Iklan
TEMPO Interaktif, DUBLIN: Teka-teki yang menyelubungi kelahiran bayi hiu dari induk yang masih perawan akhirnya terjawab. Para ilmuwan dari dua negara butuh waktu enam tahun sebelum mengungkap parthenogenesis, proses pembuahan telur tanpa sperma. Riset gabungan peneliti dari Irlandia Utara dan Amerika Serikat itu membuktikan hiu betina bisa membuahi telur dan melahirkannya tanpa kontribusi sperma hiu jantan. Studi terbaru tentang reproduksi aseksual hiu bonnethead, sejenis hiu kepala martil, membuktikan parthenogenesis memang terjadi di Kebun Binatang Henry Doorly di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Royal Society, Biology Letter, pertengahan Mei lalu, itu dilakukan dengan menganalisis DNA bayi hiu yang lahir pada 14 Desember 2001. Hiu itu lahir dalam sebuah kolam berisi tiga hiu betina, tapi tak satu pun di antara mereka pernah kontak dengan hiu jantan selama paling tidak tiga tahun. Tak hanya kelahirannya yang menghebohkan, nasib bayi hiu bonnethead (Sphyrna tiburo) itu juga tragis. Baru lima jam keluar dari tubuh induknya, dia dibunuh seekor ikan pari yang tinggal di akuarium yang sama. Analisis DNA terhadap ikan itu tidak menemukan jejak kontribusi kromosomal dari hiu jantan. Pakar hiu memastikan peristiwa itu adalah kasus parthenogenesis pertama pada hiu. Parthenogenesis adalah bahasa Yunani yang berarti "kelahiran perawan."Reproduksi aseksual seperti yang terjadi pada hiu kepala martil itu umum ditemukan pada beberapa spesies serangga. Meski jarang, kejadian itu juga ditemukan pada reptil dan ikan dan tak pernah terdokumentasi pada mamalia. Laporan adanya parthenogenesis memang makin meningkat dengan kian banyaknya satwa yang dibesarkan dalam penangkaran, tapi belum ada laporan tentang ikan bertulang rawan seperti hiu. "Penemuan ini sangat mengagetkan karena reproduksi semua hiu hanya melalui proses seksual lewat perkawinan jantan dan betina, janin butuh DNA dari kedua orang tuanya untuk berkembang sempurna, sama dengan mamalia," kata ahli biologi laut, Paulo Prodohl dari Queen's University of Belfast, Irlandia Utara. Peneliti yang ikut terlibat dalam riset itu menuturkan, semula mereka meragukan hasilnya dan mengulanginya lagi. "Pengujian ketiga kalinya menggunakan teknik anyar dengan pendekatan genetika baru dan dipastikan tak ada DNA jantan," kata pakar genetika ikan terutama DNA hiu kepala martil itu. Sebelum studi ini, banyak dugaan simpang-siur soal kelahiran parthenogen, julukan bagi keturunan yang dihasilkan lewat proses parthenogenesis itu. Ada yang berteori bahwa hiu betina itu dihamili hiu macan jantan yang dipelihara dalam tangki yang sama. Tapi tak ada bekas gigitan pada tubuh ketiga hiu betina, sesuatu yang biasanya terjadi pada hiu betina selama ritual perkawinan hiu. Perkawinan antara dua spesies hiu berbeda juga amat jarang terjadi, apalagi ukuran tubuh mereka berbeda jauh. Direktur kebun binatang, Lee Simmons, mengatakan perkawinan antara seekor bonnethead dan hiu macan bisa diibaratkan anjing chihuahua yang sebesar kucing menghamili anjing saint bernard yang lebih besar dari kambing jantan dewasa. Jadi kemungkinan ini dicoret. Ada lagi pakar yang menduga kelahiran anak hiu Nebraska itu ada hubungannya dengan kemampuan hiu betina menyimpan sperma selama beberapa bulan. Dugaan ini dianggap sebagai skenario