Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Aneka Fungsi Radar Karya Josaphat, Bisa Lacak Teroris di Hutan

image-gnews
Josaphat Tetuko Sri Sumantyo menyampaikan orasi ilmiah tentang remote sensing di ITB, Senin, 4 Juli 2022. (Dok.ITB)
Josaphat Tetuko Sri Sumantyo menyampaikan orasi ilmiah tentang remote sensing di ITB, Senin, 4 Juli 2022. (Dok.ITB)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti asal Indonesia, Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, mengembangkan teknologi Radio Detection and Ranging atau radar yang disebut Circularly Polarized Synthetic Aperture Radar atau CP-SAR.

Pemanfaatan teknologi pengindraan jarak jauh itu sangat luas, termasuk untuk melacak teroris. “Karena radar saya bisa tembus hutan sehingga bisa tracking ke mana teroris lari,” katanya, Senin 4 Juli 2022.

Josaphat, kelahiran Bandung, 25 Juni 1970, menyampaikan orasi ilmiah di Sidang Terbuka Peringatan 102 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan judul "Teknologi Pengindraan Jauh, Kunci Indonesia untuk Memimpin Dunia". “Isi orasi ilmiah hari ini merupakan jalan hidup saya selama ini untuk merealisasikan janji saya waktu umur lima tahun kepada ayah untuk membuatkan radar,” ujar dia.

Saat masih bocah pada 1975 itu, ia mulai mengenal radar pesawat ketika dibawa ayahnya ke Pangkalan Udara Adisumarmo. Ayahnya saat itu menjadi instruktur Komando Pasukan Gerak Cepat TNI Angkatan Udara. Janji membuat radar itu untuk melindungi ayahnya ketika bertugas.

Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia itu kini bekerja di Chiba University, Jepang, sebagai Kepala Departemen Pengindraan Jauh, Head Division of Earth Environmental Science, serta Head Disaster Data Analysis Research Institute of Disaster Medicine.

Menurut Josaphat, CP-SAR buatannya merupakan karya asli dan satu-satunya di dunia, yang dikembangkan sejak 2005 di Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory di Chiba University, Jepang, dan telah mendapatkan sertifikat paten radar on board satelite.

Adapun Synthetic Aperture Radar atau SAR, pertama kali ditemukan oleh Carl Wiley pada 1953. Teknologi itu kemudian dikembangkan kalangan sipil dan militer di dunia untuk dipasang pada pesawat, satelit, dan pesawat nir-awak.

Mekanisme kerja SAR memancarkan gelombang mikro dan menerima kembali atau disebut sebagai active sensor. Sanggup menembus awan, SAR juga sanggup menjangkau obyek di permukaan Bumi hingga berjarak puluhan sentimeter. “Perubahan di Bumi 1 sentimeter atau beberapa milimeter dapat diobservasi dengan SAR,” ujarnya.

Keunggulan lainnya, SAR dapat beroperasi di segala cuaca, sanggup melakukan monitoring 24 jam selama 365 hari. Penggunaan SAR pada satelit kini dibatasi. Dari 446 satelit yang mengobservasi Bumi, hanya sekitar 15 unit yang membawa sensor gelombang mikro SAR yang beroperasi pada frekuensi L, C, S, dan X.  Sensor CP SAR dibangun Josaphat pada frekuensi L, C, dan X pada pesawat tanpa awak, juga beberapa pesawat di skuadron Makassar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Laboratoriumnya juga terlibat dalam perancangan dan pembangunan sistem SAR untuk institusi ruang angkasa European Space Agency, Jepang, Korea, Taiwan, BRIN, dan perusahaan swasta. Sensor SAR, kata Josaphat, menghasilkan informasi intensitas, fase, dan polarisasi. Walau hanya tiga parameter, berbagai informasi turunannya dapat dimanfaatkan untuk monitoring bencana, sektor pertanian, perkebunan, perikanan, infrastruktur, pemetaan sumber daya alam, dan pemukiman.

Radar itu, kata Josaphat, juga dapat digunakan untuk melacak para pelintas di perbatasan negara, termasuk teroris yang melarikan diri ke dalam hutan, misalnya. Saat ini laboratoriumnya tengah mengembangkan CP SAR untuk mendeteksi pesawat terbang agar lebih rinci dan akurat dari radar bandara konvensional saat ini.

Radar Josaphat untuk monitoring kebencanaan di Indonesia dimulai sejak 1999 bersama antara lain staf Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB. Hasil penelitian mereka menunjukkan beberapa fenomena penurunan tanah di Bandung, Jakarta, Semarang, Sidoarjo, yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. CP SAR juga dipakai untuk memantau kebakaran hutan di Kalimantan, Riau, tanah longsor di Palu, Hokkaido, Majalaya, letusan gunung api seperti Gunung Anak Krakatau dan Semeru.

Selain itu, pemanfaatan sensor radar digunakan untuk paleontologi di wilayah situs purbakala Patiayam di Kudus, Gunung Muria, hingga Sangiran. “Dari penelitian ini kami dapat merekonstruksi kubah Sangiran, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada sejarah penyebaran awal manusia di Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, Josaphat dan timnya sedang mengembangkan sistem gelombang mikro atau microwave untuk mengatur pertumbuhan tanam. Tujuannya agar bisa dimanfaatkan untuk produksi tanaman dalam pesawat ruang angkasa. Pengembangan teknologi itu untuk perjalanan lama ke Bulan maupun Mars sehingga persediaan pangan terjaga. “Teknologi dapat dimanfaatkan di awal manusia membangun koloni  di Bulan dan Mars nantinya,” katanya. Bekerja sama dengan beberapa instansi, mereka tengah menyiapkan pengiriman manusia ke Bulan dan Mars.

