Suhu Global 12 Bulan Ini Catat Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, 9 Kota Indonesia Alami Hari Terpanas Beruntun

Reporter

Editor

Erwin Prima

Jumat, 10 November 2023 08:51 WIB

Papan reklame digital menunjukkan suhu 115 derajat Fahrenheit atau sekitar 46 derajat Celcius, di pusat kota Phoenix, Arizona, AS, 17 Juli 2023. Panas ekstrem yang menghanguskan Phoenix mencetak rekor pada 18 Juli 2023, hari ke-19 berturut-turut dengan suhu mencapai setidaknya 110 derajat Fahrenheit (43 Celsius) di musim panas yang menyengat di sebagian besar dunia. Rob Schumacher/USA Today Network via REUTERS

TEMPO.CO, Princeton - Suhu global kembali mencatat rekor baru dalam 12 bulan terakhir, November 2022-Oktober 2023, yang menandai terjadinya periode terpanas sepanjang sejarah dalam satu tahun. Berdasarkan studi terbaru Central Climate pada Kamis, 9 November 2023, suhu global mengalami kenaikan lebih dari 1,3 derajat Celcius.

“Rekor 12 bulan ini persis seperti yang kami perkirakan dari iklim global yang dipicu oleh karbon polusi,” kata Dr. Andrew Pershing, Wakil Presiden Bidang Sains di Climate Central, dalam keterangannya, Kamis.

“Rekor akan terus terjadi pada tahun depan, terutama ketika El Niño yang semakin meningkat mulai terjadi dan memperlihatkan dampaknya miliaran akibat panas yang tidak biasa. Meskipun dampak iklim paling parah terjadi di negara-negara berkembang khatulistiwa, menyaksikan gelombang panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim di AS, India, Jepang, dan Eropa, menggarisbawahi bahwa tidak ada seorang pun yang aman dari perubahan iklim,” tambahnya

Prof Edvin Aldrian, peneliti BRIN sekaligus penulis IPCC Report, mengatakan dengan kenaikan suhu global rata-rata mencapai 1,3 derajat Celcius, dia khawatir kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius akan lebih cepat terjadi dari pada yang diperkirakan pada tahun 2030.

"Memang ada faktor-faktor alam seperti fenomena El Niño, atau posisi matahari yang mendekati Bumi, tetapi aktivitas manusialah yang paling banyak memengaruhi kenaikan suhu global ini," ujar Edvin.

Advertising
Advertising

Ringkasan gelombang panas ekstrem terpanjang di kota-kota terbesar (Climate Central)

Di Indonesia, Climate Central menganalisis 14 kota. Hasilnya, 9 dari 14 kota tersebut mengalami hari terpanas beruntun (heat streaks). Jakarta dan Tangerang mengalami heat streaks selama 17 hari, menjadikan kedua kota ini - bersama New Orleans di Amerika Serikat (AS) - berada di urutan kedua dalam daftar kota-kota dunia dengan hari terpanas beruntun. Sementara itu, Houston (AS) menduduki peringkat teratas dengan 22 hari beruntun.

Di dalam pantauan kota tersebut, dalam setiap hari berturut-turut, Indeks Pergeseran Iklim atau Climate Shift Index (CSI) mencapai tingkat maksimum, yaitu 5. Nilai itu menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan kemungkinan panas ekstrem setidaknya lima kali lipat lebih mungkin terjadi.

Selain catatan heat streaks, Jakarta – bersama 27 kota besar dunia lain – mencatat angka maksimal dalam perhitungan Indeks Pergeseran Iklim, yakni 5 dari 5. Sebaliknya, Dhaka di Bangladesh mencatat Indeks Pergeseran Iklim paling rendah yakni sebesar 2,1 dari 5.

Indonesia, sebagai salah satu negara Asia yang beriklim tropis turut mengalami kenaikan suhu dalam setahun terakhir. Bahkan, berdasarkan perhitungan Indeks Pergeseran Iklim, Indonesia menempati urutan teratas di antara negara-negara G20 dengan angka rata-rata 2,4, mengalahkan Arab Saudi (2,3) dan Meksiko (2,1).

