Menang di PTUN, Rimba Raya Menunggu Pembatalan Pencabutan Izin KLHK

Reporter

Editor

Avit Hidayat

Selasa, 16 Juli 2024 22:55 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) diminta untuk segera menjalankan perintah Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN) Jakarta untuk segera menerbitkan penangguhan atas surat keputusan pencabutan izin restorasi ekosistem PT Rimba Raya Conservation. Apalagi pengadilan telah menetapkan agar izin restorasi seluas 36.331 hektare di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, dikembalikan ke Rimba Raya selaku pemegang konsesi.

Kuasa hukum PT Rimba Raya Conservation, Edbert Budiwiyono, menyebut sejak 16 Mei lalu, terdapat putusan sementara atau penetapan penundaan yang memerintahkan penangguhan pencabutan izin. “Namun sampai saat ini, bahkan ketika PTUN Jakarta mengabulkan seluruh gugatan kami, Menteri LHK belum juga tunduk dan patuh terhadap penetapan penundaan tersebut,” ucap Edbert kepada Tempo pada Selasa, 16 Juli 2024.

Majelis hakim PTUN Jakarta, Himawan Krisbiyantoro, Febriana Permadi, dan diketuai oleh Lucya Permata Sari, sebelumnya telah menjatuhkan putusan nomor perkara 27/G/2024/PTUN.JKT yang dibacakan pada 11 Juli 2024. Putusannya adalah mengabulkan seluruh gugatan Rimba Raya. Kemudian menguatkan putusan sela yakni membatalkan atas Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 1028 Tahun 2023 yang mencabut konsesi Rimba Raya.

PTUN Jakarta turut mewajibkan KLHK mencabut Surat Keputusan Menteri LHK tersebut, yang berarti mengembalikan penguasaan izin restorasi kepada Rimba Raya. Belakangan, Tempo mendapati bahwa Biro Hukum KLHK sempat mengirim surat ke Swandy & Partners, kantor hukum yang membela Rimba Raya, pada 5 Juli 2024. Surat itu menjawab permintaan agar pencabutan izin Rimba Raya dibatalkan.

Di dalam surat, Kementerian Kehutanan menulis bahwa gugatan di PTUN Jakarta masih dalam proses pemeriksaan. Sehingga belum terdapat putusan dari badan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap. “Sehingga apabila dikaitkan dengan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka permohonan saudara tidak dapat diproses lebih lanjut,” tulis surat yang dikirim sebelum putusan PTUN tersebut.

Rimba Raya sebelumnya tercatat memperoleh izin untuk pengelolaan hutan harapan sejak 2013 dan bergerak di bidang perdangangan karbon. Korporasi ini dimiliki tiga perusahaan yakni PT Lestari Jaya Anugrah, PT Jaga Rimba, dan PT Phoenix Pembangunan Indonesia. Presiden Komisaris Rimba Raya adlaah Rusmin Widjaja dan Lily Djonni Andhella duduk sebagai Presiden Direktur.

Rimba Raya membangun proyek pemulihan hutan alam bersama perusahaan konservasi berbasis di Hong Kong bernama Infinite Earth Limited. Proyek restorasi mereka dinamai the Rimba Raya Biodiversity Reserve (RRBR). Rimba Raya berperan memproduksi karbon, adapun Infinite Earth Limited bertindak Project Developer atas hak mendaftarkan, validasi, dan verifikasi ke Carbon Registry.

Sejak 2013, proyek ini mampu mendulang 33,6 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) kredit karbon. Besaran itu bisa menutup emisi DKI Jakarta setiap tahunnya. Sebagai gambaran, proyek pelindungan dan pemulihan hutan alam ini berada di pinggir Taman Nasional Tanjung Puting dan menjadi zona penyanggah. Lokasinya berjarak sekira 120 kilometer dari sisi barat Kabupaten Sampit.

Masalah muncul ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Terdapat aturan anyar yang mensyaratkan pemegang izin restorasi menjual karbon secara langsung ke pembeli tanpa perantara. Sehingga penjualan karbon oleh Rimba Raya dilarang melalui Infinite Earth Limited. Aturan lain adalah larangan klaim kredit karbon di luar area konsesi, yang berakibat pada terhentinya kerja sama Rimba Raya dengan Taman Nasional Tanjung Puting. Buntutnya adalah surat peringatan yang diterbitkan KLHK pada 20 Mei dan 21 September 2021.

KLHK berdalih, ketentuan ini dibuat untuk menjamin target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) dalam upaya menekan emisi gas rumah kaca, terpenuhi. Target ambisius pemerintah adalah dapat menurunkan emisi sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 melalui dukungan internasional. Besaran penurunan emisinya mencapai -140 juta ton CO2e pada 2030.

Itu sebabnya, pemerintah beranggapan bahwa karbon harus dikuasai oleh negara. “Sebab, bicara karbon merupakan bagian dari sumber daya alam yang dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 jelas itu, harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi, kepada Tempo pada 19 Juni lalu.

