Isotop Karbon-14 untuk Mengukur Gas Rumah Kaca

Reporter

Editor

Senin, 17 Mei 2010 11:54 WIB

Carbon 14
TEMPO Interaktif, Jakarta - Tumbuh-tumbuhan dan hewan ternyata melepaskan gas karbon dioksida. Alhasil, untuk memperoleh gambaran yang akurat dari kontribusi pembakaran bahan bakar fosil, peneliti sedang mengembangkan alat baru untuk membedakan antara CO2 "alami" dan yang keluar dari proses aktivitas manusia.

Salah satu tekniknya menggunakan isotop radioaktif karbon-14, yang dapat menelisik jejak karbon dioksida di atmosfer. Isotop jenis ini ternyata dikeluarkan oleh tanaman yang terkubur selama jutaan tahun, bukan oleh bahan bakar fosil. Dengan mengambil sampel udara dan mengukur isi karbon-14, peneliti dapat mengetahui berapa banyak karbon dioksida yang berasal dari biosfer dan dari emisi bahan bakar fosil.

"Jika Anda melakukan ini dalam skala besar, hal itu benar-benar menajamkan pandangan kita soal biosfer," kata Pieter Tans, ilmuwan senior NOAA Earth System Research Laboratory di Boulder. Levin secara teratur mengukur muatan karbon-14 dalam sampel udara di Jerman menggunakan Geiger. Sedangkan Tans dan kawan-kawan belum lama ini menggunakan spektrometri. Komite NRC merekomendasikan biaya pengukuran tahunan karbon-14 di seluruh dunia sebesar US$ 5-10 juta.

Saat ini ilmuwan AS dan Jepang sibuk menafsirkan data awal dari satelit Jepang, dan NASA berencana meluncurkan versi kedua Orbiting Carbon Observatory pada 2013. Prancis saat ini juga mengembangkan satelit sejenis. "Jika Anda ingin tahu apakah ada perubahan emisi dari 2010 sampai 2020, kita harus melakukan pengukuran sekarang."

Banyak satelit dipakai karena pengukurannya lebih andal untuk memverifikasi emisi gas rumah kaca. "Semua orang dapat melihat emisi orang lain dengan cara yang sangat transparan," kata Philippe Ciais, Koordinator ICOS dan Direktur Laboratorium for Climate Sciences and the Environment di Gif-sur-Yvette, Prancis.

Pemantauan dan pengendalian karbon dioksida memang akan jadi satu bagian dari perjanjian iklim di masa mendatang. Gas seperti metana, asam nitrat, dan berbagai senyawa yang mengandung florida memiliki efek pemanasan yang kuat dan harus dipantau. Komisi Eropa dan Netherlands Environment Assessment Agency bekerja sama untuk membuat emisi gas-gas rumah kaca lebih rendah.
Emissions Database for Global Atmospheric Research (EDGAR) mengumpulkan inventori secara internasional dan nasional. Di Universitas Heidelberg, Levin menggunakan kajian EDGAR dan pengukuran langsung dari 14 lokasi di seluruh dunia untuk menghitung emisi heksaflorida sulfur (SF6). Ini merupakan insulator yang tahan api yang digunakan dalam peralatan listrik.

Molekul SF6 memiliki panas hampir 24 ribu kali kekuatan sebuah molekul karbon dioksida dan tetap dalam kondisi itu sekitar 3.200 tahun. Artinya, semua SF6 pernah dipancarkan oleh manusia. Penelitian Levin menunjukkan bahwa emisi SF6 oleh negara-negara industri ternyata dua kali lebih tinggi ketimbang yang disampaikan kepada UNFCCC.

Temuan itu menunjukkan adanya "perangkap" dari laporan negara industri. Menurut Levin, jika Anda ingin tahu apakah ada perubahan dalam emisi sepanjang 2010-2020, kita harus melakukan pengukuran saat ini juga. "Aku tidak bisa keluar hari ini untuk mendapatkan kualitas udara Heidelberg pada September tahun lalu. Udara itu telah lenyap."

UNTUNG WIDYANTO (NATURE.COM)

Berita terkait

Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

7 hari lalu

Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

Salah satu Rukun Tetangga (RT) di wilayah Jakarta Timur kini tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

Baca Selengkapnya

Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

17 hari lalu

Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

Dubai terdampak badai yang langka terjadi di wilayahnya pada Selasa lalu, 16 April 2024.

Baca Selengkapnya

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

22 hari lalu

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

40 hari lalu

Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

Fenomena penguapan air dari tanah akan menggerus sumber daya air di masyarakat. Rawan terjadi saat kemarau.

Baca Selengkapnya

Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

46 hari lalu

Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.

Baca Selengkapnya

13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

46 hari lalu

13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

Studi hujan salju di masa depan mengungkap ladang ski dipaksa naik ke dataran lebih tinggi dan terpencil. Ekosistem pegunungan semakin terancam.

Baca Selengkapnya

Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

47 hari lalu

Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

Kajian peneliti BRIN menunjukkan potensi kekeringan esktrem di IKN Nusantara dan wilayah lainnya di Kalimantan pada 2033-2050. Dipicu perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

56 hari lalu

Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

Rekor bulan terpanas kesembilan berturut-turut sejak Juli lalu. Pertengahan tahun ini diprediksi La Nina akan hadir. Suhu udara langsung mendingin?

Baca Selengkapnya

Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

12 Februari 2024

Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

Januari 2024 lalu adalah rekor baru pemanasan global untuk suhu rata-rata bulanan.

Baca Selengkapnya

Cuaca Ekstrem Bukan Fenomena Alam Biasa, Peneliti BRIN Usul Dibentuk Komite Khusus

2 Februari 2024

Cuaca Ekstrem Bukan Fenomena Alam Biasa, Peneliti BRIN Usul Dibentuk Komite Khusus

Cuaca ekstrem harus dilihat dalam perspektif perubahan iklim global.

Baca Selengkapnya