Aplikasi lain dari gelombang mikro yang berdasar dari radar, yaitu untuk memindai paru-paru pasien Covid-19. Riset kerja sama dengan ITS itu didanai pemerintah. “Tidak ada lagi pemikiran dan istilah mengejar tenologi, tetapi kita selalu mengedepankan pemikiran dan eksplorasi produk yang only one dan original,” kata Josaphat.

Baca:
Riset Alat WaveXRadar, Cara Baru Survei Batimetri di Wilayah Pantai

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Belajar Teknologi Drone, 10 Mahasiswa STIK Polri Kursus Singkat di Universitas Kepolisian Korea Selatan

56 menit lalu

Mahasiswa STIK Polri mengikuti kursus singkat tentang drone di Kampus Kepolisian Korea Selatan, Senin, 13 Mei 2024. (ANTARA/HO-Divisi Humas Polri)
Belajar Teknologi Drone, 10 Mahasiswa STIK Polri Kursus Singkat di Universitas Kepolisian Korea Selatan

Selain teknologi drone, mahasiswa STIK Polri juga mempelajari forensik untuk mencari barang bukti penyebab terjadinya pembunuhan.


BNPT Ajukan 3 Upaya Penanganan Anak Korban Tindak Pidana Terorisme di CCPCJ

1 jam lalu

BNPT Ajukan 3 Upaya Penanganan Anak Korban Tindak Pidana Terorisme di CCPCJ

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), mewakili Indonesia dalam Sidang ke-33 Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (the Commission on Crime Prevention and Criminal Justice ( CCPCJ ).


ASI Bubuk Tidak Direkomendasikan Dokter Anak, Begini Niat Baik Dibalik Pembuatannya

2 jam lalu

Sampel purwarupa air susu ibu (ASI) dalam bentuk bubuk rintisan mahasiswa dan dosen ITB. (Dok.Tim)
ASI Bubuk Tidak Direkomendasikan Dokter Anak, Begini Niat Baik Dibalik Pembuatannya

Inovasi ASI bubuk oleh mahasiswa ITB dipicu oleh niat menciptakan solusi untuk wanita karier yang kerap kesulitan menyusui.


Percobaan Pembunuhan Paus Yohanes Paulus II 43 Tahun Lalu, Misteri Motif Mehmet Ali Agca

1 hari lalu

Paus Yohanes Paulus II menemui pembunuhnya, Mehmet Ali Agca di penjara Rebibbia, Roma, Italia pada 27 Desember 1983. [MIRROR.CO.UK]
Percobaan Pembunuhan Paus Yohanes Paulus II 43 Tahun Lalu, Misteri Motif Mehmet Ali Agca

Pada 13 Mei 1981, Mehmet Ali Agca menembak Paus Yohanes Paulus II di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Kilas balik peristiwanya.


Temuan Peneliti MIT Mengklaim AI Telah Mempelajari Cara Menipu Manusia

1 hari lalu

Ilustrasi kecerdasan buatan atau AI. Dok. Shutterstock
Temuan Peneliti MIT Mengklaim AI Telah Mempelajari Cara Menipu Manusia

Kemampuan sistem AI ini dapat melakukan hal-hal seperti membodohi pemain game online atau melewati captcha.


Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

1 hari lalu

Badai matahari dikabarkan akan menghantam bumi pada akhir tahun 2023? Kenali apa itu badai matahari di artikel ini. Foto: Canva
Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

Ilmuwan NOAA mendeteksi badai geomagnetik terbaru yang terjadi pada 11 Maret 2024 dan dampaknya diperkirakan berlanjut hingga Mei ini.


Polemik Kenaikan UKT di Sejumlah PTNBH, Wakil Ketua Komisi X DPR: Tidak Logis dan Tidak Relevan

2 hari lalu

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Foto: Dok/Man
Polemik Kenaikan UKT di Sejumlah PTNBH, Wakil Ketua Komisi X DPR: Tidak Logis dan Tidak Relevan

Polemik kenaikan UKT menuai respons dari berbagai pihak. Wakil Ketua Komisi X DPR menyebut kebaikan tersebut tidak logis dan tidak relevan.


5 Fakta ASI Bubuk Tak Direkomendasikan IDAI, Berisiko Terkontaminasi hingga Tidak Direkomendasikan untuk Bayi

2 hari lalu

Sampel purwarupa air susu ibu (ASI) dalam bentuk bubuk rintisan mahasiswa dan dosen ITB. Dok.Tim
5 Fakta ASI Bubuk Tak Direkomendasikan IDAI, Berisiko Terkontaminasi hingga Tidak Direkomendasikan untuk Bayi

Proses pengeringan untuk menghilangkan kandungan air, freeze-drying memiliki dampak pada rasa dan kualitas ASI bubuk,


Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

3 hari lalu

BNPB memasang rambu peringatan  keberadaan sesar atau patahan di lokasi  Sesar Lembang, utara Bandung, Jumat, 26 April 2019. (Tempo/Anwar Siswadi)
Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

Sampai kedalaman 4,5 meter tanah ditemukan empat kejadian gempa yang berkaitan dengan Sesar Lembang


Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

3 hari lalu

Komplek Situs Candi Muarojambi. TEMPO/Zulkarnain
Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.