Luhut Kaji Penutupan PLTU Suralaya, Apa Tanggapan Warga Sekitar dan Pengelola?

Kamis, 22 Agustus 2024 18:10 WIB

Asap dan uap mengepul dari PLTU milik Indonesia Power, di samping area Proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya, Provinsi Banten, Indonesia, 11 Juli 2020. REUTERS/Willy Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan 'tiba-tiba' menyatakan akan segera mengkaji kemungkinan menghentikan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Suralaya di Cilegon, Banten. Alasannya, untuk menekan polusi udara Jakarta.

"Itu kami (akan) rapatin nanti yang (PLTU) Suralaya itu. Kan sudah banyak polusinya. Dan sudah (beroperasi) 40 tahun," ujar Luhut ditemui seusai menghadiri Supply Chain & National Kapasitas Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Rabu, 14 Agustus 2024.

Seperti diketahui, PLTU batu bara seperti PLTU Suralaya telah dikenal sebagai energi kotor. Di Suralaya, dampak buruk PLTU untuk kesehatan telah dikukuhkan antara lain lewat hasil riset Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang dirilis pada September 2023 lalu.

Dalam penelitian tersebut dipaparkan bahwa pembakaran batu bara menimbulkan polusi udara terdiri dari partikel halus PM2,5, gas nitrogen dioksida (NO2), gas sulfur dioksida (SO2), dan gas ozon (O3). Semua polutan dapat menyebar dalam jarak jauh dan menyebabkan gangguan pernapasan yang dimulai dengan gejala awal batuk kronis.

Dampaknya, CREA menemukan, polusi udara dari kompleks PLTU Suralaya bisa menyebabkan 1.470 kematian setiap tahun. Perempuan hamil termasuk di antara kelompok paling rentan.

Advertising
Advertising

Polusi udara dari kompleks PLTU Suralaya juga menyebabkan 936 kelahiran prematur, dan 612 bayi lahir dengan berat badan lahir rendah. Emisi yang dikeluarkan dari kompleks PLTU yang sama juga ditemukan berada di balik 1.790 kunjungan ke unit gawat darurat asma dan 1.010 kasus asma baru.

Warga Korban Polusi PLTU Suralaya

Tinggal dalam hitungan jarak sekitar satu kilometer saja membuat Edi Suriana terpapar langsung dampak buruk dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Suralaya tersebut. Tak sekadar terpapar, dia meyakini debu batu bara dari pembakaran di pembangkit-pembangkit listrik itulah yang merasuk sampai ke paru-paru anak ketiganya.

Edi Suradi, 45 tahun, adalah warga Kelurahan Suralaya, Pulomerak, Cilegon, Banten. Lima tahun lalu dia mendapati anak ketiganya yang berusia tiga tahun didiagnosis tuberkulosis paru (TB Paru) setelah menjalani pemeriksaan darah. “Waktu itu hanya disebut penyakit paru,” kata bapak empat anak ini kepada Tempo, Rabu 21 Agustus 2024.

Edi mengungkapkan, anaknya itu menjalani pemeriksaan sampai ke RSUD Cilegon yang kemudian meresepkan obat yang harus diminum setiap hari selama enam bulan. Pada bulan kelima, Edi membawa anaknya itu ke RS Universitas Indonesia. Dari pemeriksaan dan rontgen di rumah sakit ini, Edi yakin debu batu bara PLTU Suralaya menyesaki paru-paru anaknya.

"Saya awam tapi di Suralaya tidak ada lagi industri selain PLTU unit 1-8," katanya sambil menambahkan kedekatan lokasi rumahnya dengan PLTU itu.

Edi pun sudah sempat mengangkat isu ini ke publik dan meminta tanggung jawab dari PT. PLN Indonesia Power sebagai pengelola PLTU Suralaya tapi gagal mendapatkan perhatian. "Mereka hanya memberikan penjelasan bahwa debu yang berhamburan ke udara dan jalan itu ketika mulai menyalakan mesin. Mereka hanya menjelaskan itu," ucapnya.

Baca halaman berikutnya: Kegalauan warga sekitar dan penyangkalan pengelola

<!--more-->

Ingin PLTU Suralaya Ditutup tapi ...

Saat dihubungi, Edi mengaku lega apabila PLTU Suralaya benar akan ditutup. Meski begitu dia mengaku tak bisa menutup mata atas ketergantungan banyak warga sekitar kepada operasional PLTU. Mereka disebutnya telah puluhan tahun diserap sebagai tenaga kerja lokal.

Sebelum dilakukan suntik mati PLTU Suralaya, dia berharap ada terobosan dari Indonesia Power dan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat sekitar. Ia meminta, misalnya, ada pelatihan pertanian dan usaha mikro, kecil, menengah bagi warga yang selama ini menggantungkan hidup di PLTU Suralaya.

"Harus ada persiapan alih profesi bagi warga yang telanjur bergantung hidup di PLTU Suralaya," kata Edi.

