KIKA: Pola Berulang Buzzer Membungkam Gerakan Kebebasan Akademik

Sabtu, 20 Juli 2024 02:54 WIB

Ilustrasi buzzer. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), sebuah wadah gerakan kritis para akademisi, menemukan pola keberulangan ulah buzzer atau kelompok pendengung. Utamanya dalam menyerang dan menebar teror terhadap akademisi yang sedang mengkritik penguasa. Metodenya acapkali berupa serangan siber di media sosial.

"Buzzer secara tidak langsung dapat menyudutkan gerakan mahasiswa yang kritis,” kata Koordinator KIKA, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, kepada Tempo pada Jumat, 19 Juli 2024. Menurut pria yang juga Direktur Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya itu, serangan pendengung diduga bertujuan untuk menggembosi solidaritas gerakan sipil dari insan kampus.

Fenomena gerakan pendengung mulai masif sejak 2019, ketika pemerintah dan parlemen merombak undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Merujuk pada kelompok bayaran untuk membela penguasa. Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pernah memetakan kerja-kerja pasukan siber yang mendukung pelemahan lembaga antirasuah. Lalu menyerang kelompok masyarakat sipil yang menolak revisi undang-undang.

Kemunculannya makin masif ketika masyarakat sipil mengkritik pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pendengung tak hanya menyerang aktivis dan akademisi, juga bekerja untuk memanipulasi opini untuk mendukung kebijakan pemerintah yang keliru. Pola gerakan ini bahkan digunakan pada masa pemilu untuk memoles citra jagoan masing-masing.

Menurut Satria, fenomena kelompok buzzer sudah dia amati sejak lama. Lantaran ulah mereka yang mengancam dan mengintimidasi gerakan mahasiswa atau akademisi. Salah satu contohnya adalah penggembosan gerakan pembebasan uang kuliah tunggal (UKT) yang sedang dikampanyekan mahasiswa beberapa waktu lalu.

Saat gerakan ini bermunculan beberapa bulan terakhir, Satria melihat terdapat beberapa komentar buzzer di media sosial yang terkesan menyudutkan langkah mahasiswa untuk bersuara dengan daya kritisnya. “Tak heran karena para pakar dan mahasiswa atau mereka yang masuk dalam kelompok kritis, akan terus disudutkan dan pendapatnya dibatasi dengan narasi-narasi tertentu."

Pembungkaman kebebasan sipil melalui kelompok buzzer hanya satu dari empat model pelanggaran kebebasan akademik yang ditemukan oleh KIKA. Empat model ini di antaranya; serangan terhadap gerakan mahasiswa, pemberhentian Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) secara sepihak, ancaman terhadap insan akademik yang fokus terhadap advokasi masalah sumber daya alam, dan polemik insan akademik seperti plagiasi karya ilmiah atau pengangkatan guru besar bermasalah.

Pelbagai jenis masalah itu terpotret dalam 27 jenis kasus yang sempat didampingi KIKA pada medio 2023-2024. Masalah-masalah ini kemudian dibahas dalam pertemuan tahunan yang digelar di Universitas Gadjah Mada pada 11-12 Juli lalu. Mereka mendapati bahwa teror yang acapkali menimpa akademisi terjadi terus-menerus memanfaatkan instrumen otoritarianisme digital.

Otoritarianisme digital yang dimaksud Satria adalah kemajuan teknologi yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memantau dan mengontrol aktivitas sipil di media sosial. Contohnya adalah serangan siber terhadap aktivitas akademik dan penundukan kampus oleh otoritas negara. Dia nilai sebagai upaya menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan pengembangan keilmuan.

Dalam konteks yang lebih luas, menurut KIKA, otoritarianisme digital dan kebebasan akademik juga terkait dengan demokrasi yang melemah. Represi terhadap kebebasan akademik dan pers dapat menjadi bagian dari strategi politik kekuasaan untuk mengawetkan sistem otoriter.

“Kami berharap outlook kebebasan akademik pada 2024 dan di tahun-tahun mendatang, bisa lebih transparansi dan akuntabilitas dalam penyelesaian persoalan integritas akademik,” ucap dia. Dia turut mendorong adaptasi insan kampus dan masyarakat sipil dalam membentengi kebebasan akademik yang sedang tertekan akibat serangan, ancaman, dan intimidasi oleh otoritas kekuasaan.

