Teknologi Hidrofon, Bisakah Memecahkan Misteri Hilangnya Pesawat MH370?

Reporter

Terjemahan

Editor

Abdul Manan

Rabu, 19 Juni 2024 22:17 WIB

Keluarga penumpang pesawat Malaysia Airlines penerbangan MH370 yang hilang, terlihat dalam acara peringatan 10 tahun hilangnya pesawat tersebut, di Subang Jaya, Malaysia, 3 Maret 2024. Keluarga penumpang dari Malaysia dan Cina berkumpul untuk mengenang pesawat rute Kuala Lumpur-Beijing yang hilang pada 8 Maret 2014 silam. REUTERS/Hasnoor Hussain

TEMPO.CO, Jakarta - Ilmuwan Inggris telah mendeteksi sinyal yang dapat membantu memecahkan misteri hilangnya Malaysia Airlines dengan nomor Penerbangan MH370 yang hilang sejak 8 Maret 2014 bersama dengan 239 orang di dalamnya.

Menurut Telegraph, para peneliti dari Cardiff menganalisis data dari hidrofon (mikrofon bawah air) yang menangkap sinyal enam detik yang direkam sekitar waktu pesawat diyakini jatuh di Samudera Hindia setelah kehabisan bahan bakar.

Mereka telah mengusulkan pengujian lebih lanjut untuk menentukan apakah suara tersebut pada akhirnya dapat membantu mengidentifikasi tempat peristirahatan pesawat Boeing 777 yang hilang 10 tahun lalu itu?

Meskipun ada upaya pencarian internasional yang ekstensif, namun lokasi pesawat MH370, yang menyimpang dari jalurnya, masih belum diketahui. Kasus ini menjadi salah satu misteri terbesar bagi dunia penerbangan.

Sebuah pesawat berbobot 200 ton yang jatuh dengan kecepatan 200 meter per detik melepaskan energi kinetik yang setara dengan gempa kecil. Jumlah ini dinilai cukup besar untuk dapat direkam oleh hidrofon yang jaraknya ribuan mil.

Advertising
Advertising

Ada dua stasiun hidroakustik yang mampu mendeteksi sinyal tersebut. Salah satunya berada di Cape Leeuwin di Australia Barat dan yang kedua di wilayah Inggris Diego Garcia di Samudera Hindia.

Dua stasiun ini dibentuk sebagai bagian dari rezim pengawasan untuk mengawasi Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif. Kedua lokasi tersebut beroperasi sekitar waktu MH370 diyakini jatuh di Samudera Hindia.

Stasiun-stasiun ini terletak dalam waktu tempuh sinyal puluhan menit dari busur ketujuh, area pencarian 1.200 mil sebelah barat Perth yang ditunjukkan oleh komunikasi terakhir antara satelit dan pesawat MH370.

Stasiun hidroakustik sebelumnya telah mendeteksi sinyal tekanan khusus dari kecelakaan pesawat, serta gempa bumi dengan berbagai ukuran, pada jarak lebih dari 3.000 mil.

Dalam penelitiannya, tim Universitas Cardiff telah mengidentifikasi satu sinyal yang bertepatan dengan rentang waktu sempit ketika pesawat bisa saja jatuh ke laut pada 8 Maret 2014 itu. Sinyal itu terekam di stasiun Cape Leeuwin.

Namun sinyal ini tidak terdeteksi di stasiun Diego Garcia. "Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang asal usulnya," kata peneliti Dr. Usama Kadri, seorang pembaca matematika terapan seperti dikutip Telegraph.

Hal ini belum dapat disimpulkan secara pasti. Namun Kadri mengatakan, "Mengingat sensitivitas hidrofon, sangat kecil kemungkinannya sebuah pesawat besar yang menabrak permukaan laut tidak akan meninggalkan tanda tekanan yang terdeteksi, terutama pada hidrofon di dekatnya."

Tim Kadri yakin penelitian lebih lanjut dapat mengungkap misteri ini dengan cara yang mirip dengan bagaimana kapal selam angkatan laut Argentina, ARA San Juan, ditemukan di dasar laut.

Kapal itu ditemukan setahun kemudian setelah ledakan yang menyebabkan kapal tersebut jatuh ke kedalaman Atlantik Selatan pada 15 November 2017. Kapal ditemukan sekitar 2.600 kaki (790 m) di bawah permukaan air, di perairan Semenanjung Valdes, beberapa ratus mil dari posisi terakhir yang dilaporkan.

Mereka menemukan kapal tersebut setelah meledakkan granat di laut untuk meniru ledakan di kapal selam, kemudian melakukan referensi silang sinyal dari sinyal tersebut dengan suara yang ditangkap oleh hidrofon saat kapal tersebut meledak.

Hasilnya, mereka menemukan bangkai kapal itu di kedalaman hampir 3.000 kaki (290 mil) di lepas pantai Argentina. "Langkah serupa, menggunakan ledakan atau senapan angin dengan tingkat energi yang setara dengan yang diyakini terkait dengan MH370, dapat dilakukan di sepanjang busur ketujuh," kata Kadri.

