TEMPO.CO, Jakarta - Saat berlangsung SEA Games di Singapura, pertengahan Juni lalu, pemain voli Indonesia, Aprilia Santini Manganang, tersandung masalah gender. Delegasi Filipina menuntut penyelenggara SEA Games 2015 agar melakukan tes gender pada Aprilia yang memiliki kekuatan fisik amat prima.
Apakah tes gender itu? Bagaimana melakukannya?
Dokter spesialis olahraga, Michael Triangto, mengatakan tes gender pada atlet biasanya dilakukan dengan memeriksa keberadaan Barr Body. Barr Body adalah kromosom X yang bersifat tak aktif dalam sel somatik perempuan.
"Adanya Barr Body menunjukkan seseorang berjenis kelamin perempuan," kata Michael saat dihubungi, beberapa waktu lalu.
Caranya, Michael menjelaskan, struktur dari Barr Body ditemukan pada tepi sel epitel mukosa rongga mulut. Dokter akan memeriksa lendir dari rongga mulut atlet yang menjalani tes gender guna memastikan keberadaan Barr Body. Meski begitu, ia berujar tes ini tak mutlak dilaksanakan pada setiap atlet cabang olahraga dan hanya dilaksanakan jika muncul kecurigaan.
Michael menjelaskan, kasus kontroversi gender banyak terjadi pada laki-laki yang menyamar sebagai perempuan. Dalam kasus ini, atlet itu memperoleh keuntungan berupa kekuatan stamina laki-laki dan berlaga di pertandingan kategori perempuan. Atlet itu dengan sengaja mengkonsumsi pil yang mampu menambah kadar hormon progesteron.
Contoh kasus kedua, kata Michael, terjadi karena ketidaktahuan atlet. Atlet itu tak mengetahui jika ia mengalami kelainan bentuk alat kelamin sejak kecil. Setelah orang tua memutuskan atlet itu berkelamin perempuan misalnya, ia justru berkembang menjadi laki-laki saat dewasa. "Ini masuk kategori tidak disengaja," ujar dia.
Kemungkinan lain, Michael melanjutkan, orang tua atlet sengaja mengubah orientasi jenis kelamin anaknya. Hal itu berlanjut hingga atlet dewasa.
Kasus yang paling sering terjadi, Michael berujar, yakni kelainan hormon yang mempengaruhi kondisi fisik atlet. Dari hasil pengamatannya, kondisi itu disebabkan adanya tumor pada organ genital. "Kelainan hormon pasti ada pemicunya," kata dia.
Michael mengatakan federasi dan komite olahraga terkait akan menentukan nasib atlet berdasarkan hasil pemeriksaan. Atlet bisa terus berlaga jika hasilnya menunjukkan kelainan disebabkan oleh penyakit. "Kasus terbanyak yaitu laki-laki yang menyamar sebagai perempuan," ucap Michael.