Hari Masyarakat Adat Sedunia Ingatkan Ancaman Triple Planetary Crisis dan Solusinya

Jumat, 9 Agustus 2024 23:57 WIB

Foto udara sejumlah warga menggunakan perahu mesin memanen sumer daya laut saat Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin, 25 Maret 2024. Sasi merupakan tradisi adat dalam mengelola sumber daya laut berkelanjutan secara turun temurun dimana pada prosesi Buka Sasi tersebut Kelompok Sasi Perempuan Waifuna dan masyarakat Kapatcol yang didukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dapat memanen biota laut yang disepakati, seperti teripang, lobster dan lola. ANTARA/Bayu Pratama S

TEMPO.CO, Bogor - Kelompok Kerja Areal Konservasi Kelola Masyarakat Indonesia mengajak publik dan para pengambil kebijakan mengambil aksi konkret dalam mengatasi ancaman Triple Planetary Crisis. Ajakan diserukan bertepatan dengan Hari Masyarakat Adat Sedunia yang jatuh pada hari ini, Jumat 9 Agustus 2024.

Triple Planetary Crisis yang dimaksud adalah perubahan iklim, polusi, dan hilangnya biodiversitas. Kelompok kerja itu menekankan aksi konkret kolektif yang termasuk melibatkan masyarakat adat untuk menghadapinya.

"Masyarakat adat dan pengetahuan tradisionalnya telah terbukti efektif dan berhasil dalam mencegah hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim," bunyi ajakan itu seperti yang dibagikan dalam siaran pers Working Group ICCAs (Indigenous and Community Conserved Areas) Indonesia hari ini.

Atas dasar itu pula, tema Hari Masyarakat Adat Sedunia tahun ini adalah 'Masyarakat Adat: Inovasi dan Pengetahuan Tradisional'. Tema dan ajakan ini juga dinilai sejalan dengan dorongan global lewat berbagai komitmen seperti KM-GBF (Kunming Montreal-Global Biodiversity Framework) dan Paris Agreement.

Meskipun dorongan semakin kuat untuk mengakui hak-hak masyarakat adat, dan praktik konservasinya telah terbukti jauh lebih efektif dan berkelanjutan, Kelompok Kerja Areal Konservasi Kelola Masyarakat Indonesia menilai hak-hak masyarakat adat di Indonesia belum terlindungi dan mendapat kepastian hukum secara maksimal. Ini disebutkan tercermin dalam beberapa kebijakan UU-KSDAHE (Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya) yang baru saja direvisi.

Advertising
Advertising

"Misalnya terkait pasal yang mengatur Areal Preservasi yang belum begitu jelas, dan berpotensi menimbulkan konflik di lapangan dengan adanya pasal yang mengatur tentang pelepasan hak atas tanah yang bagi pemegang izin yang tidak melakukan kegiatan konservasi (ala negara)," tutur Ihsan Maulana, Policy Engagement Officer di Kelompok Kerja itu dalam keterangan tertulis yang sama.

UU KSDAHE juga disebutkannya tidak mengatur prinsip persetujuan (Free, Prior, Informed Consent) dan mekanisme resolusi konflik untuk penetapan kawasan konservasi yang dilakukan di wilayah adat. Bahkan secara keseluruhan UU KSDAHE dipandang tidak menunjukkan perubahan yang transformatif.

"Dengan kondisi berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada Masyarakat Adat, maka RUU Masyarakat Adat harus menjadi prioritas agenda legislasi nasional," kata Ihsan sambil menambahkan, "Ketiadaan UU Masyarakat Adat, akan menempatkan Masyarakat Adat dan lingkungan hidup dalam kondisi yang semakin terancam."

Selain UU KSDAHE, kritik juga tertuju kepada dokumen Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) yang diluncurkan Kamis, 8 Agustus 2024. Dokumen ini ditujukan sebagai kebijakan dan panduan implementasi Kunming Montreal-Global Biodiversity Framework.

Saat peluncuran, Cindy Julianty selaku Program Manager di Kelompok Kerja Areal Konservasi Kelola Masyarakat Indonesia, telah menyampaikan bahwa ndonesia bukan hanya negara Mega-Biodiversity, tapi juga negara Bio-Cultural Mega-Diversity. "Leluhur sudah mengajarkan kita bagaimana hidup harmoni dengan alam, sehingga konservasi keanekaragaman hayati adalah bagian dari kebudayaan kita," katanya.

Ditegaskan Cindy, praktik yang dilakukan masyarakat adat telah berkontribusi terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati. Karenanya, dia menyatakan, dapat juga dihitung sebagai kontribusi pada capaian menurut IBSAP.

"Kuncinya adalah pada pengakuan dan perlindungan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat adat, karena pengetahuan tradisional dan kekayaan budaya kita adalah aset bangsa.” katanya lagi.

Foto aerial kawasan hutan Gunung Batu Benau, Desa Sajau Metun, Kabupeten Bulungan, Kalimantan Utara. Untuk melindungi keberlangsungan hidup Suku Punan Batu Benau Sajau, Pemerintah Kabupaten Bulungan memberikan Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) sebagai legalitas untuk memperkuat eksistensi masyarakat adat. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Pada momentum Hari Keanekaragaman Hayati pada Mei lalu, Kelompok Kerja merilis data registrasi Areal Konservasi Kelola Masyarakat. Dicatat, ada 524.501 hektare wilayah yang dilindungi oleh masyarakat adat dan komunitas lokal melalui praktik kearifan lokal, dengan potensi seluruhnya mencapai 4,2 juta hektare.