Di 170 negara, suhu rata-rata 1,3 derajat Celcius selama rentang waktu tersebut melebihi ukuran dalam 30 tahun terakhir. Sebanyak 7,8 miliar jiwa alias 99 persen umat manusia mengalami suhu hangat di atas rata-rata. Hanya Islandia dan Lesotho yang mencatat suhu lebih dingin dari biasanya.

Analisis atribusi cuaca mengungkapkan bahwa selama rentang waktu tersebut, 5,7 miliar orang terpapar pada setidaknya 30 hari suhu di atas rata-rata setidaknya tiga kali lebih mungkin terjadi oleh pengaruh perubahan iklim, atau level tiga pada Indeks Pergeseran Iklim.

Paparan tersebut mencakup hampir setiap penduduk Jepang, Indonesia, Filipina, Vietnam, Bangladesh, Iran, Mesir, Ethiopia, Nigeria, Italia, Prancis, Spanyol, Inggris, Brasil, Meksiko, serta Karibia dan setiap negara di Amerika Tengah. Selama rentang waktu ini, lebih dari 500 juta orang di 200 kota mengalami panas ekstrem, dibandingkan dengan suhu harian pada 30 tahun norma.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Para Ilmuwan Gambarkan Situasi Dunia Bila Suhu Global Menembus Batas 1,5 Derajat Celcius

1 hari lalu

Para Ilmuwan Gambarkan Situasi Dunia Bila Suhu Global Menembus Batas 1,5 Derajat Celcius

Survei besutan The Guardian menggambarkan pandangan para ahli mengenai situasi distopia akibat efek pemanasan global. Bencana iklim mendekat.

Baca Selengkapnya

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

2 hari lalu

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

Sejak Juni 2023, setiap bulan temperatur bumi terus memanas, di mana puncak terpanas terjadi pada April 2024.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas di Kamboja Sebabkan Gudang Amunisi Meledak, 20 Tentara Tewas

7 hari lalu

Cuaca Panas di Kamboja Sebabkan Gudang Amunisi Meledak, 20 Tentara Tewas

Cuaca panas menerjang sejumlah negara di Asia. Di Kamboja, gudang amunisi meledak hingga menyebabkan 20 tentara tewas.

Baca Selengkapnya

Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

15 hari lalu

Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

Dalam orasi ilmiah pengukuhan profesor riset dirinya, Erma membahas ihwal cuaca ekstrem yang dipicu oleh kenaikan suhu global.

Baca Selengkapnya

Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

18 hari lalu

Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

Australia lewat pendanaan campuran mengucurkan investasi transisi net zero di Indonesia melalui program KINETIK

Baca Selengkapnya

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

42 hari lalu

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.

Baca Selengkapnya

Rp 19.842 triliun Kredit Global ke Grup Perusahaan Berisiko Iklim, Ada RGE dan Sinarmas

45 hari lalu

Rp 19.842 triliun Kredit Global ke Grup Perusahaan Berisiko Iklim, Ada RGE dan Sinarmas

Walhi dan Greenpeace Indonesia mengimbau lembaga keuangan tidak lagi mendanai peruhasaan yang terlibat perusakan lingkungan dan iklim.

Baca Selengkapnya

Empat Kebijakan Badan Meteorologi Dunia Diadopsi 94 Negara, Apa Saja?

52 hari lalu

Empat Kebijakan Badan Meteorologi Dunia Diadopsi 94 Negara, Apa Saja?

Sebanyak 94 negara peserta salah satu forum meteorologi dunia, SERCOM Ke-3, mengadopsi empat kebijakan terkait layanan cuaca dan iklim.

Baca Selengkapnya

Studi: Pengguna Instagram dan Snapchat Cenderung Ingin Operasi Kosmetik

11 Maret 2024

Studi: Pengguna Instagram dan Snapchat Cenderung Ingin Operasi Kosmetik

Hasil studi menunjukkan adanya korelasi penggunaan Instagram dan Snapchat terhadap keinginan untuk operasi kosmetik.

Baca Selengkapnya

BRIN Kembangkan Analisis Iklim Berdasarkan Lokasi dan Waktu

5 Maret 2024

BRIN Kembangkan Analisis Iklim Berdasarkan Lokasi dan Waktu

Model menggunakan data mining pada peramalan data iklim di Jawa Barat.

Baca Selengkapnya