aksi Desak Bank Setop Beri Pendanaan Buat Energi Kotor Seperti Batu Bara, Mengapa?

1 hari lalu

Massa Aksi Desak Bank Setop Beri Pendanaan Buat Energi Kotor Seperti Batu Bara, Mengapa?

Energi kotor biasanya dihasilkan dari pengeboran, penambangan, dan pembakaran bahan bakar fosil seeperti batu bara.

Baca Selengkapnya

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

1 hari lalu

Pengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel

Menteri Luar Negeri Turkiye sangat yakin pengakuan banyak negara terhadap Palestina sebagai sebuah negara akan menjadi pukulan telak bagi Israel

Baca Selengkapnya

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

2 hari lalu

Delegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara

Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

2 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

2 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

2 hari lalu

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

Dubes Palestina untuk Austria menilai upaya membahas Gaza pada forum PBB tidak akan berdampak pada kebijakan AS dan Eropa yang mendanai genosida.

Baca Selengkapnya

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

3 hari lalu

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

Jika perang terus berlanjut selama sembilan bulan, kemajuan yang dicapai selama 44 tahun akan musnah. Kondisi itu akan membuat Gaza kembali ke 1980

Baca Selengkapnya

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

3 hari lalu

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

Tema World Water Forum ke-10 di Bali berkaitan dengan sejumlah tujuan UNICEF. Salah satunya soal akses air bersih untuk anak-anak di daerah.

Baca Selengkapnya