TEMPO.CO, Jakarta - Kasus-kasus Covid-19 telah benar-benar berubah sejak Omicron terdeteksi setahun yang lalu. Meski infeksinya lebih ringan daripada varian-varian sebelumnya, kekhawatiran tetap berkembang karena kemampuannya menyebar lebih cepat dan membawa mutasi yang menjadikannya tak dikenali imun tubuh dan vaksin yang sudah ada.
Badan Kesehatan Dunia atau WHO belakangan memperingatkan kalau sudah ada lebih dari 300 subvarian Omicron yang menyebar saat ini. Sebanyak 95 persen di antaranYa adalah subvarian Omicron BA.5 dan 20 persen di dalamnya adalah BQ.1.
"Subvarian-subvarian itu sangat mirip satu sama lain," kata Maria van Kerkhove, epidemiolog penyakit menular yang juga Ketua Tim Penyakit Baru dan Zoonosis di Program Kedaruratan Kesehatan WHO, lewat akun media sosial Twitter 3 November 2022. Ditambahkannya, "Kita membutuhkan surveillance, sekuensing dan berbagi data yang lebih baik sehingga analisis cepat dan pasti bisa dikerjakan secara reguler."
Sejak kemunculan Omicron pula gejala-gejala Covid-9 turut berubah. Gejala klasik seperti hilangnya indera perasa dan pembau sudah bukan lagi indikator kalau seseorang terinfeksi virus penyebab Covid-19. Dengan Omicron, gejala umumnya berganti batuk, yang gejala ini bisa berkembang menjadi batuk kronis atau bronchitis.
Merasa cepat lelah juga kerap muncul pada orang-orang dengan aktivitas rutin sehari-hari, seperti halnya juga sakit kepala, demam, hidung meler dan tenggorokan gatal. Adapun radang biasanya ada dalam keluhan kesulitan menelan dan pegal-pegal yang secara medis dikenal dengan odynophagia.
Khusus bronchitis, menurut NHSInform, gejala utamanya adalah batuk yang kering--yang pendek-pendek namun sering. Menandai kalau terjadi peradangan pada saluran napas di paru-paru, yang menyebabkannya iritasi.
"Biasanya batuknya akan mengangkat lendir hijau-kuning, meski ini tidak selalu terjadi," bunyi keterangan.
British Medical Journal melaporkan pada awal 2022: tracheo bronchitis karena Omicron menyebabkan sekresi yang tidak terjadi pada infeksi Delta. "Sekresi ringan ini sering kali ditelan kembali oleh para pasien."
Sebuah studi dari University of Hong Kong menemukan pada tahun ini kalau Covid-19 varian Omicron berlipatganda sekitar 70 kali lebih cepat dalam jaringan bronkus dibandingkan varian-varian sebelumnya. Sebaliknya di jaringan paru-paru, 10 kali lebih lambat, yang mengindikasikan lebih rendah tigkat keparahan infeksinya.
Itu diperkuat dengan observasi dokter, di antaranya Sonam Solanki, konsultan pulmonologi dan brokoskopis di Rumah Sakit Masina, Mumbai, India. Menurut amatannya, infeksi Omicron lebih ringan sakitnya namun lebih lama. "Meski gejalanya lebih ringan, para pasien masih merasakan gejalanya untuk periode yang lebih panjang," kata dia.
Para ahli mengkonfirmasi kalau batuk kronis atau bronkitis yang berkepanjangan setelah infeksi di saluran pernapasan atas sering ditemukan, bersama dengan rasa cepat lelah yang juga tak pulih.
LIVEMINT, EXPRESS
Baca juga: Reinfeksi Varian Omicron Bisa Terjadi, Simak Temuan Studinya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.