Muncul Pulau Usai Gempa Maluku, Peneliti Badan Geologi Ungkap Banyak Hipotesis

Rabu, 11 Januari 2023 14:33 WIB

Fenomena pulau baru muncul dari dalam perairan di Desa Teinaman Kecamatan Tanimbar Utara, Maluku, pasca-gempa magnitudo 7,5 pada Selasa dinihari, 10 Januari 2023. ANTARA/Ho- Dokumentasi pribadi.

TEMPO.CO, Bandung - Fenomena munculnya pulau kecil di atas permukaaan laut di Desa Teinaman, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, setelah gempa Maluku magnitdo 7,5 pada Selasa, 10 Januari 2023, menimbulkan berbagai spekulasi, bahkan ketakutan bagi masyarakat.

Para ahli juga masih menduga-duga tentang penyebab fenomena tersebut. Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Ambon, Luthfy Pary, mengungkap istilah yang mirip dengan fenomena ini dikenal dengan 'mud volcano'.

"Informasi yang kami peroleh belum lengkap apakah fenomena itu memang murni diakibatkan oleh dampak ikutan akibat gempa atau bukan," ujarnya, Selasa, 10 Januari 2023.

Hal senada disampaikan Koordinator Kelompok Kerja Geologi Gempa Bumi dan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Supartoyo. “Saya terus terang hingga saat ini belum bisa menjawab karena masih minimnya data geologi yang ada yang saya kumpulkan,” kata dia, Rabu, 11 Januari 2023.

Supartoyo mengatakan, ada sejumlah data geologi yang dibutuhkan untuk bisa menjawab fenomena tersebut. “Seperti misalnya yang menyembul ke atas batuan apa, apakah dia terdapat di lokal di situ atau luas. Kemudian juga bagaimana kondisi-kondisi kontak di permukaannya, jenis batuannya, kondisinya seperti apa, apakah muncul mata air dan sebagainya, apakah ada semburan pasir atau seperti apa,” kata dia.

Advertising
Advertising

Supartoyo mengatakan, minimnya data tersebut membuat penjelasan yang diberikan hanya berupa hipotesis. “Data itu saya gak punya, sehingga sulit menyimpulkan fenomena itu, masih terlalu dini, masih hipotesis,” kata dia.

Menurutnya, sedikitnya ada tiga hipotesis yang bisa dimunculkan pada fenomena kemunculan pulau itu, yakni mud vulcano, likuefaksi, serta uplift atau penunjaman patahan akibat sesar naik.

“Gejala seperti itu pernah terjadi seperti di Pakistan yang disebut terasosiasi dengan mud volcano. Atau ada beberapa yang menyebut itu bagian dari likuefaksi. Kemudian kalau kita lihat kasus gempa bumi di Nias tahun 2005 itu kekuatannya besar 8,7 dan itu terjadi pengangkatan, uplift, jadi adanya karang yang terangkat sampai 1,5-2 meter,” kata Supartoyo.

Supartoyo mengatakan, yang membedakan antara mud vulcano dan likuefaksi adalah material yang muncul di permukaan. “Kalau mud vulcano itu dominannya lumpur, kalau likuefaksi itu lebih ke material yang sifatnya pasir. Kalau misalnya itu mud vulcano, itu dimensinya besar, likuefaksi juga sangat besar. Saya belum tahu jawabannya, tapi kasus-kasus seperti itu masih mungkin kalau dipicu oleh gempa bumi kuat,” kata dia.

Selanjutnya, jika fenomena tersebut terkait dengan aktivitas penunjaman, maka yang terjadi berupa uplift atau pengangkatan. Penunjaman yang dimaksud terjadi pada pertemuan dua lempeng, salah satu menunjam masuk ke bawah lempeng yang lain.

“Kalau di Nias itu kemungkinan berasosiasi dengan zona prismatik akresi, jadi itu bagian depan dari zona penunjaman atau zona subduksi, sehingga terbentuk bentukan-bentukan berupa patahan naik. Dan diduga mekanisme itu yang memunculkan daratan, karang yang naik waktu itu di Nias. Kembali ke Tanimbar, hipotesisnya masih banyak karena minimnya data,” kata Supartoyo.

