Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ini Pengakuan Kebohongan Dwi Hartanto

Reporter

Editor

Amri Mahbub

image-gnews
Dwi Hartanto. (Facebook/Dwi Hartanto)
Dwi Hartanto. (Facebook/Dwi Hartanto)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kebohongan Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit (TU) Delft Belanda, terungkap. Dia mengaku sebagai calon profesor bidang aeronautika. "Calon profesor muda (28 tahun) pengganti Habibie," begitu media massa menyebutnya.

Namanya naik daun dalam dua tahun terakhir setelah diberitakan berbagai media elektronik maupun televisi setelah menyatakan diminta banyak pihak untuk mengembangkan pesawat jet tempur generasi keenam. Sosok Dwi Hartanto ditulis secara "manis" oleh berbagai media nasional sebagai doktor muda (28 tahun) calon profesor bidang roket.

Dia dianggap "pahlawan" Indonesia di negeri Belanda. Faktanya, Dwi lahir pada 13 Maret 1982. Artinya, dia sudah berumur 35 tahun, bukan 28 tahun seperti yang diberitakan. Dia pun sempat mengaku bahwa ditawari menjadi warga negara Belanda, tapi ditolaknya.

Semua pengakuan itu ternyata kebohongan belaka. Dalam dokumen sepanjang lima halaman yang dimuat di situs ppidelft.net (Persatuan Pelajar Indonesia di Delft), Dwi mengaku berbohong atas semua informasi terkait dirinya yang diberitakan media nasional dan media sosial dalam tiga tahun belakangan ini. Surat klarifikasi bermaterai 6.000 tersebut tertanggal 7 Oktober 2017.

Dalam dokumen klarifikasinya, Dwi menyatakan bukan lulusan Tokyo Institute of Technology di Jepang. Melainkan lulusan strata-1 dari Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005.

Setelah dari AKPRIND, Dwi mengambil program master di TU Delft, Faculty of Electrical Engineering, Mathematics, and Computer Science, dengan tesis "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi-n3Xt Satellite Mission".

Saat ini, Dwi masih menjalani program doktoral di grup riset Interactive Intelligence, Departement of Intelligent Systems di fakultas yang sama di Delft di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy"

"Informasi mengenai posisi saya sebagai post-doctoral apalagi assistant professor di TU Delft adalah tidak benar," tulis dia.

Dwi juga menyatakan tidak benar kalau dia dan tim merancang Satellite Launch Vehicle. Faktanya, dia merupakan bagian dari tim mahasiswa yang merancang subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE. Dia menyatakan, roket bernama TARAV7s, tak ada.Soal wawancara dengan televisi swasta nasional, Dwi juga menyatakan bahwa tidak benar kalau dia adalah satu-satunya orang non-Eropa yang masuk ke ring satu teknologi Badan Antariksa Eropa (ESA).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, Dwi juga mengaku berbohong mengenai kemenangan di kompetisi antarbadan antariksa di Jerman pada 2017. Dia juga mengaku memanipulasi cek hadiah. Teknologi Lethal weapon in the sky dan paten beberapa teknologi lain, menurut dia, tidak pernah ada. "Demikian juga bahwa dirinya sedang mengembangkan teknologi pesawat tempur generasi keenam. Itu semua tidak benar," tulis Dwi dalam klarifikasinya.

Terkait pertemuan dengan B.J. Habibie, Dwi menyatakan bukan Habibie yang meminta bertemu dengannya, tapi dialah yang meminta pihak KBRI Den Haag untuk dipertemukan dengan Habibie. Karena semua kebohongan itu juga diunggahnya di akun media sosialnya, salah satunya Facebook, Dwi mengaku sudah menutup akun tersebut.

Dwi membenarkan dia diundang ke acara Visiting World Class Professor di Jakarta. Namun, kompetensi yang disebutkan sebagai alasan dia diundang, tidak benar.

Di penutup klarifikasi, Dwi menulis sudah menjalani serangkaian sidang kode etik di TU Delft sejak 25 September 2017. Namun keputusannya masih dalam proses.

Di surat bklarifikasi itu, Dwi berjanji tak akan mengulangi kesalahannya tersebut dan tetap berkarya di bidang kompetensinya yang sebenarnya, yakni sistem komputasi. Dia berjanji akan menolak pemberitaan maupun undangan berbicara di luar kompetensinya.

"Perbuatan tidak terpuji/kekhilafan saya, seperti yang tertulis di dokumen ini adalah murni perbuatan saya secara individu yang tidak menggambarkan perilaku pelajar maupun alumni Indonesia di TU Delft secara umum," tulis Dwi.

