Laporan Dugaan Pidana APP Group atau Grup Sinar Mas Dilayangkan ke KLHK

Kamis, 7 Maret 2024 20:06 WIB

Areal pembukaan hutan alam yang diduga melibatkan PT Arara Abadi dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, afiliasi APP Group atau Grup Sinar Mas, pada 12 Februari 2024. Dok. Jikalahari

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) melaporkan PT Arara Abadi dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (IKPP) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dua perusahaan yang terafiliasi dengan Asia Pulp & Paper (APP Group)—bagian dari Grup Sinar Mas—tersebut dilaporkan ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum atas dugaan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan.

“Laporan ini didasarkan pada temuan investigasi Jikalahari pada Februari 2024 tentang penebangan hutan alam dan pembukaan lahan gambut oleh PT Arara Abadi di areal kerja sama dengan Koperasi Tani Sejahtera Mandiri dalam skema Hutan Rakyat,” kata Manager Advokasi dan Kampanye Jikalahari, Arpiyan Sargita, kepada Tempo, seusai melayangkan laporan pada Kamis, 7 Maret 2024.

Berbekal hasil analisis spasial, Jikalahari menemukan dugaan kuat PT Arara Abadi menebang hutan alam seluas 376,8 hektare di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Hutan alam seluas 60,36 hektare berada di kawasan hutan produksi (HP). Sedangkan sisanya, hutan alam seluas 316,44 hektare berada di areal penggunaan lain (APL). Skema Hutan Rakyat semestinya hanya dapat dilakukan di APL.

Hasil pengamatan Jikalahari menggunakan citra drone menunjukkan, areal pembukaan hutan alam di APL seluruhnya telah ditanami akasia berumur sekitar dua minggu. Penanaman akasia rapi dan dengan kanal yang membuat blok. Tim juga menemukan dua unit camp pekerja dengan terpal berwarna biru.

Sementara itu, pengamatan di lokasi hutan produksi menemukan dugaan pembukaan hutan alam yang berada tepat di sempadan konsesi PT Riau Indo Agropalma, yang juga bagian dari Grup Sinar Mas. Lahan kedua perseroan hanya dibatasi kanal selebar 6 meter. Di lokasi ini masih terdapat sisa log kayu yang belum diangkut dengan panjang 10 meter dan diameter 40 centimeter beserta sisa-sisa tebangan pohon lain yang berserakan. Satu unit ekskavator, yang ditengarai digunakan untuk menumbangkan kayu hutan alam dan membuka kanal, juga berada di lokasi tersebut.

Advertising
Advertising

Menurut Arpiyan, timnya juga mengumpulkan informasi dari masyarakat setempat. Hasilnya, kayu dari penebangan hutan alam tersebut dibawa oleh PT Arara Abadi. “Dugaan kita, kayu alam ini masuk ke pabrik pulp and paper PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk dari APP Group," kata dia. "Karena PT Arara Abadi merupakan salah satu pemasok bahan baku PT IKPP.”

Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL, Difa Shafira, mendesak agar KLHK segera menindaklanjuti laporan ini dengan memulai proses penyelidikan atas dugaan tindak pidana PT Arara Abadi dan IKPP. Menurut dia, hasil temuan Jikalahari tersebut menunjukkan setidaknya dua tindak pidana yang diduga dilakukan oleh PT Arara Abadi.

Dugaan tindak pidana pertama berkaitan dengan temuan alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf f juncto Pasal 83 ayat 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja. Dugaan pembalakan liar oleh Arara Abadi, kata Difa, juga menerabas Pasal 19 huruf a juncto Pasal 94 ayat 2 huruf a UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja

Menurut Difa, PT IKPP juga diduga melanggar Pasal 171 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Pasal itu menyatakan, “Pemegang Perizinan Berusaha Pengolahan Hasil Hutan dilarang menadah, menampung, atau mengolah bahan baku hasil Hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (ilegal)."

