TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi terbaru mengungkapkan kerusakan hutan tropis di seluruh dunia meningkat pada 2019. Laporan itu berdasarkan hasil catatan kelompok riset lingkungan, World Resources Institute dan University of Maryland, yang mengungkap hilangnya hutan tropis lama atau primer global seluas 9,3 juta hektare, area yang hampir seukuran Swiss.
Kerusakan tersebut sekitar tiga persen lebih tinggi daripada pada 2018 dan kerugian terbesar ketiga sejak 2002. Artinya area seluas lapangan sepak bola hilang setiap enam detik selama tahun tersebut, demikian dikutip laman Fox News, Minggu, 7 Juni 2020.
Selain itu, para peneliti memperkirakan bahwa hilangnya hutan tropis primer mengakibatkan pelepasan lebih dari dua miliar ton karbon dioksida--lebih dari gabungan emisi dari semua kendaraan di jalan di Amerika Serikat pada satu tahun. Sejak tahun 2000, dunia telah kehilangan sekitar 10 persen dari tutupan pohon tropisnya.
Hanya pada 2016 dan 2017 yang jauh lebih buruk, ketika panas dan kekeringan menyebabkan kebakaran dan deforestasi, terutama di Brasil. Sekali lagi, negara yang terletak di Amerika Selatan itu memimpin dunia dalam deforestasi.
Brasil bertanggung jawab atas lebih dari sepertiga dari total angka yang dilaporkan. Di bawah kebijakan anti-lingkungan oleh Presiden Brasil Jair Bolsonaro, penggundulan hutan Amazon melalui tebang habis tampaknya meningkat. Pada Agustus 2019, Bolsonaro juga mendapat kecaman luas dari kelompok lingkungan hidup dan para pemimpin dunia atas kebakaran hebat yang terjadi.
Namun, Mikaela Weisse, yang memimpin program Global Forest Watch, mengatakan kepada New York Times, nyala api sebenarnya berkontribusi relatif sedikit terhadap total hilangnya hutan primer Brasil sekitar 3,4 juta hektare. Hanya sekitar seperlima api yang terbakar di hutan primer.
Sebaliknya, data yang diterima dari program pemantauan hutan pemerintah Brasil dan proyek-proyek lain menunjukkan peningkatan penebangan hutan primer untuk pertanian. "Meskipun tren hutan primer secara keseluruhan hanya mengalami peningkatan kecil, kami berpikir bahwa deforestasi semakin buruk,” kata Weiss.
Menurut Weiss, ada begitu banyak upaya dan retorika internasional seputar pengurangan deforestasi, perusahaan dan pemerintah membuat semua komitmen bahwa mereka akan mengurangi setengah dari hilangnya hutan tropis mereka pada tahun 2020. Tapi, perkiraan untuk 2020 tidak lebih cerah saat pandemi virus corona masih merajalela.
Pembatasan mobilitas dan pemotongan anggaran yang menjulang sebagai akibat dari kejatuhan ekonomi karena pandemi global dapat menghambat upaya untuk menegakkan aturan anti-deforestasi. "Aktor-aktor jahat akan mencoba mengambil keuntungan dengan lebih banyak pembalakan liar, penambangan, pembersihan, dan perburuan liar," ujar dia.
Peneliti senior di World Resources Institute Frances Seymour menerangkan, tingkat kehilangan hutan yang terlihat pada 2019 tidak dapat diterima. "Sepertinya kita menuju ke arah yang salah," kata dia.
Namun, analisis deforestasi lainnya menunjukkan hasil yang berbeda. Pada bulan Mei, dua lembaga PBB, menggunakan data dari masing-masing negara, melaporkan bahwa deforestasi di seluruh dunia rata-rata sekitar 25 juta hektare setahun terjadi sejak 2015.
Ada juga beberapa tanda yang menggembirakan bahwa upaya untuk mengurangi deforestasi membuahkan hasil di tahun 2019. Di Indonesia, hilangnya hutan primer menurun untuk tahun ketiga berturut-turut.
Sementara di Kolombia mengalami penurunan yang serupa dengan level mereka di tahun 2016, dan Ghana serta Pantai Gading menunjukkan penurunan yang signifikan. Total Ghana sekitar 14.000 hektare adalah yang terendah sejak 2014, sementara Pantai Gading memiliki total terendah sejak 2005, pada 29.000 hektare.
FOX NEWS | NEW YORK TIMES