Berita terkait

Artis dan Influencer Ramai-ramai Mencalonkan Diri di Pilkada, Anies: Harusnya Ada Rekam Jejak

6 hari lalu

Artis dan Influencer Ramai-ramai Mencalonkan Diri di Pilkada, Anies: Harusnya Ada Rekam Jejak

Anies turut menanggapi fenomena artis atau influencer yang ramai bergabung dalam partai politik dan mencalonkan diri di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Pesan Dedi Mulyadi kepada Tim Pemenangan: Tak Boleh Pakai Buzzer untuk Serang Lawan

7 hari lalu

Pesan Dedi Mulyadi kepada Tim Pemenangan: Tak Boleh Pakai Buzzer untuk Serang Lawan

Dedi Mulyadi mengampanyekan program Sekolah Manajer untuk mencetak 10 ribu tenaga profesional lokal.

Baca Selengkapnya

Profil Claudia Sheinbaum, Presiden Perempuan Pertama Meksiko

8 hari lalu

Profil Claudia Sheinbaum, Presiden Perempuan Pertama Meksiko

Claudia Sheinbaum adalah presiden perempuan dengan latar belakang akademisi. Ia aktif suarakan isu lingkungan dan populer di kalangan rakyat miskin.

Baca Selengkapnya

Anggota BEM KM UGM Terima Intimidasi Digital setelah Ikut Aksi Kawal Putusan MK

14 hari lalu

Anggota BEM KM UGM Terima Intimidasi Digital setelah Ikut Aksi Kawal Putusan MK

Salah satu anggota BEM KM UGM menerima intimidasi digital dari nomor luar negeri setelah mengikuti aksi Kawal Putusan MK beberapa waktu lalu.

Baca Selengkapnya

Seluk-beluk Influencer: Apa Itu Psikologi Influence?

18 hari lalu

Seluk-beluk Influencer: Apa Itu Psikologi Influence?

Munculnya para influencer ini sering mengarah untuk menjalankan strategi pemasaran. Dan ini cukup berhasil.

Baca Selengkapnya

Cerita Delpedro Marhaen Ingin Berlindung ke Polisi saat Bentrokan Pecah, Malah Ditangkap dan Dipukul Aparat

18 hari lalu

Cerita Delpedro Marhaen Ingin Berlindung ke Polisi saat Bentrokan Pecah, Malah Ditangkap dan Dipukul Aparat

Delpedro Marhaen dipukul berkali-bali. Yang terakhir dipukul oleh TNI di bagian wajah hingga mengakibatkan memar.

Baca Selengkapnya

KIKA Desak Kapolri Hentikan Represi dan Kekerasan kepada Aksi Massa

19 hari lalu

KIKA Desak Kapolri Hentikan Represi dan Kekerasan kepada Aksi Massa

KIKA meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan anggotanya agar membebaskan seluruh massa aksi yang ditangkap.

Baca Selengkapnya

Melihat Psikologi Sosial Saat Ramai #KawalPutusanMK

19 hari lalu

Melihat Psikologi Sosial Saat Ramai #KawalPutusanMK

Ramai #kawalputusanmk turut mempengaruhi orang untuk ikut turun ke jalan pada aksi massa tanggal 22-23 Agustus lalu. Berikut selengkapnya.

Baca Selengkapnya

Guru Besar UGM Tanggapi Influencer Dibawa ke IKN: Apakah Mau Diadu Antara Kepakaran dan Suara Netizen?

20 hari lalu

Guru Besar UGM Tanggapi Influencer Dibawa ke IKN: Apakah Mau Diadu Antara Kepakaran dan Suara Netizen?

Guru Besar UGM, Prof Koentjoro merespons pemerintah yang mengajak influencer dalam kunjungan ke IKN belum lama lalui.

Baca Selengkapnya

Aksi Kawal Putusan MK, Guru Besar UGM: Pembuktian Anak Muda Sadar Demokrasi

21 hari lalu

Aksi Kawal Putusan MK, Guru Besar UGM: Pembuktian Anak Muda Sadar Demokrasi

Guru Besar UGM Prof Koentjoro mengungkapkan kebanggaannya terhadap aksi mahasiswa kawal putusan MK.

Baca Selengkapnya