TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama dengan tim dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) berhasil meraih hak perlindungan varietas tanaman dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kementerian Pertanian untuk varietas cabai bernama ITB 1.
Tim dipimpinan oleh Tati Suryati Syamsudin dan Rinda Kirana. Tati mengatakan varietas cabai ini dapat dikembangkan karena banyak kegagalan panen pada tanaman cabai yang disebabkan oleh lalat buah. Tusukan lalat buah membawa telur-telur yang berkembang menjadi larva dan menggerogoti daging buah cabai.
Bekas tusukan ini juga menjadi gerbang masuknya spora jamur dan bakteri. Tak hanya pada cabai, dalam beberapa kasus, kegiatan ekspor buah-buahan tropis terhambat karena adanya lalat buah pada buah yang akan diekspor.
Teknologi seperti atraktan penarik lalat jantan hingga radiasi untuk memandulkan lalat jantan telah dikembangkan di berbagai negara, salah satunya Jepang. Namun, teknologi ini belum optimal untuk diterapkan pada petani Indonesia.
“Ternyata enggak bisa langsung cari yang tahan, artinya harus cari teknologi juga budidayanya,” ujar Tati dilansir dari situs ITB pada Jumat, 29 April 2023.
Sejak 2017, tim peneliti ITB bekerja sama dengan Balitsa dalam melakukan riset terhadap 14 karakter dari 50 varietas cabai. Melalui penelitian yang panjang, akhirnya pada 2019 ditemukan suatu varietas cabai baru yang dapat menjadi solusi untuk serangan lalat buah.
“Kami dapat justru varietas yang peka terhadap serangan, ini yang digunakan untuk menahan,” terang Tati.
Varietas yang selanjutnya diberi nama ITB 1 ini memiliki peran sebagai pagar pelindung yang mengelilingi varietas utama yang dibudidayakan. Tati menjelaskan, pemberian nama ITB 1 merupakan kebanggan ITB untuk pertama kalinya memperoleh Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
“Kekhasan cabai peka lalat buah yaitu mengandung osimen yang tinggi, tapi ini juga kan di lapangan masih harus dibuktikan juga,” jelasnya.
Osimen merupakan substansi kimia yang diduga dapat berperan menjadi penarik lalat buah betina. Penempatan tanaman peka di tepi tanaman cabai yang ingin dilindungi menjadi alternatif lain karena cabai peka dapat dipanen saat masih hijau dan masih memiliki nilai ekonomi. Pengembangan varietas ITB 1 diharapkan dapat bermanfaat dan dapat diterapkan lebih optimal oleh petani cabai di Indonesia.
ITB mendapatkan sertifikat Hak Perlindungan Varietas Tanaman setelah melewati serangkaian uji baru, unik, seragam, stabil. Proses uji ini melibatkan pakar dan ahli pemulia tanaman yang diselenggarakan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kementerian Pertanian.
Saat ini, varietas ITB 1 belum bisa dikomersilkan. Perlu dilakukan serangkaian uji multilokasi untuk mengetahui kestabilan dan keseragaman pertumbuhan varietas ITB 1 di berbagai lokasi yang berbeda. Tati berharap uji multilokasi tersebut dapat segera dilakukan tahun ini.
Pilihan Editor: 15 Universitas Inggris Terbaik 2023 Versi The Guardian, Bukan Oxford yang Nomor 1