“Apabila terbukti, PT IKPP dapat langsung dikenakan sanksi administratif pencabutan Perizinan Berusaha," kata Difa. Sanksi yang sama, kata dia, juga semestinya diberlakukan terhadap PT Arara Abadi. Ketentuan mengenai sanksi pencabutan izin itu diatur dalam Pasal 287 ayat (5) huruf d PP 23/2021.

Managing Director Sinar Mas, Saleh Husin, belum merespons upaya Tempo ihwal pelaporan dugaan pidana yang mengarah ke dua perusahaan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, dia juga belum menjawab pertanyaan tentang hubungan bisnis APP atau Grup Sinar Mas dan PT Arara Abadi.

Tempo juga berupaya meminta penjelasan kepada KLHK melalui Direktur Jenderal Penegakan Hukum Rasio Ridho Sani dan Direktur Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi Ardyanto Nugroho tentang rencana tindak lanjut pelaporan dugaan tindak pidana terhadap afiliasi bisnis APP atau Grup Sinar Mas ini. Namun keduanya belum menjawab pertanyaan.

Berita terkait

Di Forum PBB, KLHK Menyampaikan Deforestasi Indonesia Turun Signifikan

1 hari lalu

Di Forum PBB, KLHK Menyampaikan Deforestasi Indonesia Turun Signifikan

Dalam forum PBB di New York, KLHK menyampaikan deforestasi netto Indonesia 2021-2022 sebesar 104 ribu ha, turun dari 113,5 ribu ha pada 2020-2021.

Baca Selengkapnya

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

7 hari lalu

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

Seekor orangutan di Suaq Belimbing, Aceh Selatan, menarik perhatian peneliti karena bisa mengobati sendiri luka di mukanya dengan daun akar kuning

Baca Selengkapnya

Tersangka Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi di Makassar Segera Jalani Persidangan

17 hari lalu

Tersangka Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi di Makassar Segera Jalani Persidangan

Saat ini kejahatan perdagangan satwa dilindungi kerap dilakukan melalui media online.

Baca Selengkapnya

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

17 hari lalu

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

KLHK memasukkan sektor kelautan ke dalam dokumen Second NDC Indonesia. Potensi mangrove dan padang lamun ditonjolkan.

Baca Selengkapnya

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

18 hari lalu

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

Setiap negara bebas memilih untuk mengurangi gas rumah kaca yang akan dikurangi atau dikelola.

Baca Selengkapnya

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

23 hari lalu

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

Rancangan Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya atau RUU KSDAHE ditarget segera disahkan pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

32 hari lalu

Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

Temuan individu baru badak Jawa menambah populasi satwa dilindungi tersebut di Taman Nasional Ujung Kulon. Beragam ancaman masih mengintai.

Baca Selengkapnya

Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

32 hari lalu

Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

Selama tiga hari terakhir, bersamaan dengan mudik lebaran, 11 stasiun pemantau kualitas udara Jakarta dan sekitarnya mencatat membaiknya level ISPU.

Baca Selengkapnya

Turut Dipicu Pasar Tumpah, Tambahan Sampah H-1 Lebaran di Depok Bisa Mencapai 180 Ton

33 hari lalu

Turut Dipicu Pasar Tumpah, Tambahan Sampah H-1 Lebaran di Depok Bisa Mencapai 180 Ton

Sampah di Depok diprediksi bertambah hingga 180 ton dari hari biasa pada malam Lebaran. Muncul dari pasar tumpah.

Baca Selengkapnya

KLHK: Ada Potensi Sampah 58 Juta Kilogram dari 2 Minggu Arus Mudik dan Balik Lebaran

35 hari lalu

KLHK: Ada Potensi Sampah 58 Juta Kilogram dari 2 Minggu Arus Mudik dan Balik Lebaran

KLHK menghitung potensi sampah hingga 58 juta kilogram dari mobilitas 193,6 juta penduduk dalam periode dua minggu arus mudik dan balik Lebaran 2024.

Baca Selengkapnya