Katak Langka Penuh Bintik Seperti Mutiara Ditemukan di Pegunungan Sanggabuana

Reporter

Senin, 11 September 2023 13:49 WIB

katak mutiara merupakan jenis katak pohon yang memiliki bintik seperti mutiara. Saat ini populasinya sudah langka. Tim Sanggabuana Wildlife Ranger (SWR) menemukan katak ini di Pegunungan Sanggabuana, Karawang (dok.SWR)

TEMPO.CO, Karawang- Tim Sanggabuana Wildlife Ranger (SWR) menemukan katak pohon mutiara di Pegunungan Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat. Katak langka ini merupakan satwa endemik Jawa yang populasinya menurun.

Katak bernama latin Nyxtixalus margaritifer itu ditemukan tim SCF di aliran sungai Cikoleangkak ketika sedang melakukan eksplorasi dan pendampingan kegiatan pengenalan biodiversity dengan Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas Islam As-Syafi’iyah Pondok Gede, Jumat, 8 September 2023 lalu.

Koko, Kepala Divisi Litbang SCF menuturkan, katak berwarna oranye cerah berbintik putih ini berukuran mini. Panjangnya sekira 7 sentimeter dengan lebar sekira 3 sentimeter. Lokasi penemuan katak langka ini berada di dekat sungai Cikoleangkak di ketinggian 600 mdpl. "Ditemukan malam hari, katak itu bertengger di batang pohon,"ujar Koko saat dihubungi, Senin, 11 September 2023.

Ditemukannya katak langka itu, ujar Koko merupakan petanda jika lingkungan Sanggabuana dalam kondisi baik. Sebab, ujar Koko, katak merupakan bio indikator. "Jika masih banyak ditemukan katak, apalagi katak jenis langka seperti katak pohon mutiara, ini menandakan lingkungannya masih baik. Bisa dikatakan kawasan hutan dan perairan di sekitar aliran sungai Cikoleangkak ini masih bagus," ujar Koko.

Koko mengatakan, penemuan katak yang populasinya menurun itu menambah menambah daftar temuan keanekaragaman hayati di Sanggabuana. Terutama dari jenis amfibi, juga menjadi indikator lingkungan yang baik.

Advertising
Advertising

Habitat katak pohon mutiara adalah di hutan hujan tropis, dan bisa ditemui sejak di ketinggian 500-1200 mdpl. Sesuai namanya, katak ini sering dijumpai di pohon di dekat aliran sungai. Tak jarang mereka bersembunyi di lubang-lubang batu atau lubang pohon, terutama ketika sedang berkembang biak. Katak pohon ini cenderung sensitif terhadap perubahan lingkungan atau perubahan habitat. Sehingga bisa dijadikan indikator perubahan lingkungan.

"Ancaman terbesar katak pohon mutiara adalah perubahan fungsi hutan, juga penangkapan oleh manusia. Ketika populasinya di alam terus menurun, kadangkala amfibi cantik dan unik ini bisa ditemui di marketplace, dijual sebagai satwa liar untuk dipelihara," kata Koko.

Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List, Java Tree Frog atau Pearly Tree Frog ini masuk dalam ketegori Least Concern (LC) atau resiko rendah berdasarkan data assesment tahun 2017 yang dipublikasikan pada tahun 2018. Dari laman IUCNRedList, disebutkan populasi katak pohon mutiara yang masuk dalam family Rhacophoridae ini menurun (decreasing). Peta persebarannya banyak ditemukan di Jawa Barat, namun belum pernah ditemukan data di sekitaran Gunung Sanggabuana.

Alumni Biologi Universitas Islam As-Syafi’iyah Novi Hardianto, yang mendampingi para juniornya di lapangan ketika pengenalan biodiversity di Pegunungan Sanggabuana menyambut baik baik penemuan katak pohon mutiara itu. Penemuan satwa langka ini, kata Novi, sekaligus sebagai edukasi di lapangan tentang bagaimana peran sebuah takson sebagai indikator lingkungan, bagaimana habitanya, dan potensi ancaman penurunan populasi akibat perubahan fungsi kawasan hutan. Sekaligus mitigasi untuk mencegah penurunan populasinya.

Katak pohon mutiara, kata Novi, sering juga disebut dengan katak pohon Jawa, dan merupakan amfibi endemik Jawa. Walaupun lebih sering ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Jawa Barat. "Ciri khas dan keunikannya adalah warna oranye kecokelatan dan bintik-bintik putih di sebagian besar tubuhnya. Bintik putih atau merah kuning keputihan mirip mutiara inilah yang menyebabkan katak ini disebut katak pohon mutiara,” ujar Novi.