Menurutnya, pulau yang muncul tersebut bisa menjadi pulau permanen atau mungkin hilang begitu saja. “Ini pertanyaan berikutnya. Jadi kalau untuk kasus Nias itu relatif tetap. Tapi kalau itu mud vulcano atau likuefaksi, itu belum tahu juga jawabannya. Tapi paling tidak kita lihat dulu fenomena ini katakanlah seminggu-dua minggu ke depan seperti apa,”ujarnya.

Supartoyo mengatakan, andai pulau tersebut terjadi karena fenomena uplift ada sejumlah keuntungan. “Justru dengan adanya pengangkatan itu kita bisa mendapatkan gambaran suatu siklus gempa. Dengan hal ini bisa mengetahui gempa terhebat kapan, gempa terkini kapan, bahkan gempa yang lebih tua itu dengan pengangkatan ini bisa diidentifikasi,” kata dia.

Sementara itu lokasi pusat Gempa Maluku di Laut Banda menyebabkan penunjaman yang terjadi berbeda dengan yang umumnya berada di wilayah Indonesia bagian barat. Penunjaman yang terjadi di Laut Banda seperti umumnya yang ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur disebut kolisi atau collision. Sementara penunjaman yang umumnya terdapat di daerah Indonesia bagian barat seperti di barat Pulau Sumatra dan selatan Pulau Jawa berupa subduksi.

“Kalau subduksi itu biasanya fenomena yang nampak adalah munculnya jalur-jalur magmatik, sehingga ada penampakan kemunculan deretan gunung api. Adapun yang collision ini biasanya dia karena benturan antarlempeng, dia tidak mengakibatkan terbentuknya jalur-jalur magmatik, katakanlah deretan gunung api,” kata Supartoyo.

Supartoyo mengatakan, di Indonesia perbatasan dua jenis penunjaman itu berada di sekitar Pulau Sumba. “Kalau kita lihat subduksi yang ada di Indonesia itu mulai dari Sumatra, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, nah transisinya itu di sekitar Pulau Sumba. Pulau Sumba ke timur sampai Laut Banda itu merupakan benturan yang disebut collision,” kata dia.

Supartoyo mengatakan di Kepulauan Tanimbar penunjaman yang terjadi dominan bentukan collision. “Penunjaman karena collision itu dominan sedimen, gak ada bantuan vulkanik di sana,” kata dia.

Penunjaman di Laut Banda berada di kedalaman lebih dari 100 kilometer di bawah tanah. “Penunjaman, collision tadi, lebih dari 100 kilometer (dalamnya), dan ada sebagian yang relatif di bagian utara itu yang bergerak naik. Hanya ini terjadi pada kedalaman yang cukup dalam. Ini salah satu yang menjelaskan kalau di Laut Banda ini gempanya bisa dangkal sampai menengah hingga dalam. Sehingga kalau gempa dalam, kita beranggapan pasti ada hubungannya dengan penunjaman,” kata dia.

Laut Banda seperti juga mayoritas daerah di Indonesia bagian timur merupakan sumber gempa bumi dan tsunami yang lebih kompleks dibandingkan wilayah Indonesia bagian barat. Di Indonesia bagian timur menjadi wilayah pertemuan empat lempeng benua, yaitu Lempeng Benua Eurasi, Lempeng Indo-Australia, di timur ada Lempeng Pasifik, dan di utaranya, di Halmaera dan Sulawesi Utara, ada Lempeng Laut Filipina.

"Khusus di Indonesia bagian timur itu ada banyak sekali lempeng-lempeng dalam ukuran yang lebih kecil yang disebut microcontinent. Di sana juga ada Island Arc atau Busur Kepulauan, ini memang sangat kompleks Indonesia bagian timur itu,” kata Supartoyo.

Laut Banda sendiri merupakan laut dalam. Di wilayah itu terdapat Deep Weber atau Cekungan Weber. “Cekungan Weber ini dalam, dan di pinggir pinggirannya itu merupakan lereng-lereng terjal, ini yang dikhawatirkan. Jadi lereng ini kalau terjadi guncangan gempa bumi kuat ini bisa runtuh, dan ini mungkin yang dikhawatirkan sebagai salah satu sumber pemicu tsunami. Pernah terjadi tahun 1938,” kata dia.

Supartoyo mengatakan gempa Maluku M7,5 tidak menimbulkan tsunami karena pusat gempanya dalam. Dia mengatakan Badan Geologi tengah membahas untuk mengirim tim untuk meneliti gempa tersebut. “Sedang kita rapatkan,” kata dia.