"Jika sinyal dari ledakan tersebut menunjukkan amplitudo tekanan yang serupa dengan sinyal yang diinginkan, hal ini akan mendukung fokus pencarian di masa depan pada sinyal tersebut," ujar Kadri.

Namun jika sinyal yang terdeteksi di Cape Leeuwin dan Diego Garcia jauh lebih kuat daripada sinyal yang dimaksud, maka diperlukan analisis lebih lanjut terhadap sinyal dari kedua stasiun tersebut. Kata Kadri, "Jika ditemukan ada hubungannya, hal ini akan secara signifikan mempersempit, hampir menentukan, lokasi pesawat."

"Di sisi lain, jika sinyal-sinyal tersebut ditemukan tidak berhubungan, hal ini menunjukkan perlunya pihak berwenang untuk menilai kembali kerangka waktu atau lokasi yang ditetapkan oleh upaya pencarian resmi mereka hingga saat ini," tambah Kadri.

Pilihan Editor: Situs Elaelo Cabut Label Kominfo, Diganti Menjadi Democracy Fighters

Berita terkait

Pemanfaatan Teknologi Efektif Ciptakan Dampak Sosial Positif

2 hari lalu

Pemanfaatan Teknologi Efektif Ciptakan Dampak Sosial Positif

Pemanfaatan teknologi adalah cara efektif untuk menciptakan dampak sosial yang positif

Baca Selengkapnya

Universitas Jambi Bantu Nelayan Tingkatkan Tangkapan Ikan Melalui Teknologi GIS

6 hari lalu

Universitas Jambi Bantu Nelayan Tingkatkan Tangkapan Ikan Melalui Teknologi GIS

Dosen Universitas Jambi membantu nelayan dengan penerapan teknologi Geographical Information System (GIS).

Baca Selengkapnya

Telkomsel Raih Dua Penghargaan Internasional dari Asian Technology Excellence Awards 2024

7 hari lalu

Telkomsel Raih Dua Penghargaan Internasional dari Asian Technology Excellence Awards 2024

Penghargaan ini menjadi bukti komitmen Telkomsel dalam mendorong perubahan, sejalan dengan semangat Indonesia yang selalu menjadi inspirasinya.

Baca Selengkapnya

Amazon Hapus WFH, Minta Karyawan Kembali Bekerja di Kantor

10 hari lalu

Amazon Hapus WFH, Minta Karyawan Kembali Bekerja di Kantor

Amazon mewajibkan karyawannya untuk berkantor penuh lima hari dalam sepekan.

Baca Selengkapnya

Mengenal Ig Nobel: Penghargaan Unik yang Jenaka

11 hari lalu

Mengenal Ig Nobel: Penghargaan Unik yang Jenaka

Ig Nobel penghargaan jenaka yang membuat orang tertawa dan berpikir

Baca Selengkapnya

KTT REAIM di Seoul Serukan Kontrol Manusia pada Penggunaan AI di Bidang Militer

16 hari lalu

KTT REAIM di Seoul Serukan Kontrol Manusia pada Penggunaan AI di Bidang Militer

Kontrol manusia tetap dipertahankan dalam AI di militer agar mencegah penggunaan yang memicu penyebaran senjata pemusnah massal.

Baca Selengkapnya

Thomas Djiwandono Ungkap Anggaran untuk Penguatan Sistem Teknologi Pajak Tahun Depan Rp 559,3 Miliar

18 hari lalu

Thomas Djiwandono Ungkap Anggaran untuk Penguatan Sistem Teknologi Pajak Tahun Depan Rp 559,3 Miliar

Penerimaan pajak 2025 ditargetkan naik dibanding tahun ini, Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono mengungkap anggaran untuk penguatan sistem teknologi perpajakan Rp 559,3 miliar untuk kejar target setoran tahun depan

Baca Selengkapnya

CEO Markoding: Perempuan Indonesia yang Bekerja di Bidang Teknologi Paling Sedikit di Asean

31 hari lalu

CEO Markoding: Perempuan Indonesia yang Bekerja di Bidang Teknologi Paling Sedikit di Asean

Perempuan Indonesia yang bekerja di sektor teknologi hanya 22 persen.

Baca Selengkapnya

DJKI: Penyempurnaan UU Paten Sesuai Perkembangan Teknologi

36 hari lalu

DJKI: Penyempurnaan UU Paten Sesuai Perkembangan Teknologi

Perubahan pada UU Paten untuk mendorong kegiatan research and development (R&D) sehingga dapat menghasilkan inovasi dan pemanfaatan teknologi.

Baca Selengkapnya

Kolaborasi PINS dan CHT INFINITY Hadirkan Smart Pole Pertama di IKN

37 hari lalu

Kolaborasi PINS dan CHT INFINITY Hadirkan Smart Pole Pertama di IKN

Kolaborasi antara PINS dan CHT INFINITY juga mempertegas pentingnya sinergi antara keahlian teknologi dan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan lokal yang hanya dapat dicapai melalui kerja sama antar perusahaan lokal.

Baca Selengkapnya