Hilang Selama 62 Tahun, Mamalia Ini Kembali Ditemukan di Papua

Reporter

Antara

Editor

Devy Ernis

Minggu, 12 November 2023 06:06 WIB

Temuan kembali echidna paruh panjang attenborough yang didapatkan dari video kamera jebakan di Pegunungan Cyclops, Papua. Dokumentasi: BRIN.

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan mamalia yang sudah hilang sejak puluhan tahun lalu, echidna paruh panjang attenborough. Hewan itu telah dinyatakan hilang sejak 62 tahun dan ditemukan kembali di Pegunungan Cyclops, Papua.

"Echidna paruh panjang attenborough adalah spesies mamalia monotremata (mamalia yang bertelur) dan berevolusi dari mamalia berplasenta dan berkantung lebih dari 200 juta tahun yang lalu," kata Periset Biosistematika dan Evolusi BRIN Nurul Inayah pada Sabtu, 11 November 2023.

Penemuan spesies mamalia yang dikhawatirkan punah itu ditemukan dalam kegiatan training biodiversity antara BRIN, BKSDA Papua, Universitas Cenderawasih, dan Universitas Oxford pada Juni dan Juli 2023.

Temuan kembali echidna paruh panjang attenborough didapatkan dari video kamera jebakan yang dipasang di Pegunungan Cyclops, Papua.

Salah satu peneliti dari Universitas Oxford bernama James Kempton mengatakan keabsahan penemuan itu telah diperkuat oleh pernyataan dua ahli mamalia Australasia terkemuka dunia, yaitu Kris Helgen dan Tim Flannery.

Kedua pakar tersebut sepakat menyatakan penampakan mamalia berukuran 48-64 sentimeter dengan berat 4-9 kilogram yang tertangkap kamera jebakan adalah echidna paruh panjang attenborough.

Penampakan spesies endemik Papua itu pertama kali diidentifikasi oleh Pieter van Royen, seorang ahli botani Belanda di Gunung Rara Pegunungan Cyclops Papua pada 1961.


Saat ini terdapat lima spesies monotremata di dunia yang masih hidup, yaitu platipus paruh bebek (Ornithorhyncus anatinus), echidna paruh pendek (Tachyglossus aculeatus), echidna paruh panjang timur (Zaglossus bartoni), echidna paruh panjang barat (Zaglossus bruijnii), dan echidna paruh panjang attenborough (Zaglossus attenboroughi). Spesies monotremata memiliki keunikan di antara mamalia lainnya karena memiliki kloaka, tidak memiliki puting susu, dan bertelur.

Meskipun perbedaan morfologi yang menentukan monotremata sudah diketahui, banyak aspek biologinya yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan hewan nokturnal itu mendiami daerah terpencil dan hidup di liang, terutama untuk echidna paruh panjang.

Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati BRIN Amir Hamidy menyatakan status keterancaman global echidna paruh panjang attenborough menurut Daftar Merah IUCN adalah kategori kritis.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, hanya dua spesies mamalia monotremata yang masuk sebagai jenis dilindungi di Indonesia, yaitu Tachyglossus aculeatus dan Zaglossus bruijni. "Status konservasi echidna paruh panjang attenborough itu juga perlu dievaluasi dan bisa dimungkinkan untuk diusulkan menjadi jenis yang dilindungi," kata Amir.

Advertising
Advertising

Pilihan Editor: Mengenal Rahmah El Yunussiyah, Pendiri Sekolah Islam Perempuan Pertama di Indonesia

Berita terkait

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

6 jam lalu

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.

Baca Selengkapnya

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

1 hari lalu

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

Alat dan perangkat lunak meteran air bersistem token yang dikembangkan Telkom University direncanakan masuk ke pasaran.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

1 hari lalu

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

Tim BRIN meneliti sejumlah kondisi geologi yang bisa memicu gempa bumi di Indonesia. Salah satunya soal Sesar Lembang dan sesar lain di sekitarnya.

Baca Selengkapnya

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

1 hari lalu

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

Sampah antariksa saat ini sekitar 24.000. Peneliti BRIN melakukan studi soal potensi jatuhnya ke wilayah Indonesia.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

Deklarasi Ganjar menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo bisa jadi merupakan penegasan arah politik PDIP.

Baca Selengkapnya

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

2 hari lalu

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

Tim peneliti di Telkom University mengembangkan sistem perangkat lunak dan alat pencatat meteran air bagi kalangan pelanggan perusahaan air minum.

Baca Selengkapnya

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

3 hari lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

4 hari lalu

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

4 hari lalu

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat

Baca Selengkapnya

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

4 hari lalu

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.

Baca Selengkapnya