Simak artikel kebohongan Dwi Hartanto lainnya hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kaleidoskop 2017 Sains: Kontroversi Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar

26 Desember 2017

Dwi Hartanto (kiri) dan Taruna Ikrar. (Facebook, Wikimedia Commons)
Kaleidoskop 2017 Sains: Kontroversi Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar

Kaleidoskop 2017 sains Tanah Air terdiri dari dua peristiwa besar, yakni terbongkarnya kebohongan Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar.


Fakta di Balik Kebohongan, Begini Mendeteksinya

11 Oktober 2017

Fakta Bohong (Pizabay.com)
Fakta di Balik Kebohongan, Begini Mendeteksinya

Pernahkah Anda berbohong? Tentu saja pernah. Kebohongan pun tidak selalu buruk tapi juga bisa parah. Begini mendeteksinya


Pembimbing Skripsi Minta Dwi Hartanto Pulang dan Minta Maaf

11 Oktober 2017

Profil Dwi Hartanto di Technische Universiteit (TU) Delft Belanda. (www.tudelft.nl)
Pembimbing Skripsi Minta Dwi Hartanto Pulang dan Minta Maaf

Mantan dosen pembimbing skripsi Dwi Hartanto, Yuliana Rahmawati, sedih dengan kasus pembohongan publik yang melilit bekas anak didiknya.


Dwi Hartanto Langgar Etika Ilmuwan, Akprind akan Cabut Ijazah S1?

11 Oktober 2017

Rektor Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta Amir Hamzah (tengah) sedang memberikan konferensi pers terkait pembohongan publik Dwi Hartanto, Selasa, 10 Oktober 2017. (TEMPO/Pribadi Wicaksono)
Dwi Hartanto Langgar Etika Ilmuwan, Akprind akan Cabut Ijazah S1?

Pihak Rektorat Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta menyatakan ikut tertekan atas tindakan Dwi Hartanto.


Ketua MPR: Ilmuwan Berbohong, Dwi Hartanto Ingkari Pancasila

10 Oktober 2017

Dwi Hartanto, ilmuwan Indonesia yang mengaku sebagai asisten profesor bidang roket dan pesawat terbang. (Facebook/Dwi Hartanto)
Ketua MPR: Ilmuwan Berbohong, Dwi Hartanto Ingkari Pancasila

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan menilai Dwi Hartanto, 35 tahun, ilmuwan asal Indonesia telah mengingkari Pancasila.


Di Belanda, Rumor Dwi Hartanto Sudah Mencuat Sebulan Terakhir

10 Oktober 2017

Dwi Hartanto, ilmuwan Indonesia yang mengaku sebagai asisten profesor bidang roket dan pesawat terbang. (Facebook/Dwi Hartanto)
Di Belanda, Rumor Dwi Hartanto Sudah Mencuat Sebulan Terakhir

Tindakan pembohongan publik Dwi Hartanto ternyata sudah menjadi kasak-kusuk di kalangan mahasiswa Indonesia di Belanda sejak September lalu.


Dwi Hartanto Pernah Palsukan Surat Saat Daftar S2 di UGM

10 Oktober 2017

Rektor Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta Amir Hamzah (tengah) sedang memberikan konferensi pers terkait pembohongan publik Dwi Hartanto, Selasa, 10 Oktober 2017. (TEMPO/Pribadi Wicaksono)
Dwi Hartanto Pernah Palsukan Surat Saat Daftar S2 di UGM

Ada fakta baru tentang kebohongan Dwi Hartanto


Soal Dwi Hartanto, Rektor Akprind Yogya: Dia Mencoreng Almamater

10 Oktober 2017

Profil Dwi Hartanto di Technische Universiteit (TU) Delft Belanda. (www.tudelft.nl)
Soal Dwi Hartanto, Rektor Akprind Yogya: Dia Mencoreng Almamater

Pihak Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta angkat suara soal pembohongan publik yang dilakukan Dwi Hartanto.


Dwi Hartanto Ternyata Lulus Cum Laude di Akprind Yogyakarta

10 Oktober 2017

Dwi Hartanto (Facebook/Dwi Hartanto)
Dwi Hartanto Ternyata Lulus Cum Laude di Akprind Yogyakarta

Pembohongan publik oleh Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Delft Belanda, membuat Akprind Yogyakarta angkat bicara.


Bohong ala Dwi Hartanto, Bagaimana Solusinya?

10 Oktober 2017

ilustrasi bullying. Tempo/Indra Fauzi
Bohong ala Dwi Hartanto, Bagaimana Solusinya?

Kebohongan akademis seperti yang dilakukan Dwi Hartanto tidak bisa diterima, apalagi kebohongan akademis di publik. Apa solusinya?