Indonesia Power Sangkal Polusi dari PLTU Suralaya

Terpisah, Sekretaris PT Indonesia Power, Agung Siswanto, pun dimintai tanggapannya atas pernyataan Luhut yang ingin menutup PLTU Suralaya. Dia mengatakan kalau PLTU Suralaya telah mematuhi aturan ambang batas baku mutu lingkungan.

Ia menyangkal dampak polusi. Sebaliknya, memastikan bahwa polusi yang ditimbulkan sudah sesuai regulasi hingga batas yang layak bagi kesehatan masyarakat dengan mengutip kajian versi Profesor Lingkungan dari ITB. "Pada prinsipnya kami selaku operator mengikuti regulasi pemerintah," kata Agung kepada Tempo, Kamis, 22 April 2024.

Pilihan Editor: Geolog BRIN Akui Peluang Gempa Megathrust Mentawai-Siberut Cukup Besar, Minta Kesiagaan Tidak Kendur

Berita terkait

Peneliti ITB Pakai Olahan Getah Pinus dan Sawit untuk Marka Jalan Tol, Begini Tampilannya

4 hari lalu

Peneliti ITB Pakai Olahan Getah Pinus dan Sawit untuk Marka Jalan Tol, Begini Tampilannya

ITB dan sejumlah entitas menjajal pemakaian bahan dari getah pinus gondorukem dan gliserol untuk marka garis jalan tol.

Baca Selengkapnya

Luhut Sebut Prabowo Terharu saat Ikut Sidang Kabinet Terakhir Jokowi

4 hari lalu

Luhut Sebut Prabowo Terharu saat Ikut Sidang Kabinet Terakhir Jokowi

Luhut mengungkap bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto sempat menyampaikan paparan dalam Sidang Kabinet terakhir pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Emiten Milik Boy Thohir ADRO Bakal Jual Seluruh Saham Adaro Andalan Indonesia, Ini Sebabnya

4 hari lalu

Emiten Milik Boy Thohir ADRO Bakal Jual Seluruh Saham Adaro Andalan Indonesia, Ini Sebabnya

PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) akan menjual 99,99 persen sahamnya di PT Adaro Andalan Indonesia (AAI). Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Diskusi INDEF Soroti Subsidi Tiket KRL Berbasis NIK: Kelas Menengah Semakin Terpuruk, Bisa Turun Kelas

4 hari lalu

Diskusi INDEF Soroti Subsidi Tiket KRL Berbasis NIK: Kelas Menengah Semakin Terpuruk, Bisa Turun Kelas

Wacana Subsidi tiket KRL berbasis NIK mengemuka usai Menhub Budi Karya. Diskusi INDEF bahas dalam diskusi Kelas Menengah Turun Kelas.

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi Pimpin Sidang Kabinet Terakhir di IKN Hari Ini

4 hari lalu

Presiden Jokowi Pimpin Sidang Kabinet Terakhir di IKN Hari Ini

Presiden Jokowi masih berkantor di IKN. Ia akan memimpin sidang paripurna kabinetnya yang terakhir hari ini.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Jabodetabek, Pemerintah Didesak Sediakan BBM Standar Euro 4

5 hari lalu

Polusi Udara Jabodetabek, Pemerintah Didesak Sediakan BBM Standar Euro 4

Hasil simulasi penerapan BBM ramah lingkungan yang sesuai teknologi Euro 4 disebut mampu menurunkan polusi udara secara signifikan.

Baca Selengkapnya

ITB Berlakukan Kurikulum Baru, Mahasiswa Merdeka Memilih Mata Kuliah

8 hari lalu

ITB Berlakukan Kurikulum Baru, Mahasiswa Merdeka Memilih Mata Kuliah

Mulai tahun ini, mahasiswa ITB dapat mengambil satuan pelajaran di luar dari bidang studi yang sedang ditempuh.

Baca Selengkapnya

Tragedi Rempang Setahun Lalu: Upaya Pengosongan Pulau Rempang Demi PSN Rempang Eco City, Milik Siapa?

8 hari lalu

Tragedi Rempang Setahun Lalu: Upaya Pengosongan Pulau Rempang Demi PSN Rempang Eco City, Milik Siapa?

Setahun lalu atau tepatnya pada 7 September 2023, terjadi bentrokan antara aparat dengan warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Baca Selengkapnya

Polusi Udara akan Menjadi Pekerjaan Rumah Besar Pemerintahan Prabowo-Gibran

9 hari lalu

Polusi Udara akan Menjadi Pekerjaan Rumah Besar Pemerintahan Prabowo-Gibran

Pemerintahan Prabowo-Gibran akan dituntut untuk menyelesaikan persoalan polusi udara yang semakin parah.

Baca Selengkapnya

Bicara Udara: Masalah Polusi Udara Perlu Jadi Prioritas Pemerintahan Baru

10 hari lalu

Bicara Udara: Masalah Polusi Udara Perlu Jadi Prioritas Pemerintahan Baru

Bicara Udara mendorong pemerintahan Prabowo menjadikan polusi udara sebagai masalah prioritas nasional yang perlu diatasi.

Baca Selengkapnya