TEMPO.CO, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi ( BPPTKG ) Yogyakarta menyatakan kejadian awan panas letusan Gunung Merapi, Minggu, 22 September 2019 pukul 11.36 WIB didahului dengan keluarnya gas. Maka disebut Awan Panas Letusan (APL).
Awan panas terekam di seismogram dengan amplitudo 70 mm dan durasi 125 detik. Jarak awan panas diperkirakan sejauh 1200 meter. Terpantau dari CCTV Merbabu, kolom asap letusan setinggi lebih kurang 800 meter dari puncak.
“Berbeda dengan awan panas guguran (APG) yang biasa terjadi sejak tanggal 29 Januari 2019, awan panas kali ini didahului dengan letusan gas sehingga disebut sebagai awan panas letusan,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi ( BPPTKG ) Yogyakarta, Hanik Humaida, Ahad, 22 September 2019.
APG atau awan panas guguran disebabkan oleh runtuhnya material kubah lava baru secara gravitasional atau tanpa kecepatan awal yang signifikan. Sedangkan pada APL, runtuhnya material kubah lava akibat dari tekanan gas dari dalam.
“Seiring dengan berlangsungnya suplai magma, gas vulkanik diproduksi secara kontinyu,” kata dia.
Ia menambahkan, karena dinamika tekanan, gas dapat tersumbat dan terakumulasi di bawah kubah lava dan terlepas secara tiba-tiba. Lalu mendobrak kubah lava sehingga runtuh menjadi awan panas.
Adanya peningkatan tekanan gas ini dapat terdeteksi oleh stasiun pemantauan. Dari pukul 00:00 sampai dengan pukul 12:00 terjadi 29 kali gempa MP (multi fase) dan 14 kali gempa hembusan. Jumlah gempa MP dan hembusan ini tergolong tinggi. Ini merepresentasikan peningkatan tekanan dan intensitas pelepasan gas vulkanik.
“Hal ini konsisten dengan data pemantauan suhu kubah lava sekitar 1 jam menjelang letusan yang menunjukkan adanya kenaikan suhu pada beberapa titik pada kubah lava sekitar 100 derajat C. Data pemantauan menurun dan tenang kembali setelah kejadian APL sampai dengan saat ini,” kata Hanik.
Ia menjelaskan, baik APG maupun APL keduanya masih akan terjadi, karena suplai magma masih berlangsung yang ditunjukkan oleh masih terjadinya gempa-gempa dari dalam. Seperti gempa VTA, VTB, dan MP dalam jumlah yang signifikan.
Ancaman bahaya yang dapat ditimbulkan dari aktivitas erupsi saat ini masih sama dengan sebelum-sebelumnya. Yaitu luncuran awan panas dan lontaran material erupsi di dalam radius 3 kilometer dari puncak Merapi.
Hasil pemodelan menunjukkan jika kubah lava saat ini (461.000 m3) runtuh, luncuran awan panas tidak melebihi radius 3 kilometer. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa.
Untuk mengantisipasi gangguan abu vulkanik terhadap penerbangan, maka VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) diterbitkan dengan kode warna oranye. Hujan abu tipis dilaporkan terjadi di sekitar Gunung Merapi dalam radius 15 kilometer dominan di sektor Barat Daya.