Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Masyarakat Adat Aru Tuntut Pengakuan atas Peran dalam Melindungi Alam di COP16

image-gnews
Pemuda Adat Bentangkan Spanduk Raksasa Seruan Selamatkan Hutan Aru di Pantai Pulau Kumareri, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Dok FWI
Pemuda Adat Bentangkan Spanduk Raksasa Seruan Selamatkan Hutan Aru di Pantai Pulau Kumareri, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Dok FWI
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat adat Kepulauan Aru, Maluku, Indonesia, menyerukan perlindungan keanekaragaman hayati di tanah leluhur mereka. Mereka melakukan demonstrasi damai ini bertepatan dengan perundingan konservasi keanekaragaman hayati global di COP16 CBD di Cali, Kolombia. 

Mewakili masyarakat Aru, Monika Maritjie Kailey hadir di Cali untuk mengadvokasi urgensi perlindungan keanekaragaman hayati di tanah kelahirannya. Sementara itu, di Pulau Kumareri, Kepulauan Aru, para pemimpin adat dan pemuda juga menggelar demonstrasi damai untuk mendukung upaya perlindungan keanekaragaman hayati global, khususnya di Maluku.

Kepulauan Aru merupakan salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati terkaya di Indonesia, terdiri dari 832 gugusan pulau dengan luas daratan 800.000 hektare yang dikelilingi oleh 4 juta hektare laut dan selat. Wilayah ini meliputi 156.000 hektare hutan bakau, 550.000 hektare hutan tropis dataran rendah, 22.000 hektare sabana, 19.000 hektare padang lamun, dan 53.000 hektare terumbu karang. Laut Aru sendiri menyumbang 21 persen potensi perikanan nasional Indonesia (771.600 ton per tahun).

Meskipun kaya akan ekologi, Kepulauan Aru terus menghadapi ancaman terhadap keanekaragaman hayati, karena sebagian besar wilayahnya diklasifikasikan sebagai hutan produksi konversi. Sejak tahun 1970-an, setidaknya empat gelombang izin telah dikeluarkan di Aru, termasuk untuk eksploitasi hutan (1970-2000), perkebunan tebu, eksploitasi berlebihan wilayah laut, izin penebangan (IUPHHK-HA, 2007-2013), peternakan sapi (2014-2021), dan izin pemanfaatan hutan lainnya (izin karbon dan hutan alam, 2022-sekarang). Sejarah ini telah memotivasi masyarakat Aru untuk terus mempertahankan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di tanah leluhur mereka.

Presentasi oleh Monika Maritjie Kailey. Dok FWI

“Masyarakat adat telah menunjukkan kemampuan mereka untuk melestarikan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati melalui praktik tradisional dan kearifan lokal,” kata Monika, seorang advokat adat dari Aru yang menghadiri COP16 dikutip dari siaran pers, Senin, 28 Oktober 2024.. 

“Kami telah berulang kali mempertahankan hutan dan laut kami dari ancaman industri ekstraktif. Sudah saatnya bagi pemerintah Indonesia dan masyarakat global untuk mengakui peran masyarakat adat dalam melindungi keanekaragaman hayati dengan memastikan mobilisasi sumber daya yang adil,” ucap Monika.

Seruan untuk perlindungan keanekaragaman hayati di Kepulauan Aru juga datang dari pemuda adat di pulau tersebut. Melalui aksi damai, mereka menuntut komitmen serius pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati, termasuk mencabut izin ekstraktif yang mengancam keanekaragaman hayati dan mempercepat penerapan peraturan daerah yang mengakui hak-hak masyarakat adat.

Johan Djamanmona, koordinator aksi damai di Kepulauan Aru, mengatakan menjadi warga Aru bukan sekadar hak, tetapi kewajiban. Menurutnya, melindungi Aru berarti menjaga kehidupan masyarakat Aru. "Aksi hari ini merupakan pernyataan perjuangan masyarakat adat Aru dan pemuda untuk menolak investasi yang merusak lingkungan di Aru dan mendesak pemerintah pusat untuk mencabut semua izin eksploitasi hutan yang ada di Kepulauan Aru,” ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di COP16 CBD, diskusi tentang pengakuan kontribusi masyarakat adat terhadap konservasi keanekaragaman hayati telah menjadi hal yang kompleks, terutama menyangkut penghormatan terhadap Hak Masyarakat Adat dan Lokal, yang penting dalam Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal (KM-GBF) yang disepakati dua tahun lalu.

