TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengusulkan sekolah di Indonesia membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mencegah dan menindaklanjuti kasus perundungan (bullying) yang dialami siswa di sekolah. Satgas itu dapat terdiri dari unsur perwakilan guru, siswa dan orang tua.
"Jika sekolah menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan, maka perundungan dapat dicegah dengan pembentukan satuan tugas antikekerasan yang terdiri atas perwakilan guru, siswa, dan orang tua," kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam keterangannya, Ahad, 2 Juli 2023.
Kejadian perundungan terbaru yang menarik perhatian menimpa R (13) yang melakukan pembakaran sekolah di Temanggung, Jawa Tengah. Perbuatan itu ia lakukan karena sakit hati akibat mengalami perundungan oleh teman sekolahnya.
Melihat hal itu, Heru menilai penting untuk membuat sistem pengaduan yang dapat melindungi korban dan saksi serta penanganan yang melibatkan psikolog. "Sayangnya pembentukan satgas dan sistem pengaduan yang diamanatkan oleh Permendikbud 82/2015 belum banyak diimplementasikan di sekolah-sekolah," kata dia.
Heru juga mengatakan pencegahan tindak kekerasan terhadap anak dapat dilakukan dengan kolaborasi antara sekolah dengan orang tua peserta didik. Menurut dia, orang tua harus memberikan pengasuhan yang positif tanpa kekerasan.
"Karena ketika anak diasuh dengan kekerasan maka dia berpotensi melakukan hal yang sama ke teman sebaya sebagai bentuk pelampiasan rasa marah dan tersakiti saat mendapatkan kekerasan dari keluarganya," kata Heru.
Selain itu, orang tua harus mendidik anak-anaknya untuk berani berbicara jika mengalami kekerasan dari teman sebaya di sekolahnya. Sebab, banyak korban kekerasan memilih diam yang membuat pelaku terus melakukan kekerasan terhadap korban.
Bagi sekolah, Heru menegaskan sekolah dilarang keras untuk mengabaikan pelaporan perundungan yang dialami siswa. Dalam kasus R, ketika pihak sekolah dimintai keterangan oleh berbagai pihak tampak bahwa sekolah tidak memahami kondisi psikologis korban.
R mengaku pernah mengadu ke pihak sekolah atas pengeroyokan yang dialaminya, namun pihak sekolah hanya memanggil para pelaku pengeroyokan dan tidak memberikan sanksi apapun. "Sehingga para pelaku tidak mendapatkan efek jera dan terus melakukan perundungan," kata Heru.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh FSGI sepanjang Januari-Juni 2023, ada 12 kasus perundungan di satuan pendidikan yang terjadi. Dari 12 kasus tersebut, delapan kasus sudah diproses secara hukum.
Heru juga mencatat pelaku perundungan ada yang merupakam orang dewasa dan sesama anak. "Barangkali karena ada orang dewasa yang terlibat, banyak yang tidak berani melaporkan kasusnya, baik ke pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan setempat," kata dia.
Pilihan Editor: Kisah Putri Zulzali dari Dibully hingga Menjadi Guru Penggerak