SWR merupakan tim jagawana yang dibentuk Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) yang bertugas meneliti dan mendata keanekaragaman hayati di Pegunungan Sanggabuana. Tahun 2022 lalu, tim SWR menemukan katak tanduk Jawa (Megophrys montana) dan ular naga Jawa (Xenodermus javanicus) di Pegunungan Sanggabuana. Untuk diketahui,Pegunungan Sanggabuana membentang dari wilayah Karawang, Purwakarta, hingga perbatasan Cianjur dan Bogor. Pegunungan ini sedang diajukan menjadi kawasan suaka margasatwa.

Pilihan Editor: Ilmuwan Ungkap Rahasia Katak Kaca Menjadi Transparan di Malam Hari

Berita terkait

Fakultas Biologi UGM Buka Prodi Kurator Keanekaragaman Hayati Pertama di Asia

6 hari lalu

Fakultas Biologi UGM Buka Prodi Kurator Keanekaragaman Hayati Pertama di Asia

UGM menyediakan prodi Profesi Kurator Keanekaragaman Hayati. Studi yang sudah ada di Cambridge University intu belum ada di kampus seantero Asia.

Baca Selengkapnya

Vietnam Buka Tur di Tengah Hutan Malam Hari, Apa Saja yang Bisa Dinikmati?

11 hari lalu

Vietnam Buka Tur di Tengah Hutan Malam Hari, Apa Saja yang Bisa Dinikmati?

Cuc Phuong di Veitnam merupakan taman nasional tertua dan terbesar di Vietnam, banyak hal yang ditawarkan kepada wisatawan.

Baca Selengkapnya

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

15 hari lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Didukung Mahasiswa dari 104 Kampus, KOBI Himpun 11.137 Data Keanekaragaman Hayati Indonesia

19 hari lalu

Didukung Mahasiswa dari 104 Kampus, KOBI Himpun 11.137 Data Keanekaragaman Hayati Indonesia

Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) himpun 11.137 data keanekaragaman hayati Indonesia dengan dukungan mahasiswa dari 104 kampus.

Baca Selengkapnya

Prodi Biologi UGM Terbaik di Indonesia QS WUR 2024 Disusul UI, Unair, dan IPB

30 hari lalu

Prodi Biologi UGM Terbaik di Indonesia QS WUR 2024 Disusul UI, Unair, dan IPB

Kampus UGM, UI, Unair, dan IPB masuk daftar prodi biologi terbaik di dunia versi QS WUR 2024.

Baca Selengkapnya

Prodi Biologi UGM Raih Peringkat 1 Terbaik Se-Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Fasilitasnya

30 hari lalu

Prodi Biologi UGM Raih Peringkat 1 Terbaik Se-Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Fasilitasnya

Program studi Biologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) tempati urutan 1 terbaik se-Indonesia dan masuk daftar 501-550 terbaik di dunia.

Baca Selengkapnya

Program Studi Biologi UGM Raih Peringkat 1 di Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Profilnya

33 hari lalu

Program Studi Biologi UGM Raih Peringkat 1 di Indonesia Versi QS WUR 2024, Ini Profilnya

Program studi Biologi UGM raih peringkat 1 di Indonesia Versu QR WUR by Subject 2024. Berikut profil prodi ini.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Khawatirkan Kelestarian Pesut, Bekantan, dan Orang Utan Akibat Pembangunan IKN

51 hari lalu

Greenpeace Khawatirkan Kelestarian Pesut, Bekantan, dan Orang Utan Akibat Pembangunan IKN

Greenpeace menyatakan pembangunan IKN Nusantara mengancam kelestarian 3 satwa yang sudah kritis, yaitu orang utan, bekantan, dan pesut mahakam.

Baca Selengkapnya

Pengamat: IKN Bukan Smart Forest City, tapi Kota dalam Kebun Kayu

53 hari lalu

Pengamat: IKN Bukan Smart Forest City, tapi Kota dalam Kebun Kayu

Pemerintah menyatakan 177 ribu Ha area IKN berupa kawasan lindung, namun menurit peneliti Auriga hanya 42 ribu Ha yang berupa hutan permanen.

Baca Selengkapnya

Siapkan Platform Kolaborasi Biologi Struktur, BRIN Kenalkan Mikroskop Aquilos 2 Cryo-EM

18 Maret 2024

Siapkan Platform Kolaborasi Biologi Struktur, BRIN Kenalkan Mikroskop Aquilos 2 Cryo-EM

Platform BRIN ini meliputi keanekaragaman hayati tumbuhan, mikroba dan hewan.

Baca Selengkapnya