Masyarakat adat di COP16 mendesak negara-negara untuk sepenuhnya mengakui kontribusi mereka terhadap konservasi keanekaragaman hayati dan untuk membentuk Badan Pendukung permanen yang berfokus pada Pasal 8j, yang mencakup pengetahuan tradisional, inovasi, dan praktik dalam konservasi keanekaragaman hayati. Namun, beberapa negara, termasuk delegasi Indonesia, telah menentang usulan ini, meskipun Masyarakat Adat dan Lokal memberikan kontribusi yang signifikan terhadap target KM-GBF.

Advokasi Monika menggarisbawahi peran penting masyarakat adat sebagai penjaga keanekaragaman hayati yang membutuhkan dukungan pemerintah. Sayangnya, kebijakan yang mendukung perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati oleh masyarakat adat belum menghasilkan dampak nyata.

“Dua kebijakan utama perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia—Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2023 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2024—masih belum memenuhi kebutuhan dan hak masyarakat adat. Inpres tersebut tidak memiliki kewenangan mengikat secara hukum, oleh karena itu Peraturan Presiden akan menjadi instrumen yang lebih kuat,” kata Bimantara, peneliti di Perkumpulan HuMA Indonesia.

“Di masa mendatang, akan bermanfaat juga untuk merevisi kebijakan ini agar selaras dengan struktur dan tanggung jawab kebijakan keanekaragaman hayati setelah pemerintahan baru menjabat,” katanya.

Selain peran penting mereka dalam pelestarian keanekaragaman hayati, masyarakat adat sangat rentan terhadap dampak langsung perubahan iklim. “Kebijakan pemerintah tentang keanekaragaman hayati, seperti IBSAP (Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia) dan komitmen iklim seperti NDC (Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional), harus menghormati dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat,” kata Salma Zakiyah, Program Officer untuk Hutan dan Iklim di MADANI Berkelanjutan.

Sejarah telah menunjukkan dengan jelas bahwa masyarakat adat yang telah menjaga keanekaragaman hayati di Kepulauan Aru. Oleh karena itu, pengakuan atas kontribusi mereka terhadap perlindungan keanekaragaman hayati di wilayah mereka sudah sepantasnya. “Tidak ada alasan untuk mengabaikan keberadaan masyarakat adat dan kontribusi mereka terhadap perlindungan sumber daya alam,” kata Ogy Dwi Aulia dari Forest Watch Indonesia.

Pilihan Editor: BMKG: Potensi Gelombang Tinggi 2,5 Meter di Perairan Aceh hingga Papua

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Greenpeace Soroti Mandeknya Pembahasan Dana dalam Perundingan Keanekaragaman Hayati COP16

8 jam lalu

Suasana Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) ke-16 di Cali, Kolombia, 20 Oktober 2024. REUTERS/Juan David Duque
Greenpeace Soroti Mandeknya Pembahasan Dana dalam Perundingan Keanekaragaman Hayati COP16

Greenpeace mengatakan beberapa hari COP16 berlalu tanpa pemenuhan komitmen yang menghilangkan kesempatan untuk melindungi keanekaragaman hayati.


Terpopuler: Prabowo Perintahkan Menperin, Menkeu, BUMN, dan Menaker Selamatkan Sritex; Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua

2 hari lalu

Pada 1994, Sritex pernah menjadi produsen seragam militer NATO dan Tentara Jerman. PT Sritex sendiri memiliki lebih dari 300 ribu desain kain, termasuk enam desain pakaian militer yang telah dipatenkan di Dirjen HAKI. Kapasitas produksi Sritex tidak hanya terbatas pada seragam militer, tetapi juga mencakup perlengkapan militer untuk berbagai negara di seluruh dunia. Sebagian besar ekspor Sritex dilakukan ke Amerika Serikat dengan nilai total mencapai US$ 300 juta per tahun, diikuti oleh kawasan Eropa dengan nilai mencapai US$ 200 juta per tahun. TEMPO/Andry Prasetyo
Terpopuler: Prabowo Perintahkan Menperin, Menkeu, BUMN, dan Menaker Selamatkan Sritex; Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex).


