TEMPO.CO, Jakarta - Setiap awal pekan, masyarakat banyak yang bertanya-tanya tentang pengumuman kelanjutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, mengatakan hal itu bisa dilihat dari dua aspek.
Pertama, tentang status satu kabupaten/kota level 4, 3, atau 2, aturannya sudah ada di dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan tertanggal 30 Juni 2021, juga ada di pedoman Public Health and Social Measures (PHSM) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Jadi, tanpa harus diturunkan atau dinaikkan maka status level situasi pandemi tinggal memasukkan data-data dari kabupaten/kota itu ke formulanya.
“Nanti akan langsung terlihat bahwa kabupaten/kota A adalah level 4, kabupaten/kota B adalah level 3, dan seterusnya, artinya apakah tetap atau berubah,” ujar dia, Senin, 23 Agustus 2021.
Tjandra menambahkan, aspek kedua adalah tentang tindakan pembatasan sosial apa yang akan dilakukan pada masing-masing level. Hal itu bisa ditentukan berbeda-beda, bisa diturunkan atau dinaikkan tindakan pelonggaran atau pengetatannya.
Menurut Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu, aspek kedua itu tergantung pada beberapa faktor, di antaranya sudah berapa lama kabupaten/kota berada di level yang sekarang, karena kalau baru beberapa hari misalnya, maka tentu masih mungkin akan berubah.
“Faktor lainnya bagaimana situasi kabupaten/kota "tetangga", khususnya di Jawa Bali, yang memang berdekatan antar-kabupaten/kota,” tutur dia menambahkan.
Menurutnya, jika memang akan dilakukan pelonggaran karena level sudah menurun, maka perlu dilakukan bertahap secara hati-hati. Perlu juga dilakukan monitoring yang ketat. Jika situasi membaik maka pelonggaran dapat diteruskan, tapi kalau memburuk maka mungkin diperketat lagi.
“Dan akan amat bergantung juga pada local spesific, situasi daerah masing-masing, sistem pengendalian yang berjalan selama ini dan masyarakat yang menjadi bagian utama dari pengendalian, people centered,” kata Tjandra yang merupakan dokter spesialis paru itu.