Studi di Jepang: Covid Mungkin Menular dari Jenazah Pasien

Sabtu, 17 Desember 2022 02:59 WIB

Pemakaman jenazah dengan protokol pasien Virus Corona. REUTERS/Willy Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Studi terbaru dari Jepang ini menguatkan alasan protokol yang pernah ada: pemakaman pasien Covid yang meninggal tak bisa ditemani anggota keluarga dan kerabat. Sejumlah besar virus corona dapat bertahan hidup dalam tubuh pasien terinfeksi yang telah meninggal, bahkan berhari-hari, dan bisa menyebar dari sana.

Risiko penularan disebutkan berlaku terutama bagi mereka yang menangani atau bekerja dengan jasad atau jenazah pasien, seperti ahli patologi, pemeriksa medis dan pekerja di panti jompo di mana banyak kematian karena Covid-19 mungkin terjadi.

Baca juga: Covid-19 Terkini, 300 Subvarian Omicron, dan Batuk Kronis

Advertising
Advertising

Penularan dari jasad korban meninggal memang bukan faktor utama dalam pandemi Covid-19. Namun, setiap anggota keluarga yang berduka diminta tetap berhati-hati. "Di beberapa negara, orang-orang yang meninggal karena Covid-19 dibiarkan tak dikunjungi atau tak boleh dibawa pulang," kata Hisako Saitoh, peneliti dari Chiba University, Jepang.

Dia yang mempublikasikan dua studi terbaru tentang fenomena penularan infeksi virus corona Covid-19 dari jasad yang sudah mati ini. Menurutnya, "Saya kira ini sebuah pengetahuan yang publik harus pahami."

Beberapa studi sebelumnya telah menemukan jejak virus corona penyebab Covid-19 dalam jasad hingga 17 hari setelah kematian pasien. Sedangkan apa yang dilakukan Saitoh dan timnya lebih jauh lagi, yakni menunjukkan kalau jasad itu mungkin membawa jumlah virus yang signifikan untuk bisa menulari mereka yang masih hidup.

Riset itu belum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, tapi para ahli lain--di luar kelompok Saitoh--menilai kedua studi dikerjakan dengan baik dan hasilnya begitu meyakinkan.

Para ahli tetap menekankan bahwa risiko dari pasien yang masih hidup untuk menyebarkan infeksi virus corona jauh lebih besar daripada potensi penyebaran dari jasad yang sudah tak bernyawa. Dan jika pun infeksi dari jasad bertanggung jawab untuk penambahan kasus baru Covid-19 yang luas, "kita pasti sudah memantaunya kan?" kata Vincent Munster, virolog dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Amerika Serikat.

Namun kehati-hatian tetap disuarakan Munster atas sumber-sumber penularan yang ada. Ini juga seperti yang disampaikan Angela Rasmussen, peneliti di Vaccine and Infectious Disease Organization di University of Saskatchewan, Kanada.

Studi pada Jasad Manusia dan Hamster

Studi oleh Saitoh dan timnya mengikuti perubahan kebijakan di Jepang tentang bagaimana perlakuan bagi jenazah pasien Covid-19. Semula, setiap anggota keluarga yang berduka diminta menjaga jarak dari jenazah dan menghindarkan kontak--atau bahan melihatnya. Jenazah juga direkomendasikan dibungkus dalam kantong kedap udara dan segera dikremasi dalam 24 jam.

Panduan itu sudah diubah per Mei lalu yang mengizinkan anggota keluarga boleh melihat kerabatnya yang meninggal karena Covid, meski "hanya dalam sebuah ruangan bebas infeksi di rumah sakit."

Baca juga: Covid-19 Omicron BN.1 Sudah Masuk Indonesia, Ini Data Kemenkes

Perubahan tuntunan itu yang sebagian mendorong Saitoh mencari tahu apa yang terjadi pada virus dalam tubuh setelah kematian pasien. Dia dan koleganya mengamati sampel dari hidung dan paru-paru dari 11 pasien korban meninggal karena Covid-19.

Hasilnya, mereka menemukan konsentrasi tinggi virus masih bertahan dalam enam dari 11 jenazah, bahkan 13 hari setelah kematian. Saitoh mengaku terkejut dengan konsentrasi virus yang tak berbeda dari pasien yang masih hidup tersebut. "Tapi apa yang paling mengejutkan adalah hasil dari eksperimen pada hewan," katanya.