Masyarakat Adat Tuntut Setop Proyek PSN Food Estate di Merauke yang Belum Punya Amdal dan Brutal

3 hari lalu

Presiden Joko Widodo memegang bibit tebu saat akan ditanam di area PT Global Papua Abadi, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, 23 Juli 2024. Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
Masyarakat Adat Tuntut Setop Proyek PSN Food Estate di Merauke yang Belum Punya Amdal dan Brutal

Pembukaan kawasan hutan jutaan hektar di Merauke untuk food estate belum memiliki Amdal. Masyarakat adat menjerit agar proyek dihentikan.


Masyarakat Sipil Indonesia Desak Pemerintah dukung Agenda Masyarakat Adat di COP 16 CBD

3 hari lalu

Suasana Conference of the Parties (COP) to the Convention on Biological Diversity (COP 16 CBD) di Cali, Kolombia pada 24 Oktober 2024
Masyarakat Sipil Indonesia Desak Pemerintah dukung Agenda Masyarakat Adat di COP 16 CBD

Masyarakat sipil Indonesia mendesak pemerintah dukung agenda masyarakat adat di COP 16 CBD


Masyarakat Sipil Indonesia Desak Pemerintah Dukung Agenda Masyarakat Adat di COP16 CBD

4 hari lalu

Suasana Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) ke-16 di Cali, Kolombia, 20 Oktober 2024. REUTERS/Juan David Duque
Masyarakat Sipil Indonesia Desak Pemerintah Dukung Agenda Masyarakat Adat di COP16 CBD

Pada COP16, Masyarakat Adat mendorong negara-negara yang hadir untuk memastikan pengakuan penuh atas kontribusi Masyarakat Adat.


Tidak Lagi Jadi Menteri, Siti Nurbaya Bakar Menyampaikan Pesan kepada Dua Menteri Penggantinya di Kabinet Prabowo

5 hari lalu

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Lingkungan dan Iklim Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen, tiba di halaman Istana Negara untuk bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Ahad, 2 Juni 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Tidak Lagi Jadi Menteri, Siti Nurbaya Bakar Menyampaikan Pesan kepada Dua Menteri Penggantinya di Kabinet Prabowo

Mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyoroti sejumlah isu kunci, seperti keanekaragaman hayati dan EUDR.


Seruan Greenpeace ke Delegasi Negara-negara di COP16 Biodiversitas: Penundaan Tak Dapat Diterima

6 hari lalu

Aksi unjuk rasa aktivis untuk alam menjelang COP16 Keanekaragaman Hayati PBB di Kolombia. Dok. Greenpeace
Seruan Greenpeace ke Delegasi Negara-negara di COP16 Biodiversitas: Penundaan Tak Dapat Diterima

Greenpeace berharap pada COP16 Biodiversitas bakal melahirkan komitmen untuk menyediakan pendanaan US$ 20 miliar pada 2025.


PBB Gelar 3 COP Sekaligus Tahun Ini: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Daratan

6 hari lalu

Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) ke-16 di Cali, Kolombia. UNODC.org
PBB Gelar 3 COP Sekaligus Tahun Ini: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Daratan

Berikut penjelasan apa saja ketiga COP itu serta kapan-di mana-apa yang dibahas.


COP16 Konvensi Biodiversitas Digelar Mulai Hari Ini, Perdagangan Bakal Ikut Disorot

6 hari lalu

Suasana Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) ke-16 di Cali, Kolombia, 20 Oktober 2024. REUTERS/Juan David Duque
COP16 Konvensi Biodiversitas Digelar Mulai Hari Ini, Perdagangan Bakal Ikut Disorot

COP16 Konvensi Biodiversitas PBB di Cali, Kolombia, digelar mulai hari ini, 21 Oktober 2024, hingga 10 hari ke depan.


Hadiri Konferensi Keanekaragaman Hayati COP16 di Kolombia, Delegasi Greenpeace Cerita Kualitas Udara dan Ancaman Gerilyawan

7 hari lalu

Logo COP 16 (sumber: cbd.int)
Hadiri Konferensi Keanekaragaman Hayati COP16 di Kolombia, Delegasi Greenpeace Cerita Kualitas Udara dan Ancaman Gerilyawan

COP16 akan menjadi COP Keanekaragaman Hayati pertama sejak diadopsinya Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global.