yang paling mungkin terjadi, meskipun hiu betina masuk akuarium sejak bayi. "Ini opsi paling logis," kata Simmons. "Kemungkinan hiu ini dibuahi ketika masih bayi dan membawa sel sperma hidup dalam saluran reproduksinya selama tiga tahun sampai cukup dewasa untuk hamil." Belakangan, opsi ini runtuh juga karena tak ada DNA jantan apa pun dalam bayi hiu. "Fenomena ini diperlihatkan semua grup vertebrata besar, kecuali mamalia," kata Bob Hueter, Direktur Center for Shark Research di Mote Marine Laboratory di Sarasota, Florida. "Burung, reptil, dan amfibi melakukannya, kini hiu juga diketahui mempraktekkannya."Salah satu anggota tim riset, Mahmood Shivji dari Guy Harvey Research Institute di Dania Beach, Florida, mengatakan penemuan ini menjelaskan peningkatan laporan kasus kelahiran di penangkaran tanpa pejantan. "Riset ini mungkin telah memecahkan misteri tentang reproduksi hiu karena menawarkan gagasan bahwa dia bisa mengubah cara reproduksinya dari seksual menjadi aseksual," ujarnya. Sayangnya, kemampuan berubah ini justru bersifat negatif karena bayi parthenogen memiliki keragaman genetika yang rendah. Selain tak punya materi genetika sang ayah, separuh variasi genetika ibu juga tak diturunkan pada si anak. Padahal keragaman genetika inilah yang membuat suatu organisme hidup bisa beradaptasi terhadap ancaman, seperti perubahan iklim dan penyakit. Prodohl mengatakan kemampuan menghamili diri sendiri itu terjadi di alam liar karena hiu betina tak bisa menemukan pejantan di tengah kondisi populasi hiu yang terus merosot tajam. "Sebuah upaya evolusioner terakhir yang membahayakan kelangsungan hidup spesies itu," ujarnya. Dia sudah menduga hal ini telah menjadi permasalahan di alam. Populasi hiu biru di pesisir barat Irlandia, misalnya, merosot sampai 90 persen dalam 12 tahun terakhir. Namun, Hueter ragu peristiwa abnormal ini juga terjadi di luar penangkaran. Dia justru berpendapat kemampuan bunting tanpa pejantan ini menggambarkan strategi evolusioner untuk menjaga populasi dan kelangsungan spesies itu ketika semua upaya lain gagal.Secara genetika, parthenogenesis adalah taktik terakhir yang terpaksa diambil karena mengarah pada keseragaman genetik dan membuat populasi hiu rapuh. "Tapi sebagai alternatif jangka pendek terhadap kepunahan, langkah ini bermanfaat," katanya. Baik buruknya parthenogenesis pada hiu ini memang bergantung pada sisi mana melihatnya. Selain segi keragaman genetik yang rendah, semua anak hiu hasil parthenogenesis hanya akan berjenis kelamin betina sehingga perlu strategi manajemen konservasi khusus untuk spesies ini, terutama di daerah yang kekurangan hiu jantan karena penangkapan ikan atau tekanan lingkungan. Kromosom yang dimiliki hiu memang berbeda dengan komodo. Parthenogenesis yang dilakukan komodo betina akan menghasilkan anak berkelamin jantan (ZZ) karena sistem kromosom komodo betina (WZ). Sedangkan sistem kromosom hiu XY, sama dengan manusia, sehingga hanya memproduksi keturunan berjenis kelamin betina (XX) lewat parthenogenesis. Ujung-ujungnya, hiu tidak bisa memulihkan populasi hiu jantan lewat proses parthenogenesis. Populasi hiu yang seluruhnya betina itu harus kontak dengan pejantan dari populasi hiu lainnya sebelum reproduksi normal melalui perkawinan bisa dilanjutkan. tjandra dewi | AP | NY Times | nova | BBC | wikipedia