Praktik-praktik itu tersebar di berbagai tipe lanskap dan ekosistem, baik di wilayah daratan, maupun pesisir dan laut, seperti tana’ ulen, leweung titipan, lubuk larangan, awig-awig, sasi, dan lain-lain.

Kelompok Kerja Areal Konservasi Kelola Masyarakat Indonesia terbentuk pasca-Simposium Areal Konservasi Kelola Masyarakat di Bogor 13-14 Oktober 2011. Kelompok Kerja ini beranggotakan 20 organisasi masyarakat sipil di Indonesia diantaranya adalah JKPP, AMAN, Sawit Watch, Pusaka, HuMa, KIARA, BRWA, Sawit Watch, NTFP-EP Indonesia dan WWF Indonesia.

Pilihan Editor: Studi Ungkap Microwave Rumah Aneka Bakteri

Berita terkait

Ini Alasan Masyarakat Adat dan NGO Ajukan Uji Formil UU KSDAHE ke MK

4 jam lalu

Ini Alasan Masyarakat Adat dan NGO Ajukan Uji Formil UU KSDAHE ke MK

Perwakilan komunitas dan organisasi sipil mengajukan uji formil UU KSDAHE ke Mahkamah Konstitusi. Aturan baru dianggap tak melibatkan warga terdampak.

Baca Selengkapnya

Indonesia-PBB Luncurkan Laporan Tahunan Soal Pelaksanaan UNSDCF 2021-2025, Apakah Itu?

9 jam lalu

Indonesia-PBB Luncurkan Laporan Tahunan Soal Pelaksanaan UNSDCF 2021-2025, Apakah Itu?

Melalui Kementerian PPN/Bappenas, Indonesia dan PBB meluncurkan Laporan Hasil Tahunan pelaksanaan program pembangunan pemerintah 2021-2025.

Baca Selengkapnya

Tak Ditemukan Niat Jahat, Lembaga Advokasi Apresiasi Jaksa Tuntut Bebas I Nyoman Sukena Soal Kasus Landak Jawa

2 hari lalu

Tak Ditemukan Niat Jahat, Lembaga Advokasi Apresiasi Jaksa Tuntut Bebas I Nyoman Sukena Soal Kasus Landak Jawa

Institute for Criminal Justice Reform (IJCR) mengapresiasi tuntutan bebas jaksa atas I Nyoman Sukena

Baca Selengkapnya

Kabupaten Seluma Bengkulu Akui 5 Komunitas Adat, Masih Tersisa 14 Lagi

2 hari lalu

Kabupaten Seluma Bengkulu Akui 5 Komunitas Adat, Masih Tersisa 14 Lagi

Regulator Kabupaten Seluma di Bengkulu mengakui keberadaan 5 komunitas adat.Seluma sudah memiliki Perda perlindungan masyarakat adat.

Baca Selengkapnya

Jokowi Berkantor di IKN, Masyarakat Adat Pemaluan: Kami Ingin Berkeluh Kesah

4 hari lalu

Jokowi Berkantor di IKN, Masyarakat Adat Pemaluan: Kami Ingin Berkeluh Kesah

Masyarakat adat di Kelurahan Pemaluan menyampaikan sejumlah harapannya ke Jokowi yang kini mulai berkantor di IKN.

Baca Selengkapnya

BNPB Tekankan Pentingnya Penanggulangan Bencana yang Berkelanjutan

5 hari lalu

BNPB Tekankan Pentingnya Penanggulangan Bencana yang Berkelanjutan

BNPB menekankan pentingnya diversifikasi dan upaya penanggulanan bencana yang berkelanjutan.

Baca Selengkapnya

Paus Fransiskus Akhiri Perjalanan ke Asia Tenggara dan Oseania

6 hari lalu

Paus Fransiskus Akhiri Perjalanan ke Asia Tenggara dan Oseania

Paus Fransiskus mengakhiri lawatan ke Asia Tenggara dan Oseania selama 12 hari.

Baca Selengkapnya

UNESCO Hadiahi Sokola Institute Uang 30 Ribu Dolar lewat Confucius Prize for Literacy 2024

7 hari lalu

UNESCO Hadiahi Sokola Institute Uang 30 Ribu Dolar lewat Confucius Prize for Literacy 2024

Sokola Institute telah terpilih sebagai salah satu pemenang UNESCO Confucius Prize for Literacy 2024. Pengumuman dilakukan pada Hari Literasi Sedunia.

Baca Selengkapnya

Sebanyak 120 Ribu Mangrove Akan Ditanam di Pesisir Pantai Sulawesi Barat

11 hari lalu

Sebanyak 120 Ribu Mangrove Akan Ditanam di Pesisir Pantai Sulawesi Barat

Selain menjadi bagian peringatan hari jadi Sulawesi Barat ke-20, kegiatan penanaman mangrove ini untuk menyokong wisata dan gerakan perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Ketika Sri Mulyani Cemas Perubahan Iklim Gerus PDB sampai 10 Persen Tahun Depan

11 hari lalu

Ketika Sri Mulyani Cemas Perubahan Iklim Gerus PDB sampai 10 Persen Tahun Depan

Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan iklim dapat menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 10 persen pada 2025.

Baca Selengkapnya