Dalam eksperimen itu didapati hamster yang sudah mati setelah beberapa hari terinfeksi virus corona ternyata masih dapat menularkan infeksinya ke pasangannya di dalam kandang yang sama. Pada manusia juga, kata Saitoh, penularan paling mungkin ketika pasien meninggal tak lama setelah positif terinfeksi. "Ketika jumlah virus dalam tubuh masih tinggi," katanya

Studi itu menemukan ada lebih banyak virus yang bertahan dalam paru-paru daripada di saluran pernapasan atas. Ini menuntun kepada peringatan bagi mereka yang mengerjakan otopsi harus ekstra hati hati ketika bekerja dengan organ paru-paru. Saitoh lalu merujuk ke sebuah studi di Thailand yang pernah melukiskan seorang petugas forensik tertular infeksi diduga saat bekerja.

Gas yang terbentuk dalam tubuh seseorang yang sudah meninggal dan ke luar termasuk lewat mulut juga disebutkan mungkin membawa penularan Covid-19.

Jenazah yang masih mampu menyebarkan penularan virus bukan tanpa preseden. Yang paling terkenal, pemakaman telah memicu wabah luas virus Ebola di Afrika.

NYTIMES


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Diduga Dibuang di Jalanan Shibuya, Album SEVENTEEN Duduki Puncak Tangga Lagu Jepang

1 jam lalu

Diduga Dibuang di Jalanan Shibuya, Album SEVENTEEN Duduki Puncak Tangga Lagu Jepang

Album SEVENTEEN menduduki peringkat pertama tanggal album utama di Jepang, tapi baru-baru ini viral video album itu dibuang

Baca Selengkapnya

Sensasi Menyantap Daging Yakiniku dalam Jyubako

18 jam lalu

Sensasi Menyantap Daging Yakiniku dalam Jyubako

Yakiniku yang disajikan dalam Jyubako atau bento box memberikan kesan menarik dengan makanan yang bervariasi, kaya nutrisi, dan terkontrol porsinya.

Baca Selengkapnya

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

23 jam lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

68 Tahun Lalu Penemuan Penyakit Minamata di Jepang Pertama Kali

1 hari lalu

68 Tahun Lalu Penemuan Penyakit Minamata di Jepang Pertama Kali

Hari ini, 68 tahun lalu, Jepang menemukan penyakit epidemi yang disebut Minamata. Apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

Kasus Terbaru Peretasan Game Pokemon, Jual Monster 4 Bulan Raup Jutaan Yen

1 hari lalu

Kasus Terbaru Peretasan Game Pokemon, Jual Monster 4 Bulan Raup Jutaan Yen

Faktanya, ini bukan kasus pertama karena peretasan data dalam game-game Pokemon merajalela di antara pemain curang.

Baca Selengkapnya

Masjid Indonesia Nagoya di Jepang Mulai Dibangun, Selesai 2025

1 hari lalu

Masjid Indonesia Nagoya di Jepang Mulai Dibangun, Selesai 2025

Masjid Indonesia Nagoya sudah memasuki tahap pembangunan. Nilai proyek masjid Indonesia ini sekitar Rp 9,9 miliar.

Baca Selengkapnya

2 WNI Dapat Penghargaan Bintang Jasa Musim Semi 2024 dari Jepang

1 hari lalu

2 WNI Dapat Penghargaan Bintang Jasa Musim Semi 2024 dari Jepang

2 WNI mendapat penganugerahan bintang jasa musim semi 2024 karena jasa-jasa mereka dalam memperkokoh hubungan Jepang dan Indonesia

Baca Selengkapnya

Yen Merosot, Kunjungan Wisatawan Asing ke Jepang Makin Tinggi

1 hari lalu

Yen Merosot, Kunjungan Wisatawan Asing ke Jepang Makin Tinggi

Pemerintah Jepang pun optimistis bakal bisa melampaui target 2025 yaitu 32 juta pengunjung asing pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Preview Timnas U-23 Jepang vs Irak di Semifinal Piala Asia U-23 2024

2 hari lalu

Preview Timnas U-23 Jepang vs Irak di Semifinal Piala Asia U-23 2024

Duel Timnas U-23 Jepang vs Irak akan tersaji pada babak semifinal Piala Asia U-23 2024 di Stadion Jassim Bin Hamad, Doha, Qatar pada Selasa dinihari.

Baca Selengkapnya

Pemandangan ke Gunung Fuji Ditutup Pembatas Tinggi, Jengkel Turis Nakal

3 hari lalu

Pemandangan ke Gunung Fuji Ditutup Pembatas Tinggi, Jengkel Turis Nakal

Jepang memasang tembok pembatas yang menghalangi turis berfoto dengan latar belakang Gunung Fuji.

Baca Selengkapnya