Kebijakan baru ini tak hanya berimbas pada Rimba Raya saja. Kementerian Kehutanan ikut mencabut izin yang dimiliki PT Global Alam Lestari seluas 22,2 ribu hektare di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. KLHK bahkan membekukan perdagangan karbon yang dilakukan PT Rimba Makmur Utama seluas 157,8 ribu hektare yang arealnya melintasi Kabupaten Kotawaringin Timur dan Katingan, Kalimantan Tengah. Luasan hutannya dua kali lebih besar dari Singapura.

***

Berita terkait

Wali Kota Rahmad Mas'ud Cetak Hattrick Penghargaan Green Leadership Nirwasita Tantra

47 menit lalu

Wali Kota Rahmad Mas'ud Cetak Hattrick Penghargaan Green Leadership Nirwasita Tantra

Nirwasita Tantra merupakan penghargaan yang diberikan kepada Kepala Daerah atas kepemimpinannya yang berhasil merumuskan dan menerapkan pembangunan berkelanjutan.

Baca Selengkapnya

Hakim Vonis Bebas Nyoman Sukena Pemelihara Landak Jawa dan Pulihkan Martabatnya

5 jam lalu

Hakim Vonis Bebas Nyoman Sukena Pemelihara Landak Jawa dan Pulihkan Martabatnya

Nyoman Sukena, pemelihara empat ekor Landak Jawa, divonis bebas setelah didakwa melanggar UU tentang Konservasi

Baca Selengkapnya

Kota Padang Kembali Raih Dua Penghargaan Nirwasita Tantra dari KLHK

1 hari lalu

Kota Padang Kembali Raih Dua Penghargaan Nirwasita Tantra dari KLHK

Penjabat Wali Kota Padang, Andree Algamar, dan Ketua DPRD, Muharlion, menerima penghargaan Nirwasita Tantra 2023 karena keberhasilan membangun kota berwawasan lingkungan melalui kolaborasi eksekutif-legislatif.

Baca Selengkapnya

Soal Perlindungan Aktivis Lingkungan, KLHK Akan Koordinasi dengan LPSK, Komnas HAM dan Polisi

2 hari lalu

Soal Perlindungan Aktivis Lingkungan, KLHK Akan Koordinasi dengan LPSK, Komnas HAM dan Polisi

KLHK akan berkoordinasi dengan Komnas HAM, LPSK dan polisi untuk meningkatkan efektivitas perlindungan terhadap aktivis lingkungan.

Baca Selengkapnya

PIS dan KLHK Gelar Arung Edukasi Festival Ciliwung SH IML

2 hari lalu

PIS dan KLHK Gelar Arung Edukasi Festival Ciliwung SH IML

Pertamina International Shipping (PIS) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkolaborasi merawat sungai Ciliwung lewat festival Ciliwung SH IML.

Baca Selengkapnya

Hasil Regulasi Baru, KLHK Bisa Bentuk Tim Penilai untuk Kasus Hukum Aktivis Lingkungan

2 hari lalu

Hasil Regulasi Baru, KLHK Bisa Bentuk Tim Penilai untuk Kasus Hukum Aktivis Lingkungan

Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 menebalkan partisipasi publik dalam upaya perlindungan hukum aktivis lingkungan.

Baca Selengkapnya

Soal Aturan Perlindungan Aktivis Lingkungan, Komnas HAM: Mendorong Keadilan Restoratif

2 hari lalu

Soal Aturan Perlindungan Aktivis Lingkungan, Komnas HAM: Mendorong Keadilan Restoratif

Komnas HAM mengapresiasi penerbitan Permen LHK Nomor 10/2024 tentang perlindungan hukum terhadap aktivis atau pembela lingkungan.

Baca Selengkapnya

Sidang Kasus Petambak Udang Karimunjawa Mencemari Lingkungan Segera Masuki Tahap Tuntutan

4 hari lalu

Sidang Kasus Petambak Udang Karimunjawa Mencemari Lingkungan Segera Masuki Tahap Tuntutan

KLHK menetapkan 4 petambak udang sebagai tersangka perusakan lingkungan Taman Nasional Karimunjawa.

Baca Selengkapnya

Prabowo Targetkan Rp1.000 Triliun dari Perdagangan Karbon, Pengamat: Terlalu Ambisius

4 hari lalu

Prabowo Targetkan Rp1.000 Triliun dari Perdagangan Karbon, Pengamat: Terlalu Ambisius

Presiden terpilih Prabowo Subianto manargetkan perolehan sampai Rp1.000 triliun (65 miliar dolar AS) pada 2028 dari penjualan kredit emisi karbon

Baca Selengkapnya

Kasus Landak Jawa, Kajati Bali Ungkap Pertimbangan Tuntut Bebas Nyoman Sukena

6 hari lalu

Kasus Landak Jawa, Kajati Bali Ungkap Pertimbangan Tuntut Bebas Nyoman Sukena

Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, mengungkapkan alasan pihaknya menuntut bebas pemelihara landak Jawa, Nyoman Sukena.

Baca Selengkapnya