Baca:
BMKG Bantah Isu Gempa dan Tsunami di Laut Banda, Gempa Susulan 19 Kali

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Hari Pertama Mei 2024, BMKG Perkirakan Sebagian Jakarta Hujan Saat Siang

9 menit lalu

Hari Pertama Mei 2024, BMKG Perkirakan Sebagian Jakarta Hujan Saat Siang

Jakarta diprediksi cenderung berawan hari ini, Rabu, 1 Mei 2024. Sejumlah wilayah berpeluang hujan siang nanti.

Baca Selengkapnya

Gempa Bumi M5,5 Mengguncang Wilayah Maluku Utara, Terasa di Halmahera Barat dan Ternate

6 jam lalu

Gempa Bumi M5,5 Mengguncang Wilayah Maluku Utara, Terasa di Halmahera Barat dan Ternate

BMKG mencatat kejadian gempa bumi dengan kekuatan M5,5 di wilayah Maluku Utara. Pusat gempa di laut, dipicu deformasi batuan Lempeng Laut Maluku.

Baca Selengkapnya

Alat Pemantau Erupsi Gunung Ruang Rusak Lagi

15 jam lalu

Alat Pemantau Erupsi Gunung Ruang Rusak Lagi

Erupsi Gunung Ruang kembali menyebabkan alat pemantau gunung api rusak. Badan Geologi memanfaatkan pemantauan dengan alat di stasiun sekitarnya.

Baca Selengkapnya

Erupsi Gunung Ruang Selasa Pagi Hasilkan Kolom Setinggi 5 Kilometer, Radius Bahaya Jadi 7 Kilometer dan Ada Potensi Tsunami

16 jam lalu

Erupsi Gunung Ruang Selasa Pagi Hasilkan Kolom Setinggi 5 Kilometer, Radius Bahaya Jadi 7 Kilometer dan Ada Potensi Tsunami

Batu-batuan material erupsi Gunung Ruang mencapai daerah yang cukup jauh radiusnya.

Baca Selengkapnya

Korban Gempa Garut Belum Dapat Bantuan dari Pemda

17 jam lalu

Korban Gempa Garut Belum Dapat Bantuan dari Pemda

Korban gempa di Kabupaten Garut, Jawa Barat, belum mendapatkan bantuan, baik bantuan sosial pangan ataupun yang lainnya. Pemerintah daerah beralasan masih melakukan pendataan. Bantuan akan diberikan setelah verifikasi dan validasi data.

Baca Selengkapnya

Korban Gempa Garut Belum Tersentuh Bantuan Pemkab, Kerugian Mencapai Rp 12,6 Miliar

17 jam lalu

Korban Gempa Garut Belum Tersentuh Bantuan Pemkab, Kerugian Mencapai Rp 12,6 Miliar

Data terakhir korban gempa mencapai 464 rumah rusak.

Baca Selengkapnya

Erupsi Setinggi 2 Kilometer, Gunung Ruang Kembali Bestatus Awas

17 jam lalu

Erupsi Setinggi 2 Kilometer, Gunung Ruang Kembali Bestatus Awas

Gunung Ruang kembali meletus dan mengeluarkan kolom erupsi mencapai 2.000 meter dari atas puncak.

Baca Selengkapnya

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

18 jam lalu

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

Lokasi sumber gempa lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar

Baca Selengkapnya

Intensitas Gempa di Jawa Barat Tinggi, BMKG Minta Masyarakat Adaptif dan Proaktif Mitigasi Bencana

18 jam lalu

Intensitas Gempa di Jawa Barat Tinggi, BMKG Minta Masyarakat Adaptif dan Proaktif Mitigasi Bencana

Wilayah Garut, Cianjur, Tasikmalaya, Pangandaran dan Sukabumi memiliki sejarah kejadian gempa bumi yang sering terulang sejak tahun 1844.

Baca Selengkapnya

Badan Geologi Peringatkan Potensi Lontaran Batuan Pijar dan Tsunami Akibat Letusan Gunung Ruang

19 jam lalu

Badan Geologi Peringatkan Potensi Lontaran Batuan Pijar dan Tsunami Akibat Letusan Gunung Ruang

Badan Geologi menaikkan status Gunung Ruang menjadi Awas dan memperingatkan potensi lontaran batuan pijar dan tsunami.

Baca Selengkapnya