Pakar tsunami juga dari ITB, Hamzah Latief, mengatakan gelombang tinggi di Selat Sunda dipastikan tsunami. Soal penyebab pastinya, kata dia, ada beberapa faktor, khususnya yang terkait dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau. “Kalau pembentukan tsunami akibat gunung api banyak sekali penyebabnya, ada 12,” kata Hamzah pada Minggu, 23 Desember 2018.
Baca juga: Lihat Lokasi Tsunami, Panglima TNI: Jalan Tak Ada yang Rusak
Menurut Hamzah, faktornya banyak di antaranya guguran lava, longsoran bawah gunung, runtuhan kaldera, perbedaan temperatur panas. Juga ada sebab tsunami lainnya seperti blasting atau ledakan. “Seperti menggoreng ikan ada minyak panas ketemu yang dingin lalu meledak,” ujarnya.
Hanya, kata dia, kondisinya pada kasus tsunami ini terbalik. Air laut yang dingin bertemu dengan lava panas bersuhu 600 derajat Celcius dari muntahan Gunung Anak Krakatau lalu bisa menghasilkan ledakan. Jika volumenya besar sanggup menciptakan tsunami. “Itu efek-efek waterboom seperti ledakan air,” kata Hamzah.
Volume lava yang rontok masuk ke laut bisa dihitung. Jangankan guguran lava, ujarnya, lava besar saja yang bersentuhan dengan air bisa membangkitkan ledakan. Meskipun guguran lava hanya terjadi pada satu sisi gunung, itu sudah bisa menghasilkan gelombang yang menyebar ke segala arah. “Itu kalau air kan merambat ke mana-mana, bisa ke Lampung, atau Carita Anyer.”
Faktor lain yang menguatkan tsunami ke daratan seperti batimetri dan pasang air laut. Kondisi itu bisa menyebabkan modulasi gelombang air laut ketika purnama yang mempertinggi tsunaminya. “Kalau posisi pasangnya lagi tertinggi (modulasi), posisi tempat gelombang menjalar juga lebih tinggi.” Sebaliknya ketika posisi pasangnya rendah, dampak tsunami sedikit dan tidak sampai jauh ke daerah hunian.
Rencananya Hamzah dan peneliti lain akan berangkat ke lokasi kejadian untuk melakukan riset tsunami yang belum diketahui pasti penyebabnya itu.
ANTARA