Ruth yang lulus dari program Master of Public Policy di umur 21 tahun ini mengatakan bahwa latar belakang pendidikan homeschooling membuatnya unik dan menonjol dari kandidat beasiswa lain. “Saya bisa terpilih karena sistem pendidikan dan metode pendidikan yang selama ini saya jalani,” ungkapnya.
Menurut dia, agar dapat meraih beasiswa untuk kuliah ke luar negeri, seseorang harus mengenali diri sendiri. Artinya, harus mengetahui keunikan masing-masing dan apa yang telah dilakukan dengan kelebihan itu. “Yang aku tahu dari homeschooling adalah kita terbiasa berproses mandiri, sehingga tidak membebankan orang lain. Semua kelebihan dan kekurangan yang kita punya itu harus kita yang tau,” ucapnya.
Selain Ruth, alumni Sekolah Megana lainnya adalah Andre Christoga Pramaditya, mahasiswa program studi fisika di Universitas Indonesia (UI). Dia berhasil masuk kuliah pada usia 16 tahun. “Saya dulu SMA juga homeschooling, dan itu bikin saya bisa punya waktu luang untuk menjalani hal-hal yang memang lebih menarik buat saya,” ujarnya.
Andre memutuskan untuk menjalani homeschooling agar memiliki banyak waktu untuk mengasah bakat dan minatnya, dan tidak perlu menghabiskan banyak waktu di sekolah. “Jadi saya bisa meng-update hal-hal yang bisa membantu masa depan saya, dan juga tetap mendapatkan pendidikan yang cukup buat saya,” lanjutnya.
Pada semester sebelumnya, dia menjalani kuliah sambil bekerja remote, beraktivitas di organisasi mahasiswa, dan mempertahankan indeks prestasi yang baik. Pada Agustus nanti, dia akan berkuliah di Belanda selama satu semester dengan beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA).
Baginya, jika bukan karena homeschooling, dia mungkin akan merasa keteteran dalam menyeimbangkan semua kegiatannya. “Ini karena sistem pendidikan saya yang mendukung itu sejak saya kecil,” imbuhnya.
Pilihan Editor: Seorang Mahasiswa Indonesia di Sudan Tak Mau Dievakuasi , Mengapa?