TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menemukan empat jenis baru kumbang Chafer (Coleoptera Scarabaeidae) dari genus Epolchis yang hidup di Maluku Utara. Raden Pramesa Narakusumo, peneliti biologi LIPI, menemukannya dalam penelitian bersama Michael Balke dari Zoologische Staatssammlung München, Jerman.
Berdasarkan keterangan tertulis yang dibagikan LIPI, Rabu 12 Februari 2020, keempat spesies baru itu berasal dari marga atau genus Epholcis. Mereka masing-masing diberi nama Epholcis acutus, Epholcis arcuatus, Epholcis cakalele, dan Epholcis obiensis.
Penelitian itu juga memindahkan satu lectotipe yaitu Maechidius moluccanus Moser ke marga Epholcis sebagai Epholcis moluccanus (Moser). Publikasi temuan tersebut dimuat dalam Jurnal Treubia Vol. 46 yang sudah terbit pada Desember 2019.
Hingga saat ini, Pramesa menerangkan, tercatat sepuluh spesies Epholcis yang berhasil ditemukan. Enam diantaranya teridentifikasi pada 1957 oleh ilmuwan Inggris di New Queensland dan New South Wales, Australia. Sedangkan empat spesies baru yang ditemukan merupakan catatan baru di wilayah Indonesia dan berasal dari Kepulauan Maluku (Halmahera, Obi) dan Kepulauan Ternate.
Pramesa memberi catatan khusus bahwa terlihat kesenjangan utama kumbang Epholcis di wilayah Papua. Kemungkinan karena pendeskripsian beberapa spesies Epholcis sebagai Maechidius masih kurang seksama, adanya kemiripan kedua kumbang tersebut, dan kurangnya pengumpulan spesimen.
Kumbang Epholcis merupakan serangga malam (nocturnal) pemakan daun pohon Eucalyptus di Australia dan juga bunga cengkeh. Sedangkan di Maluku, kumbang itu memakan tumbuhan dari familia Myrtaceae.
Nama acutus pada kumbang Epholcis acutus dimaksudkan untuk menggambarkan ciri fisik kumbang yang berarti "berujung tajam" dari sudut bagian pronotum. Sementara arcuatus pada kumbang Epholcis arcuatus memiliki arti "berbentuk busur" dilihat dari bentuk kaki belakang yang melengkung, dan menggambarkan ciri fisik kumbang itu.
"Sedangkan nama jenis cakalele diambil dari nama tarian tradisional Maluku dan obiensis merujuk pada Pulau Obi sebagai lokasi penemuan," kata Pramesa.
Metode yang digunakan untuk identifikasi spesies baru kumbang itu, dituturkannya, adalah taksonomi klasik lewat pendeskripsian morfologi, teknik diseksi genitalia serta teknik makrofotografi. Metode ini mengandalkan pengamatan morfologi serta penelusuran melalui publikasi lawas dan studi banding dari satu museum ke museum lain.
Identifikasi holotipe kumbang itu telah dilakukan sejak 2015 dan spesimen tersebut didapat dari koleksi Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI dan Naturalis Biodiversity Centre, Leiden, Belanda.
Pramesa mengatakan potensi penemuan jenis-jenis kumbang baru di wilayah Indonesia masih sangat besar. Berbagai koleksi spesimen kumbang yang saat ini disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense dari berbagai hasil ekspedisi memerlukan upaya identifikasi dari para ahli dan peneliti untuk penentuan jenisnya.