TEMPO.CO, Jakarta - Google tengah menghadapi gugatan dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat dan delapan negara bagian atas dugaan monopoli di pasar periklanan digital. Google dituduh menyalahgunakan kekuatan monopoli yang merugikan situs web dan pengiklan yang menggunakan alat periklanan lain.
Gugatan yang diajukan pada Selasa, 24 Januari 2023, itu menyatakan kalau perilaku anti persaingan Google telah meningkatkan hambatan untuk masuk ke tingkat tinggi yang dibuat-buat, memaksa pesaing utama untuk meninggalkan pasar untuk alat teknologi iklan. Selain itu, menghalangi pesaing potensial untuk bergabung dengan pasar, dan membuat beberapa pesaing Google yang tersisa terpinggirkan dan dirugikan secara tidak adil.
Baca juga:
Baca juga: Setahun lalu, Google Digugat di Amerika Soal Data Lokasi Pengguna
Selanjutnya menuduh bahwa berbagai akuisisi Google memungkinkannya untuk menetralkan atau menghilangkan pesaing, dan tindakannya itu telah memaksa (secara halus) perusahaan lain untuk menggunakan alatnya. Menurut pengacara pemerintah, “Tindakan yang saling terkait dan saling bergantung ini memiliki efek kumulatif dan sinergis yang merusak persaingan dan proses persaingan.”
Selain itu, Departemen Kehakiman mengatakan Google “mengantongi rata-rata lebih dari 30 persen dari dolar periklanan yang mengalir melalui produk teknologi periklanan digitalnya.”
Google menanggapi gugatan tersebut dalam sebuah posting di blog. Perusahaan raksasa mesin pencari ini berpendapat bahwa permintaan Departemen Kehakiman untuk Google melepaskan dua akuisisi sebelumnya, yang telah dilakukan lebih dari satu dekade lalu, adalah upaya untuk menulis ulang sejarah dengan mengorbankan penerbit, pengiklan, dan pengguna internet.
Google juga mengatakan bahwa penggugat telah salah menggambarkan mengenai cara kerja produk periklanannya. Menurut anak perusahaan Alphabet ini, mereka tidak memaksa pelanggan untuk menggunakan produknya, "Tapi orang memilih untuk menggunakannya karena efektif."
Google menyoroti perusahaan lain yang juga bergerak di industri periklanan, termasuk Microsoft, Amazon, Apple, dan TikTok. “Gugatan hari ini dari Departeman Kehakiman mencoba untuk memilih pemenang dan pecundang di sektor teknologi periklanan yang sangat kompetitif,” tulis Dan Taylor, Wakil Presiden Iklan Global Google.
Taylor bahkan menduga sebagian besar menduplikasi gugatan tidak berdasar oleh Jaksa Agung Texas, yang sebagian besar telah dibatalkan oleh pengadilan federal. "Departemen Kehakiman menggandakan argumen cacat yang akan memperlambat inovasi, menaikkan biaya iklan, dan mempersulit pertumbuhan ribuan bisnis kecil dan penerbit," katanya lagi.
Google tampaknya tahu akan ada tuntutan di masa datang. Tahun lalu, perusahaan berusaha menghindari potensi tuntutan hukum dari Departeman Kehakiman dengan menawarkan memisahkan bisnis lelang iklannya, yang menjual dan memasang iklan di situs web pelanggan, dari cabang iklan digital Google. Namun, bukannya menjadikannya perusahaan terpisah, langkah tersebut akan menempatkan divisi tersebut di bawah payung perusahaan induk Google, Alphabet.
Baca juga: Saingi Google, Microsoft Guyur Miliaran Dolar Kembangkan ChatGPT Open AI
Selain itu, konsesi lain yang dilaporkan Google masih tidak cukup untuk meyakinkan Pemerintah AS bahwa usaha yang dilakukan tidak terlibat dalam praktik anti-persaingan. Gugatan meminta pengadilan untuk memaksa Google melepaskan bisnis periklanannya. Sebanyak delapan negara bagian, termasuk New York, California, Connecticut, dan Virginia, juga menandatangani gugatan tersebut.
THE VERGE
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.